35. Kau dan Aku

13.7K 1.1K 27
                                    

Untuk sementara biarlah seperti ini, pasti ada saatnya dimana semuanya berjalan seperti seharusnya

***

Ciko membuka matanya ketika merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Ciko menengok ke sebelah kanan dan kemudian terdiam ketika melihat siapa yang menatapnya.

Gibran.

Pria itu seakan tak bergeming ketika Ciko sadar dan mereka saling bertatapan. Seakan waktu berhenti, mereka masih bertatapan, bahkan hujan mendukung suasananya saat ini.

Ciko senang, tapi Ciko juga merasa sedih. Sejujurnya, di dalam lubuk hati Ciko yang paling dalam, Ciko ingin kembali melihat Gibran, merasakan elusan tangannya, mengeringkan rambut Gibran, Gibran yang clingy, Gibran yang posesif, Gibran yang banyak mau. Ciko rindu itu.

Tanpa sadar, air matanya kini turun namun terlihat samar karena air hujan yang membuat air mata itu tak terlihat.

"Aku berharap ini beneran kamu, kak Gibran. Aku berharap ini bukan khayalan aku aja. Jangan cepat cepat pergi, aku mau kita berdua disini sebentar" Isak Ciko tak bisa menahan tangisnya.

Kamu tahu bagaimana rasanya rindu yang ditahan? Sakit nya benar benar tidak bisa diungkapkan. Itu yang Ciko rasakan.

Selama ini Ciko berusaha untuk menguatkan dirinya agar tetap tegar dan selalu memikirkan egonya saja, tapi Ciko juga lupa kalau hatinya juga bisa terluka.

Gibran memeluk Ciko erat, membiarkan Ciko menangis dan meluapkan segalanya. Gibran mengerti bagaimana rasanya.

Tak ada yang indah dalam perpisahan terpaksa. Mereka hanya mendapatkan sakit yang tak bisa mereka ungkapkan namun mereka tak memilki titik temu dalam menyelesaikannya.

Mereka masih stuck ditempat masing-masing tanpa mau bergerak untuk melupakan. Jika hanya dari mulut saja, Ciko juga bisa berucap untuk melupakan, tapi hatinya Ciko selalu berkata lain.

"Aku selalu bertanya, kenapa kita harus dipertemukan kalau pada akhirnya kita dipisahkan seperti ini? Aku selalu bingung dengan sikap kakak, sebenarnya apa yang membuat kita berpisah? Aku gak pernah dapat jawaban itu. Sakit banget rasanya berusaha tetap tidak terjadi apa apa, tolong jangan bersikap seperti ini kak" Isak tangis Ciko semakin menjadi, dan pelukan itu semakin mengerat.

Ini yang ingin Ciko ungkapkan, bukan kata kata seolah mereka sudah siap berpisah.

"Gue sadar ternyata hidup gue tanpa Lo bener bener abu abu. Gak seharusnya gue bertengkar sama diri gue sendiri karena meragukan hubungan kita yang berakhir gue sendiri yang ngerasa gak bahagia. Gue takut, takut Lo gak bisa maafin gue. Takut Lo beneran mau ninggalin gue. Takut Lo ngelupain gue. Takut Lo bener bener anggap gue gak ada" Gibran melepas pelukan itu, lalu menakup pipi Ciko dan mencium seluruh wajah Ciko "Gue gak pernah berhenti buat puji ciptaan tuhan yang ada di depan gue. Dia sempurna buat gue" kecupan terakhir adalah kecupan manis di bibir.

Ciko menatap mata Gibran, tak ada kebohongan disana. Tatapan yang sama seperti Ciko, tatapan rindu yang tak berujung.

Ciko tak bisa membayangkan jika sampai hari ini mereka berdua tak memiliki titik temu, mungkin sesakit apa hatinya nanti.

Dia buatku nyaman

Dalam hangat pelukan

Roomate [End]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora