dua puluh enam

23.6K 2.1K 71
                                    

"Ayo, ke perpus sama gue!"

Hanna menoleh saat mendapati Regan tiba-tiba berjalan di sebelahnya dan menggenggam tangannya.

"Gak mau!" sentak Hanna sembari menarik kasar tangannya.

Gadis itu buru-buru pergi dengan menarik tangan Felia agar mempercepat jalannya.

Kelas mereka–XI IPA 1, saat ini tengah pelajaran Bahasa Indonesia.

Guru Bahasa Indonesia mereka–Bu Maria, meminta seluruh muridnya pergi ke perpustakaan untuk mencari buku di sana yang akan mereka analisis untuk tugas.

Hanna berjalan melewati beberapa temannya, memilih berjalan di depan daripada harus berdekatan dengan Regan.

Entah kenapa, ia jadi kesal sendiri melihat Regan. Ia teringat kejadian tadi pagi.

Bukan, bukan karena ia cemburu.

Ingat, dia tidak suka, tidak sayang, apalagi cinta pada Regan.

Ia hanya kesal karena jika Regan telah dekat dengan Agista. Maka tragedi di dalam novel itu akan terjadi.

Persetan dengan Regan yang bersikap baik padanya, ia yakin alur utama novel akan tetap terjadi.

"Kenapa buru-buru sih, Han?" Felia yang mengikuti di belakang mengerutkan kening bingung bercampur kesal.

Tadi di belakang, ia bisa berdiri di samping Gading sembari mengobrol tidak jelas. Tapi, tiba-tiba saja teman sebangkunya ini menarik tangannya.

Hilang sudah kesempatan mengobrol langsung dengan Gading.

"Males ngeliat Regan," jawab Hanna singkat ketika langkahnya mulai memelan.

"Ada apa lagi?" Felia menatap bingung sosok di sampingnya.

Hanna yang mendengar pertanyaan Felia melirik gadis itu singkat sebelum memasang wajah yang semakin tertekuk.

"Gue ngeliat reka adegan foto yang lo kirim kemarin," Felia melotot mendengar perkataan Hanna.

"Serius?"

Hanna menaruh jari telunjuknya pada mulut, meminta gadis itu sedikit memelankan suaranya.

"Iya," Hanna mengangguk. "Deket kali ya mereka?"

"Masa sih? Enggak deh kayaknya," Hanna mencebik.

"Lo tau darimana coba?" sahut Hanna sembari mendorong pintu perpustakaan yang ada di depannya.

Gadis itu masuk ke dalam, diikuti dengan Felia juga teman-teman sekelasnya yang lain.

Hanna langsung saja pergi melangkah menuju barisan rak buku yang menjulang tinggi di dalam ruangan itu.

Matanya sibuk mengawasi dimana letak buku non fiksi berada. Karena memang tugasnya kali ini diminta untuk menganalisis buku non fiksi.

Menemukan letak rak buku non fiksi, Hanna langsung saja mulai mencari buku yang sekiranya menarik dan mudah untuk dianalisis.

Kening gadis itu berkerut saat menemukan buku cokelat dan putih tulang yang cukup tebal menarik perhatiannya.

Dibacanya judul buku yang tertera di bagian sampingnya.

Dimensi Waktu, Karya Anonim.

"Dimensi waktu?" Hanna bergumam membacanya.

Tangannya terangkat untuk meraih buku itu, hendak ia ambil.

"Udah nemu bukunya, Han?" suara cukup nyaring itu membuat gerakan tangannya berhenti dengan kepala tertoleh pada sumber suara.

Di ujung rak, Felia berdiri dengan sebuah buku yang sudah dibawa menatapnya penasaran.

HannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang