sembilan belas

37.9K 2.7K 45
                                    

Perasaan sedih, kecewa, marah, dan sesak menjadi satu memenuhi dada gadis itu.

Tangan kecil milik Hanna terangkat menyapu pipinya yang basah karena air matanya sendiri.

"Hiks, jahat banget, anjir," gumamnya pelan sembari terisak.

"Mentang-mentang gue anak cewek," Hanna semakin gencar mengusapi pipinya karena lelehan air matanya semakin deras.

Jari lentiknya bergerilya pada layar ponsel, menekan ikon galeri untuk mengecek sesuatu di sana.

Satu foto yang ia tangkap dengan kamera. Foto salah satu halaman dari buku usang yang tampak antik dan ajaib.

"Apa gue coba aja?"

Gadis itu seolah menimbang dengan kondisi wajah yang masih basah. Kepalanya mengangguk setelah beberapa menit diam.

"Kasian Regan, kalo harus hidup sama gue terus," gumamnya kemudian merapalkan sederet kalimat bercetak miring dengan bentuk huruf yang asing dalam foto tersebut.

Hanna mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, menunggu sesuatu terjadi.

Kosong.

Tidak ada yang terjadi.

Helaan nafas terdengar begitu berat, seolah tengah menahan beban berat yang entah apa.

"Berharap apa sih lo, Han?" rutuknya sembari merebahkan tubuh.

Hanna menekan pilihan hapus yang ada di galerinya.

Ia menghapus foto tersebut yang membuatnya meringis pelan.

Bagaimana bisa ia percaya dengan hal tidak masuk akal yang ia temui ketika membaca sebuah buku di perpustakaan?

Hanna menghela nafas berat lagi  melihat layar ponselnya yang kini menunjukkan foto dirinya yang diambil di sekolah tadi pagi.

Ting!

Notifikasi kiriman foto dari nomor tidak dikenal membuatnya mengerutkan kening.

Nomor ini selalu menghubunginya jika Regan berada di tempat balap atau club.

Ia sampai hafal saking seringnya walau nomor itu tidak ia simpan.

Dibukanya notifikasi tersebut. Terbukanya room chat dengan nomor asing itu, bebarengan dengan terbukanya pesan berisi foto Regan tengah meneguk minuman alkohol dengan latar ruangan berwarna merah ke biruan.

"Gak kapok-kapok ke tempat kayak gitu," gumamnya pelan sembari menggerakkan tangannya di layar ponsel.

Regan

pulang reg |
aku sendirian di rumah |

Hanna memandangi pesannya yang terkirim namun tak kunjung di baca itu cukup lama.

Beberapa saat tak mendapatkan balasan, Hanna segera men-dial nomor dengan nama kontak Regan dan mendekatkan benda pipih itu di telinganya.

Tidak diangkat.

Ia men-dial sekali lagi.

Tidak diangkat

Sekali lagi.

Kluk!

"Halo?" suara dengan nada tidak jelas itu terdengar.

"Kamu dimana?"

Hanna tetap memilih bertanya meski ia tahu cowok itu tengah berada di club. Selain karena ia tahu dari nomor tidak dikenal itu, suara dentuman musik di seberang sana menjelaskannya.

HannaWhere stories live. Discover now