Heal me.

12

"Gimana kalo tiap hari aku anterin pulang? Toh deket ini sama kampus"

Ayana terlihat kaget dengan pertanyaan ku barusan, dan terlihat berpikir tentang pertanyaan ku.

"Beb"

"Ya?"

"Kamu gausah sebaik itu sama aku, aku bisa kok pulang sendiri. Lagipula, aku ini ga sebaik yang kamu pikir."

------

Pernyataan nya barusan itu... Apa?

"Maksud kamu apa?"

"Udah ya, aku masuk dulu"

"Tunggu dong, ayana! Ayana!"

Meskipun ku panggil berkali-kali, ayana tidak mau berhenti ataupun menoleh padaku sekalipun dan langsung memasuki rumah nya. Dia itu... Kenapa?
Mencoba berani, aku turun dari motor ku dan mengetuk pintu rumah nya.

"Ayanaaaa, kamu kenapa?"

Hening. Tidak ada balasan dari dalam.
Aku menghela nafas panjang, jika sudah seperti ini mungkin seharusnya memang dia tak ku ganggu. Baiklah aku balik saja.

-----

Keesokan hari nya, aku tidak menemukan ayana dimanapun. Bahkan keruang musik di jam kita biasa bertemu saja tidak ada.

Keesokan nya pun juga sama, tidak ada. Tidak ada dimanapun, ayana yang kuketahui pecicilan itu.

"Woe beb, bengong ae lu!"

Suara nabilah yang terdengar menggelegar itu mengagetkan ku

"Berisik nab"

"Biasa ae kali, kek gatau gue aja lu"

Tidak ku gubris perkataannya, aku hanya menghela nafas berat.

"Napa si lu? Ada masalah?"

"Engga"

"Hmmm, habis lu ga kayak biasa nya. Biasa nya kan dingin tuh, sekarang udah dingin tambah dingin dingin gloomy lagi coy! Kesel gue liat nya!"

Masih tidak mau mengubris perkataan nabilah, aku hanya cuek dan bersiap-siap untuk pulang.

"Beb"

"Hm?"

"Cepet-cepet ketemu si kecil yang kayak bocah itu ya"

Setelah nabilah berkata seperti itu, reflek aku menengok kearah nya dengan tatapan bingung.

"Soalnya cuman tuh bocah kayak nya yang bisa bikin lu senyum ampe tulus banget, jadi cepetan sana ketemu dia. Dah ye, balik duluan gue beb"

Aku terdiam sesaat setelah mendengar pernyataan nabilah barusan, termenung beberapa saat karena bahasa nya yang simple tetapi ada benar nya.

"Sore ini kerumah nya deh."