Ekstra Chapter

21.9K 975 116
                                    

***

Setelah pergumulan yang menghampiri rumah tangga

Batara dan Melati, sekarang semuanya tampak baik-baik saja. Tentu saja karena pria itu perlahan-lahan berubah karena istrinya. Dan istrinya mulai berpikir dewasa dan tidak mau bertindak gegabah seperti kemarin.

Batara dan Melati memutuskan untuk kembali ke Yogya. Seperti biasa mereka melakukan rutinitas dengan baik. Melati kuliah dan diantar oleh Batara. Batara yang bekerja di restoran. Tentu saja, Melati yang selalu menunggunya setiap senja tiba dan menagih sebuah pelukan dari suaminya.

Seperti sekarang, gadis itu sedang uring-uringan di rumah. Febby sedang keluar sebentar ke minimarket. Batara suaminya sedang pergi mengurus pekerjaan barunya ke Papua. Jika kalian lupa Batara adalah lulusan pertambangan. Yang berarti sebentar lagi dia akan berjauhan dengan gadis itu. Dan percayalah hal itu berhasil membuat gadis itu sedih setengah mati. Dia tidak tahan jika harus berjauhan dari Batara.

Dua hari yang lalu....

"Ai, enak nggak?" tanya Melati pada Batara. Mereka sedang menikmati kudapan buah semangka dan buah naga. Sejujurnya, Melati tidak terlalu suka kedua buah itu. Dia hanya ingin membuat suaminya senang.

Batara tampak menikmati buah yang sudah dipotong dadu oleh Melati itu. "Enak." Hanya itu yang Batara ucapkan tapi berhasil membuat gadis itu senang.

"Ai, aku mau ngomong," kata Batara menghentikan acara makannya. Melati menoleh.

"Ngomong apa?"

Batara menghela nafasnya berat. "Besok aku mau ke Papua selama satu minggu, atau bisa jadi selama sebulan." Batara menatap lekat-lekat gadis itu menunggu respon dari istrinya.

"Gitu yah, ya udah hati-hati ya, Ai." Jawaban yang membuat Batara bungkam sekaligus heran. Bukan seperti Melati yang biasanya.

"Kamu nggak marah atau apa gitu?" tanya Batara memastikan. Melati menggeleng kepalanya cepat. Lalu, memeluk pria itu erat. Batara bingung dengan sikap Melati kali ini.

Setelah pembicaraan dengan Batara tadi, gadis itu memutuskan untuk mencuci piring di dapur. Tiba-tiba semuanya sesak.

Tes......

Air mata melewati pipinya. Ya, gadis itu menangis. Dia hanya berpura-pura baik-baik saja. Nyatanya dia tidak ingin tinggal seorang diri. Dia ingin selalu bersama Batara. Tapi, ini demi masa depan mereka bukan?

Gadis itu menggigit bibir bawahnya kuat. Takut Batara mendengarnya. Dia menarik nafas dalam-dalam lalu berhenti mencuci piring itu. Dia menggelengkan kepalanya. Berhenti menjadi gadis cengeng dan tidak mau membuat pria itu susah. Tapi, tetap tidak bisa, air matanya selalu nakal.

Nafas gadis itu tercekat saat sebuah tangan melingkar di perutnya. Tangan Batara yang dipenuhi urat itu melingkar manis dan erat di sana. Batara menenggelamkan kepalanya pada pundak Melati.

"A, Ai?" Gadis itu hendak berbalik tapi Batara menahannya. Karena dia tidak akan tahan melihat istrinya menangis. Hal itu semakin membuat gadis itu menangis sesenggukan.

"Kenapa nggak ngomong tadi?" tanya Batara masih setia dengan posisinya.

Melati tidak sanggup berkata-kata. Dia hanya diam. Merasa malu karena ketahuan menangis oleh pria itu. Batara membalikan badan gadis itu menghadapnya. Terlihat bahwa gadis itu tidak baik-baik saja. Batara menghela nafasnya berat. Jujur saja dia juga tidak tega harus meninggalkan gadis itu sendiri. Walau sedetik pun itu.

Batara memeluk Melati erat. Menyalurkan kehangatan yang bisa dia berikan untuk gadis yang sangat dicintainya itu. "Ai, ngomong sekarang, bilang sekarang kalau kamu nggak mau kalau aku pergi, biar aku nggak jadi pergi," kata Batara.

Pelukan Saat Senja [END]Where stories live. Discover now