Chapter 56 - Keputusan

11.7K 810 137
                                    

🎶 Shaalwi - Kim Jong Dae

*****

Batara terbangun dari tidurnya, dia cukup lama tidur tadi malam. Melati benar-benar tidak ingin berbicara tadi malam. Gadis itu selalu saja menghindari dari Batara. Batara mengedarkan pandangannya mencari sosok yang dia ingin ajak bicara sejak tadi malam. Yang ada hanya matahari yang perlahan masuk dari gorden hotel.

"Ai!"

"Ai!"

Tidak ada yang menyahut. Batara berdiri lalu memeriksa ke dalam kamar mandi. Kosong juga. "Mel!" panggilnya lagi. Dia melihat secarik kertas di atas meja. Batara mendekati lalu meraih kertas itu. Dia mulai membacanya.

Aku pulang duluan ya, Ai.

Nggak usah cariin aku.

Kamu liburan aja, kamu pasti capek kan cari duit.

Padahal aku selalu buat kamu susah. Aku memang nggak pantas jadi istri kamu. Aku langsung pulang ke Bandung. Kamu tenang aja kalau Bunda sama Ayah nanya kamu, aku bilang aja nanti kamu lagi banyak kerjaan. Oh ya, soal tadi malam, kamu nggak usah pikirin aku. Aku nggak papa kok. Dia sangat cantik.

Pasti dulu sangat berat ya buat kamu nerima perjodohan ini. Maafin aku ya :) tapi aku tulus kok cinta sama kamu. Emang akunya aja yang bodoh. Nggak sadar kalau selama nikah kamu nggak bahagia. Sekali maafin aku ya.

Melati

Tangan Batara bergetar hebat saat membaca surat itu. Jantungnya berdetak keras. Dia melihat koper kecil Melati, tidak ada. Berarti gadis itu tidak main-main dengan perkataannya. Dia memejamkan matanya menarik nafas pelan. Dia meremas kertas itu. Dan sedetik kemudian dia berteriak keras. Entah apa yang dia rasakan.

"Arrrgghhh!!!! Kok jadi gini sih?" umpatnya kesal. Dia mengobrak-abrik isi tempat tidur itu. Dia begitu frustrasi sampai-sampai tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Batara yang malang.

"Ai, aku mau ngomong," kata Batara pelan saat Melati keluar dari kamar mandi. Dia melihat Melati dengan wajah yang sangat murung. Mata dan hidungnya memerah. Kelopak matanya padat dan membengkak. Melati tidak menanggapi perkataan Batara. Pikirannya masih kacau. Dia melewati Batara dan langsung naik ke atas tempat tidur. Dia menarik selimut sampai menutupi kepalanya. Dia menangis dalam selimut. Rasanya sangat sakit sampai-sampai dia begitu cengeng.

Batara naik ke atas tempat tidur dan ingin mendekat pada gadis itu. Tapi Melati melarangnya. "Jangan dekat-dekat, kalau kamu dekat-dekat aku nggak mau lagi ngomong sama kamu," ancam Melati. Refleks kaki Batara berhenti. Dia menurut dan duduk di kursi dekat tempat tidur itu. Dia memandang Melati yang tidur membelakanginya. Terlihat sekali bahwa bahu gadis itu bergetar. Melihat itu Batara menghela nafasnya berat. Tidak tahu harus berbuat apa.

****

Melati menarik nafas dalam-dalam lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam bandara. Dia merasa keputusannya benar sekaligus berat kali ini. Otaknya dipaksa berpikir keras tadi malam. Sehingga dia memilih ide ini. Menjauh dari pria itu membuatnya lebih baik. Wajah gadis itu memerah sejak tadi malam. Matanya masih saja membengkak. Kepalanya sedikit pusing karena semalaman dia menangis.

"Melati!!" Melati menoleh pada seseorang yang memanggilnya. Jantung Melati berdetak kencang. Ya, Nabila menghampirinya.

"Mau apa kamu?" kata Melati ketus dan nampak tidak suka.

"Habis nangis, ya? Cengeng banget kamu, itu aja langsung nangis," sindir Nabila saat melihat wajah Melati yang sedikit tidak sehat.

"Kamu mau apa?" tanya Melati berusaha tetap tenang.

"Cuman mau bilang, aku nyesal kemarin udah nolongin kamu, kalau kamu mati kan, Batara nggak perlu susah-susah lagi tinggal sama kamu," cetus Nabila tanpa menghargai perasaan Melati.

Melati tetap berusaha tenang. Dia tidak akan termakan dan cepat emosi hanya karena Nabila.

"Kamu pasti habis diusir sama Batara? Secara kan Batara pasti lebih memilih aku dibanding kamu, buktinya tadi malam dia nggak ngejar kamu dan memilih bersama aku," kata Nabila sombong.

"Dan asal kamu tahu, tadi malam Batara ngajak aku balikan," ucap Nabila sedikit berbisik.

Deg!

Melati tidak tahan lagi.

"Mau kamu apa, sih?" tanya Melati mendekat pada Nabila. Nabila refleks mundur.

"Kamu pikir aku percaya dengan kata-kata kamu? Ha? Iya? Maaf ya Kak Nabila yang cantik tapi lebih cantikan aku, kamu itu nggak ada apa-apa nya dibanding aku. Ingat! Kamu itu hanya mantan, MANTAN! Sementara aku, aku udah nyandang gelar marganya Batara. MELATI MAHANIPUNA! Paham kan, Nabila sayang?" gertak Melati tanpa rasa takut. Sampai-sampai dia lupa kalau ini di tempat umum. Untung saja orang-orang terlihat bodo amat.

"Tapi Batara cintanya sama aku," kata Nabila tidak mau kalah. Jujur saja dia agak takut saat Melati menggertaknya.

"Terus kamu mau pamer? Iya? Ingat, biasanya yang pamer-pamer loh yang pertama jatuh, jatuhnya sampai sakit banget, hati-hati loh kamu, nanti Batara cintanya sama aku, kamu jatuh banget, kan sakit, pokoknya aku bilangin deh sama kamu, mulai sekarang hati-hati ya Nabila sayang," bisik Melati pada telinga Nabila pada kata-kata terakhirnya.

Dengan senyum singgungnya, Melati melihat Nabila lalu menarik kopernya dengan santai. Nabila yang melihat itu mengepal kedua tangannya. Lalu pergi dari sana sambil menghentakkan kakinya kesal

Setelah beberapa langkah dan menghilang di balik pintu masuk ruang tunggu, tangis Melati pecah. Dia hanya nampak kuat di depan Nabila. Padahal sebenarnya, dia sangat takut. Dia sangat takut apa yang dikatakan Nabila benar. Bahwa Batara mengajaknya balikan dan akan melupakan Melati. Melati menunduk dan memeluk kakinya. Sakit hatinya benar-benar membuatnya lemah. Hatinya sangat pedih. Entahlah.

"Sakit banget," lirihnya sambil menutup mulutnya dengan punggung tangannya.

Gadis itu menghapus air matanya dengan kasar. Lalu, dia menarik kopernya menuju pesawat. Dia duduk di kursi yang sudah ditentukan. Selama perjalanan, dia tidak berhenti menangis. Oh ya, Tuhan! Lagi-lagi cinta membuatnya seperti ini.

Tapi Batara cintanya sama aku!!

Perkataan itu selalu terngiang di kepalanya. Dia merasa bodoh. Seharusnya dia merasa bahagia karena mereka liburan. "Kenapa harus kayak gini, sih?" katanya lagi menekan kuat tangannya pada dadanya. Rasanya sangat perih.

"Nggak, aku harus tenang, iya. Aku harus tenang. Tapi, tapi gimana... kalau yang dibilang Nabila benar? Batara akan ninggalin aku?" Sedari tadi Melati bergumam sendiri. Dia tidak fokus. Melati menyandarkan kepalanya ke belakang, lalu mencoba memejamkan matanya. Melati masih sesenggukan sampai akhirnya tertidur akibat lelah karena menangis.

Handphone Melati bergetar.

Ai Callings ....

Gadis itu tidak merasakan getaran benda itu. Mungkin sudah terlalu lelah menangis dan akhirnya tertidur pulas menyisakan cairan bening di pipinya. Semua terasa seperti mimpi, seperti air mengalir dan angin berhembus, jalan hidup memang sangat rumit. Melati hanyalah gadis polos yang mencintai Batara, hingga Nabila datang dan membuat semua semakin rumit.

Nabila membenci Melati dan Melati juga membenci Nabila. Nabila awalnya tidak tahu menahu siapa Melati, hanya karena melihat Batara dan Melati berjalan malam itu, Nabila memutuskan bahwa Melati adalah musuhnya. Padahal dia yang sudah menyelamatkan nyawa Melati Tapi sekarang, ingin rasanya Nabila menghilangkan Melati dari muka bumi. Ahh... semua memanglah rumit . Dia cemburu melihat Batara dan Melati.

Meski dirinya dan Batara sudah berakhir empat tahun yang lalu, tapi rasa cintanya masih sama. Selalu besar pada pria itu. Batara? Entahlah!

Ai Callings....

Lagi-lagi Melati tidak merasakan benda itu bergetar.

"Ya Tuhan, Ai. Angkat please! " kata Batara memohon. Nabila yang melihatnya dari tadi memanas.

"Kamu cinta sama dia?" tanya Nabila langsung.

*****

Pelukan Saat Senja [END]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα