dua puluh empat

28.4K 2.4K 118
                                    

Setelah seminggu dirawat, Hanna akhirnya diperbolehkan untuk pulang dengan syarat wajib kontrol ke psikiater anak dan remaja.

Memang, keadaan jiwa dan raga Hanna sudah terlihat seperti sedia kala. Tapi, tidak ada yang tahu mungkin gejala-gejala sebelumnya bisa saja datang lagi karena hal sepele.

Kini gadis itu masuk ke dalam rumahnya bersama dengan Chika yang berjalan di sampingnya.

Perempuan yang sebenarnya bukan ibu kandungnya itu sangat perhatian dan menyayanginya layaknya anak sendiri.

Sedang di belakang keduanya, ada sosok Regan juga Bima yang mengikuti. Mereka berdua membawa beberapa tas tenteng yang berisi keperluan selama Hanna dirawat di rumah sakit.

"Bunda, Hanna capek," dengan manja, Hanna bergelayut pada lengan perempuan itu.

Memang semenjak ia dirawat di rumah sakit, Chika setiap hari selalu menemaninya ketika Regan sekolah.

Bahkan terkadang Bima juga ikut datang jika pekerjaan kantornya selesai lebih cepat. Belum lagi Regan yang memang ia rasakan begitu perhatian padanya.

Hanna bagai kembali menjadi Kayla jika seperti itu. Ayah dan Bunda yang bagaikan Mama Papanya, serta Regan yang seperti Kak Bagas.

"Yaudah, Sayang. Kamu istirahat aja ya, di kamar kamu?" Chika menatap khawatir Hanna yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri. Mengelus surai lepek gadis itu yang memang belum sempat dikeramasi.

"Gapapa, Bun? Masa iya, Bunda di sini tapi Hanna malah di kamar aja?" Hanna menatap Chika merasa bersalah.

"Ya gapapa, dong. Kamu kan emang baru sembuh. Butuh istirahat dulu. Biar dianter Regan ya, ke kamarnya?" Hanna hendak menolak mendengar tawaran itu, tapi Chika keburu menoleh ke belakang.

"Kak, kamu anterin Hanna ke kamar gih. Biar istirahat dia, kasian pasti capek," Regan yang mendengar itu tanpa banyak menjawab menurut.

Cowok itu mengambil langkah untuk mendekat ke arah dua perempuan penting dalam hidupnya.

"Bunda, Hanna bisa sendiri kok," rengek Hanna yang sebenarnya tidak mau diantar Regan.

"Kamu masih belum fit, Sayang. Biar dianter Regan, ya?" jawab Chika sembari menggenggam tangan Hanna yang masih melingkar di lengannya.

"Ta-"

"Ayo!"

Regan melingkarkan tangannya pada pinggang Hanna, kemudian menarik gadis itu agar lebih dekat dengannya.

"Gue bisa jalan sendiri, kok!" Hanna berusaha menjauhkan tubuhnya, namun remasan kecil tangan Regan yang melingkari pinggangnya membuat ia segera merapatkan bibir.

"Udah, ayo," Regan berucap lembut sembari mengarahkan lengan gadis di sampingnya itu agar merangkul pinggangnya juga.

Posisi keduanya, semacam memapah atau hanya modus ya?

Chika yang melihat kelakuan Regan menoleh menatap Bima yang juga tengah memperhatikan kelakuan anaknya.

Bima yang sadar ditatap oleh istrinya, menatap balik.

"Biasa, anak muda," jawab Bima santai sembari melangkah mendekat ke arah Chika.

"Berarti mas dulu pas sekolah juga kayak gitu?" tanya Chika penuh selidik ketika suaminya sudah berada di dekatnya dan merangkul pinggangnya posesif.

"Ya enggaklah," Bima mencium sekilas pipi istrinya setelah membalas.

"Bohong!" Chika berusaha melepaskan tangan suaminya dan menjauhkan tubuh keduanya.

HannaWhere stories live. Discover now