29. Benar, Kita Asing

16.2K 1.3K 116
                                    

Dia yang tak pernah jujur tentang lukanya.

***

Ciko benar benar pindah kamar asrama. Kini Ciko sekamar dengan pria bernama Andy. Teman sekamar Ciko saat ini begitu baik, bahkan sangat baik, tapi, Ciko tetap merasa kurang. Hatinya begitu kosong.

Seperti saat ini, Ciko sedang mengerjakan tugas bersama Andy. Kebetulan, Andy ternyata sekelas dengannya, hanya beda jurusan saja.

"Aku tidur duluan Andy" pamit Ciko sambil menutup bukunya dan menaruh buku tersebut ke dalam tas nya.

Ciko berjalan menuju kasur tidurnya, matanya terpejam berusaha untuk tidur hingga akhirnya Ciko benar benar tidur.

Paginya, Ciko bangun dengan berat. Hari hari yang Ciko lalui terasa begitu berat, dan Ciko selalu terpaksa dalam menjalaninya.

Ciko berjalan menuju kamar mandi seperti biasa, dan 15 menit kemudian Ciko keluar dari kamar mandi dengan seragam lengkap yang sudah dipakai di tubuhnya.

Andy yang sudah bangun pun langsung mandi untuk siap siap sekolah. Setelah selesai mandi, rambutnya basah karena Andy keramas.

Melihat rambut Andy yang basar, Ciko langsung mengambil handuk kecil dan hendak menghampiri Andy, namun langkah nya tertahan ketika dirinya sadar jika saat ini Ciko sedang tidak bersama Gibran.

Ciko menghela nafasnya kasar, tangannya menaruh kembali handuk kecil tersebut di gantungan khusus handuk.

"Aku pergi duluan Andy" pamit Ciko langsung mengambil tas nya dan pergi meninggalkan Andy sendirian di dalam kamar asrama.

"Perasaan Lo bener bener hancur ya, Cik?" Tanya Andy entah pada siapa.

****

Hari hari Ciko lalui dengan biasa saja, bahkan terasa hampa. Ciko beryukur ada Vio, Andrew, Lily dan Reza yang selalu menghibur dirinya. Ciko tak akan tau bagaimana jadinya jika tidak ada yang mendukungnya hingga saat ini jika bukan mereka.

Rutinitas tambahan Ciko yang sudah menjadi kebiasaan Ciko di sekolah adalah duduk sendirian di taman dengan earphone yang selalu terpasang, mendengar lagu lalu memejamkan mata.

Seperti saat ini, Ciko melakukan rutinitas duduk di taman dengan earphone yang terpasang di telinganya.

Hingga Ciko merasa ada seseorang yang duduk di sampingnya. Ciko tidak menggubris orang yang duduk di sampingnya, matanya masih terpejam menikmati nada nada musik yang mendayu indah.

Ciko merasa deja vu dengan situasi ini. Situasi seperti ini mengingatkan Ciko pada sesuatu yang membuatnya sadar.

"Coklat?"

Suara itu, suara itu bukan milik Gibran, tapi seseorang yang Ciko kenal.

Ciko membuka matanya dan melihat ke arah orang yang memberikan coklat tersebut. Dia, Kevin.

"Makasih" Ciko tak menggubris dan langsung kembali melakukan rutinitas nya.

Kevin yang melihatnya tersenyum. Temannya benar benar bodoh, bahkan dia tega membuang berlian semacam ini.

Roomate [End]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt