15

329 64 5
                                    

"Ya namanya juga khawatir sama kamu! Kamu kemana aja?!"

"Bukan urusan beby!"

"Sekarang jadi urusan beby! Soalnya beby suka beneran sama ayana!"

------

Bodoh. Itu kata yang kuumpatkan sendiri dalam hatiku saat perkataan ku mengalir begitu saja tanpa disaring. Yaampun, Beby Chaesara. Ini ga elu banget woy, sadar.

Keadaan pun seketika menjadi hening, padahal awalnya kami berbicara dengan nada tinggi satu sama lain. Kemudian seketika menjadi hening itu... Aneh. Ayana sama sekali tidak bergeming, ia hanya berani menatap lantai. Tidak berani menatapku.

"ayana...."

"pergi"

"eh?"

"pergi, beby"

"tapi..."

"ayana bilang pergi!"

"gamau!"

Hening pun kembali terjadi. Kami saling menatap satu sama lain dengan ekspresi kesal, namun berbeda. Aku hanya ekspresi kesal biasa, sedangkan ayana... seperti ingin menangis? Tak tega, aku mulai mendekat kearahnya. Mendekapnya hangat, mencoba memberikan ketenangan dalam pelukan itu.

"gapapa. Beby gabakal nyuruh ayana cerita kok kalo gamau, atau nuntut ayana buat ngeladenin beby, tapi tolong jangan kayak gini. Kalo mau nangis sekarang ya nangis, biar lega."

Aku terus memberikan pelukan dan usapan lembut dipuncak kepala nya, untung nya karena ia lebih pendek dari ku aku bisa lebih leluasa mengelus puncak kepala nya.

Semakin lama semakin terasa, bahu ku basah oleh airmata ayana. Meskipun tangisan nya tak bersuara, tapi kurasa aku tau betapa terasa sakit nya tangisan ini. Perih rasanya melihat orang yang disukai terluka seperti ini.

Keadaan mulai mereda, termasuk tangisan ayana dibahuku. Pelan-pelan kuarahkan ayana untuk duduk di sofa ruang tamu nya.

"Bentar ya, aku ambilin minum. Pasti kamu haus."

Ayana hanya mengangguk lemah, aku pun segera bergegas kedapur untuk mengambilkan segelas air untuk ayana.

Setelah selesai dengan urusan mengambil air, aku bergegas kembali ke ruang tamu untuk memberikan minum ini kepada ayana. Namun, ayana tidak lagi duduk dikursi ruang tamu yang tadi. Melainkan.... Berdiri tepat di depan piano yang jarak nya tidak jauh dari ruang tamu, sambil menyentuh lembut penutup tuts piano itu.

"Ayana..."

"Ah, makasih minum nya beb"

Ayana yang tersadar dari lamunan nya itu akhirnya mengambil minum dari tangan ku dan meminum nya.

"......"

"......"

Keheningan pun terjadi, dan aku paling tidak suka keheningan yang terjadi saat bersama ayana. Ini.... Sesak rasanya.

"Ayana, mau kumainkan piano untuk mu?"

Heal me.Where stories live. Discover now