dua puluh

39.6K 2.8K 72
                                    

Ketegangan kedelapan remaja yang tengah berdiri di ruang 'Ruby 5' buyar ketika sosok dokter dengan perawat berjalan mendekat.

"Permisi," dokter tersebut meminta jalan untuk masuk ke dalam ruang rawat.

Tentunya atensi kedelapan remaja itu beralih ke sosok tersebut. Dengan pasti, kedelapannya menyingkir, memberi jalan.

Dokter tersebut masuk, diikuti dengan perawat di belakangnya. Tak luput pergerakan dua sosok berpakaian putih itu menuai seluruh atensi manusia di sana.

Penasaran dengan apa yang terjadi, Regan mengintip dari kaca pintu yang transparan.

Di dalam sana Bunda dan Ayahnya tengah berdiri di samping ranjang Hanna. Memperhatikan dokter yang tengah memeriksa Hanna.

Hanna sudah sadar.

Dengan cepat, Regan membuka pintu dan masuk begitu saja. Sosok yang lain yang melihat itu saling pandang.

Bingung harus masuk atau menunggu di luar.

Regan mendekat ke arah ranjang, menatap lekat Hanna yang kepalanya dibalut oleh kasa.

Gadis itu memperhatikan sekelilingnya, raut kekecewaan tersirat di sana entah merasa kecewa karena apa.

Dokter menjauhkan bell stetoskopnya dari dada Hanna, dilepaskannya pula earpieces dan membiarkan stetoskopnya bergantung di lehernya.

"Kabar baik, Mbak Hanna kondisinya sudah jauh lebih membaik. Tapi, dianjurkan untuk tetap dirawat jalan untuk memantau kondisi Mbak Hanna. Nanti akan diperbolehkan pulang jika kondisinya sudah stabil," dokter dengan name tag 'Zalia' itu menjelaskan kondisi Hanna dengan senyuman manis.

Chika dan Bima yang mendengar kabar tersebut ikut merasa lega. Begitu juga Regan yang masih setia memperhatikan Hanna.

"Ada yang ditanyakan, Pak, Bu?" Dokter Zalia kembali buka suara.

"Cukup, Dok," jawaban itu mengundang anggukan paham dari wanita bergelar dokter di sana.

Pandangan mata Dokter Zalia beralih pada Hanna yang tampak kacau.

"Jangan lupa dimakan ya makan malamnya. Minum obatnya juga, supaya sakit kepalanya reda," Hanna yang merasa diajak bicara menoleh, kemudian mengangguk paham dengan senyum terpaksa.

Setelahnya, Dokter Zalia dan perawat yang sedari tadi mendampingi pamit undur diri.

Tak berselang lama ketika Dokter Zalia keluar, teman-teman sekelas Hanna yang berada di luar ruangan masuk.

Ketujuhnya mendekat dan mencium tangan Chika serta Bima yang mereka tahu adalah orang tua Regan.

"Udah dari tadi?" tanya Chika saat tersisa Adelio yang hendak mencium tangannya.

"Enggak kok, Tan. Baru aja," Chika mengangguk paham mendengarnya.

Ketujuh anak remaja itu akhirnya duduk pada sofa yang ada di pojok ruangan. Bima ikut duduk di sana, menemani teman-teman anaknya yang datang menjenguk.

"Sayang, kamu makan dulu ya?" Chika menatap khawatir Hanna yang tampak masih pucat. Gelengan didapatkan sebagai jawaban.

"Makan dikit aja, ya? Habis itu minum obat, biar kepala kamu gak sakit. Ya?" Hanna menatap lekat Chika, bibirnya mengkerut menahan perasaan campur aduk di dalam sana.

Bagaimana bisa ia kembali pada tubuh Hanna lagi? Ia ingat betul, beberapa saat yang lalu ia kembali di tubuhnya sendiri, tubuh Kayla.

Kenapa sekarang kembali lagi pada tubuh Hanna?

HannaWhere stories live. Discover now