18

289 52 7
                                    

"Soalnya, kamu baik. Hati kamu ga kayak cewe-cewe lain, dan aku galiat semua sifat-sifat yang aku sebut tadi dimata kamu"

Semburat merah terlihat jelas dipipi ayana, sekarang dia mulai memalingkan pandangan nya kearah lain.

"Gombal!"

------

"Udah ya, aku pamit dulu"

"Iya...."

"Jangan sedih lagi"

"Engga...."

"Jangan murung lagi"

"Engga...."

"Jangan bolos kuliah lagi"

"Engga ih bawel sono balik!"

"Yah ngambek haha"

Kapan ya terakhir kali aku peduli dan ketawa sama orang sampai kayak gini? Bahkan aku sendiri pun lupa.

"Hati-hati dijalan beb"

"....."

"Beb?"

"Duh, jangan lucu-lucu gitu dong. Kalo gitu malah jadi ga pingin pulang."

"......"

"Hehe hehe"

"Tendang nih ya, pulang sana"

"Ududududu ayana galak nih"

Aku yang greget melihat tingkah nya mulai mencubit pipi ayana dengan gemas

"Ih gemeesss"

"Aduh sakit!"

"Hehe rasain, yaudah aku pulang dulu ya. Jangan kangen."

"Bodo amat."

----------

Beberapa hari setelah hari itu, aku dan ayana kembali menjalan kehidupan kampus seperti biasa. Beda nya cuma satu, entah kenapa rasanya kami menjadi lebih dekat.

"Ayana!"

"Hm?"

"Pulang bareng yuk?"

"Oke, ke ruang musik sebentar dong"

"Hm ngapain?"

"Iseng aja, hehe"

Entah kenapa, seperti kebiasaan yang berulang kali kami lakukan bersama. Ruang musik kini menjadi suatu tempat yang sakral bagi kami berdua. Setiap harinya ada saja kenangan-kenangan yang kami ukir diruang ini.

Aku sudah cukup yakin, ayana orangnya. Orang yang tepat untuk membagi semua cerita ku. Aku yakin, tapi... apakah ayana juga demikian?

-----

Hari ini tanpa janjian, aku pergi terlebih dahulu ke ruang musik. Untung saja ruangannya terbuka, bukan cuma ayana kan yang punya kunci nya? Haha.

Piano.

Lagi-lagi bayangan kelam itu terbesit setiap aku melihat piano yang ada di ruang ini. Aku memang mahasiswa psikologi, tapi aku bahkan belum tau bagaimana cara menghilangkan trauma ku sendiri.

Tanpa disadari, aku mulai menekan tuts-tuts piano itu dengan pelan, satu persatu dengan satu jari ku. Membunyikan nada yang tidak jelas menjadi apa, hanya sekedar menekan doremi untuk membuat sebuah bunyi dalam kesunyian.

".... beby?"

Aku menoleh, aku sudah berekspektasi bahwa ayana akan segera sampai di ruangan ini. Tapi ternyata bukan...

".... elaine?"

Heal me.Where stories live. Discover now