Chapter 50 - Bahagia

10.1K 787 51
                                    

Tum Hi Ho – Arijit Singh

***

"Aku nggak suka lihat kamu nangis."

Melati terdiam. Lalu dia menangis lagi. Padahal dia sudah berjanji tidak akan menangis. "Aku nangis, gara-gara suamiku nggak bangun-bangun," ucapnya dengan pelan. Kepala menunduk dan malu karena cengeng.

Melati masih setia dengan posisi tangan yang ditindih oleh kepalanya. Katanya dia udah bangun. Bilangin. Melati menarik ingusnya. Tetap dengan posisi tadi. "Kata siapa?" katanya.

"Kata suamimu."

"Nggak mungkinlah," jawabnya menepis tidak terima.

"Kata siapa?" Melati terdiam. Sadar sejak tadi, dia sudah ngomong dan bercakap-cakap dengan orang. Melati perlahan mengangkat kepalanya. Lalu fokus pada satu titik. Nafasnya tercekat, matanya beberapa kali berkedip tidak percaya. Jantungnya berdebar tidak karuan. Lidahnya benar-benar kelu.

"A, ai?" Tangan Melati bergetar saat hendak menyentuh wajah suaminya.

"Kamu nangis?" Ya, Batara sudah bangun. Dia melihat Melati yang menangis tadi.

"Hah? Nggak kok, aku nggak nangis," elak Melati.

"Kamu nangis! "

"Aku, aku nggak mimpi kan?" kata Melati menepuk-nepuk pipinya. Berharap ini benar nyata.

Batara memegang kedua tangan gadis itu. "Kamu nggak mimpi, aku di sini," jelas Batara dengan senyum tipis. Melati tersenyum lembut, lalu menangis setelahnya. Sangat senang karena Tuhan mendengar doanya.

"Ai, beneran?" Melati mendekat lalu memeluk Batara. Dia menangis di dada bidang milik Batara. Batara tersenyum tipis, lalu mencium puncak kepala istrinya beberapa kali. "Kamu jahat banget, Ai ... nggak mau bangun selama tiga hari," lagi-lagi gadis itu mengadu. Batara hanya diam dan membiarkan Melati mengeluarkan seluruh isi hatinya.

"Tiga hari?" Gadis itu mengangguk mengiyakan.

"Selama tiga hari ini kamu ngapain aja?" tanya Batara santai. Melati mengangkat kepalanya dan, "Nungguin kamu bangunlah, masa makan bakso?" Batara tertawa keras malam itu. Melati mengerutkan keningnya.

"Kok ketawa sih? Aku serius, Ai!" Melati melipat tangannya. Kesal dengan Batara. Batara berhenti tertawa meski sebenarnya dia mau tertawa lebih lama. Dia membetulkan posisinya, dia ingin duduk. Melati membantunya. Dan Batara menarik pinggang gadis itu, alhasil Melati ikut duduk di ranjang milik Batara. Batara melepas selang oksigen yang ada di hidungnya.

"Kenapa dilepas? "

"Nggak papa." Batara memandang istrinya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Aku senang kamu masih nungguin aku." Batara tersenyum tipis lalu mencium kening istrinya lama. Melati tersenyum malu. Wajahnya memanas.

"Maaf sudah buat kamu nangis, aku nggak bermaksud," kata Batara menunduk memalingkan wajahnya. Melati tersenyum lalu menangkup wajah suaminya.

"Aku memang sempat bimbang, dan berpikiran kamu ninggalin aku. Tapi nggak, karena kamu cinta sama aku, iyakan? Makanya kamu bertahan." Gadis itu berkata dengan sangat pede.

Batara berdeham, "Aku mau tidur. Batara tiba-tiba mengubah posisinya menjadi menyamping. "Ih... Ai? Aku belum siap ngomong, kamu juga belum jawab pertanyaan aku," rengek gadis itu memukul kecil pundak Batara.

Batara tersenyum tipis, dia berbalik. "Kita tidur! Besok kita bicara," ajak Batara. Melati memutuskan untuk menuruti keinginan Batara. Dia merebahkan tubuhnya di samping suaminya. Lalu memeluk suaminya dengan erat.

Pelukan Saat Senja [END]Where stories live. Discover now