32. Keputusan

15.9K 1.3K 73
                                    

Karena kita ditakdirkan hanya untuk sebatas perkenalan, kenal, dan mengenal

***


Kesehatan Anggun menurun, hal itu membuat ayah dan ibu Anggun harus pulang dan merawat Anggun.

Begitupun Dino, pria itu merasa sedih ketika melihat adik tersayangnya harus terbaring lemah di rumah sakit.

Mengapa adik kecilnya harus mengalami hal seperti ini? Penyakit yang di deritanya, orang yang dicintainya bahkan tidak menyukainya, dan orang orang yang selalu berkata menyakitkan kepada adiknya. Apakah itu adil?

Pintu kamar rumah sakit terbuka, menampilkan dua orang suami istri dan satu orang pria.

Mereka orang tua Gibran dan juga Gibran. Mereka bertiga datang menjenguk keadaan Anggun, lebih tepatnya Gibran dipaksa untuk menjenguk Anggun.

Orang tua Anggun yang pada saat itu melihat keberadaan Gibran langsung datang menghampiri Gibran dan menampar Gibran.

Air mata deras memenuhi wajah ibu Anggun yang tak henti hentinya menangis melihat anaknya yang tak berdaya dengan alat alat yang di tempelkan di tubuhnya.

"Puas kamu? Puas kamu bikin anak saya sakit?! Saya sudah tahu semuanya Gibran! Bibi Ayu sudah bilang setelah Anggun bertemu kamu saat kamu mengantarkan Anggun pulang, bibi ayu bilang Anggun tidak berhenti menangis dan akhirnya Anggun tidak mau minum obatnya lagi! Kenapa kamu tega" ibu Anggun terduduk sambil menangis.

"Apa salah anak saya sama kamu Gibran?" Tangis ibu Anggun semakin menjadi. Satu ruang di tempat kamar inap Anggun dipenuhi ketegangan dan keheningan.

Tidak ada yang bersuara atau bergerak di dalam ruangan itu, bahkan hembusan nafas pun dapat di dengar.

Gibran berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan ibu Anggun. "Sebelum tante berkata seperti itu, tolong tante tanyakan lagi kepada Dino apa kesalahan yang diperbuat anak tante pada saya" ucap Gibran sambil menatap Dino ketika menyebut nama Dino. Gibran menatap kembali ibu Anggun "Saya turut bersedih dengan kesehatan Anggun yang menurun" ucap Gibran lalu berdiri kembali.

Ayah Gibran yang mendengarnya lantas menampar pipi Gibran keras, membuat Gibran menatap datar ayahnya.

"Bodoh! Bisa bisanya kamu membela diri ketika bersalah?!" Ucap ayah Gibran dengan menatap datar anaknya. Mereka berdua itu bagai pohon jatuh sejauh jatuhnya. Sifat dan wajah mereka sama, jadi jika membandingkan keras kepala mana, jawabannya adalah tidak ada yang mengalah.

Gibran terkekeh "Shhh" ringis Gibran dan menatap ayahnya "Tau apa anda soal ini? Peduli apa anda dengan hidupku? Bukannya kita orang asing yang kebetulan kalau saya lahir dari sperma anda. Jangan seolah olah tau seperti apa saya kalo anda saja tidak mementingkan hidup saya!" Setelah mengucapkan itu, Gibran langsung keluar dan pergi meninggalkan rumah sakit.

Awalnya Gibran memang di paksa mama nya untuk menjenguk anggun, tapi sepertinya Gibran mendapatkan hadiah spesial juga.

***

Gibran menatap tak minat ke arah ponselnya saat ini. Notifikasi telpon dari Dino yang berulang ulang menelponnya. Gibran sedang tidak ingin diganggu  oleh siapapun, Gibran hanya butuh sendirian.

Kejadian si rumah sakit membuatnya malas untuk bertemu dengan orang lain. Mengapa semua orang tidak mengerti dirinya? Mengapa semua orang egois? Bukannya Gibran punya jalannya sendiri?.

Roomate [End]Where stories live. Discover now