enam belas

37.6K 2.8K 39
                                    

"Gue curiga, Agis suka sama Regan. Tapi Regan saling suka sama Lio. Ati-ati loh, tunangan lo belok!"

Hanna masih tidak mengerti, bagaimana bisa Felia memikirkan kemungkinan paling di luar nalar seperti itu.

Siapa yang mengira, Felia si gadis dengan wajah seperti orang waras memiliki pemikiran bak orang gila.

Oke, sebenarnya pemikiran Felia itu bisa saja terjadi.

Tapi, karena ia yang sebenarnya adalah Kayla dan masuk ke dalam tubuh salah satu tokoh web-novel. Yang tentunya tahu sedikit banyak tentang isi cerita itu, jadi merasa bahwa pemikiran Felia terlalu jauh.

Hanna sejak kemarin sering kali tertawa sendiri karena mengingat perkataan konyol Felia.

Tok!

Tok!

Suara ketukan pintu kamarnya mengalihkan atensinya.

"Masuk!"

Pintu putih itu terbuka, menampilkan sosok Regan yang akhirnya masuk ke dalam kamarnya.

"Kenapa?" tanya Hanna mengubah posisinya yang semula tidur menjadi duduk sembari menatap sosok Regan yang sudah berada di dekat ranjang.

"Mau nge-date?"

Hanna mengerutkan keningnya, kemudian menggeleng sebagai jawaban.

"Kalau mau main, main aja. Besok minggu juga, kalau temen lo ngajak main main aja, gapapa. Kegiatan rutin kita biasanya dilakuin pas sama-sama senggang aja," Hanna menatap Regan yang juga menunduk menatapnya.

Hanna mencoba mengurangi kebiasaan-kebiasaaan yang ada karena kebucinan Hanna asli pada Regan. Termasuk tentang 'Hari Minggu Sakral' yang ia tahu dari Felia.

Ia tidak ingin membuat cowok itu merasa terkekang dan semakin membuat sosok itu membencinya.

Hanna juga tidak ingin dengan semakin seringnya mereka menghabiskan waktu bersama, ia malah merasa nyaman, terbiasa, bahkan jatuh cinta sungguhan dengan sosok itu.

Yang ia harapkan adalah usahanya yang pelan-pelan ini bisa membuatnya benar-benar ikhlas jika cowok itu memilih Agista pada akhirnya.

Juga pembatalan tunangan mereka yang jauh lebih baik dibanding dengan yang terjadi dalam cerita.

"Kenapa?"

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Regan mengundang raut tidak enak di wajah Hanna.

"Gue cuma gak pengen lo ngerasa terkekang, Reg. Lo pasti tersiksa kan selama ini?" kedua alis Hanna naik sembari tersenyum paksa.

"Emang pernah gue bilang kayak gitu?" Regan mengerutkan keningnya kesal. "Bilang aja lo udah gak sayang sama gue!"

Regan membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi setelah berucap. Pintu putih kamar Hanna juga ditarik kasar.

Blam!

Hanna memejamkan matanya kaget ketika pintu kamarnya tertutup dengan menimbulkan suara bantingan yang kencang.

"Lah? Kenapa sih? Dibebasin malah ngamuk," gerutu Hanna yang jadi merasa kesal karena reaksi Regan yang berlebihan.

Ia hanya memberi kebebasan cowok itu untuk bermain di akhir minggu. Kenapa jadi marah-marah tidak jelas.

"Aneh."

••••

Regan mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tengah, televisi LED berukuran 80 inch di depannya dinyalakan.

HannaWhere stories live. Discover now