6: Siapa dan Kenapa Dia...?

33.3K 3.1K 79
                                    

"Loh? Kok elo di sini?" Tanya Kara dengan nada tidak percaya melihat sosok yang dia lihat saat itu juga.

Arvia, sosok yang menyapa Kara dan Zafran, balik bertanya. "Kok kaget sih? Ya jalan lah, sama Bagas. Kebetulan gue lagi nyari bacaan baru buat nemenin terbang."

"Tapi, lo, bukannya..." Kara kehabisan kata-kata. Bukannya Arvi ada jadwal terbang hari Sabtu ini?

Arvi paham maksud dari kata-kata Kara yang tidak selesai.

"Ooh. Gue mendadak diganti shift sama senior. Pas mau ngajak pergi, Bagas keburu dateng jemput gue. Hehehe." Arvi memberi alasan pada Kara. Kara membalas canggung dengan senyuman malu-malu.

"Tapi ya Ra, gue nggak nyangka deh."

"Nggak nyangka kenapa?" Tanya Kara bingung.

Arvi mencolek lengan Kara, gemas. "Gue nggak nyangka ternyata kalian se-sweet ini kalo lagi jalan! Gilaaaa, gue nggak nyangka bakalan ngeliat seorang Ankara Putri Azalea pacaran di tempat umum! Sumpah ih gemay banget kaliaaan. Gemes banget liatnyaaa."

Seruan centil Arvi membuat Kara sedikit menjaga jarak dari Zafran. Zafran juga tampak salah tingkah karena seruan centil Arvi. Melihat dua orang di hadapan mereka salah tingkah, Bagas berkata, "udah Ay, udah. Nggak liat tuh mereka jadi salting?" Komentarnya setengah menggoda.

"Iya deh, iya. Mending kita tinggalin mereka aja yuk. Biar nggak salting lagi." Timpal Arvia, kompak ikut menggoda Kara. "Kita duluan ya!"

"Err, kalian nggak ikut makan sama kita aja? Kebetulan gue mau makan abis ini sama Kara." Tawar Zafran basa-basi. Kara berusaha mengontrol raut wajahnya untuk tetap biasa, tapi kelihatannya gagal. Bagas malah nyengir penuh arti setelah melihat Kara sekilas.

"Nggak deh, Zaf. Thanks. Gue sama Arvi abis ini langsung cabut ke Jakarta. Gue mau nganter Arvi ke Bandara sekalian besok mampir ke Sudirman. Biasa, meeting." Bagas menolak halus. "Lagian ya Zaf, cewek lo udah natap sinis kita berdua. Dia pasti nggak mau diganggu kencannya."

Kara langsung melotot mendengarnya. Padahal dia hanya enggan untuk berbohong lebih jauh lagi soal hubungannya dan Zafran. Zafran malah tertawa ngakak, lalu merangkul bahu Kara dengan tangannya. Lagi. Tindakan Zafran membuat wajah Kara menjadi lebih tegang. Lagi-lagi tangannya mendarat di bahu Kara.

"Oke deh, kalau begitu kita duluan ya." Zafran membawa Kara pergi dari hadapan Arvi dan Bagas. Dia membawa Kara mengantri di meja kasir.

"Err, bisa lepas rangkulan kamu nggak? Aku sebetulnya nggak suka dirangkul begini."

Zafran langsung melepas rangkulannya. "Aduh, maafin aku. Maaf banget. Aku ngerangkul kamu lagi, padahal kamu kan paling nggak suka dirangkul."

Ucapan Zafran membuat Kara bertanya. "Emang aku pernah bilang nggak suka dirangkul?"

"Nope. Kamu memang nggak pernah bilang. Tapi setiap tangan aku ada di bahu kamu, bahu kamu pasti kaku. Tadi aja, aku ngerasa bahu kamu tegang banget. Sekali lagi maaf ya." Ujar Zafran tulus.

Kara langsung menggeleng. "Nggak apa-apa kak. Santai aja. Sebetulnya bahu aku paling sensitif kalo disentuh. Kadang kalo ada orang yang nepuk bahu, aku bisa nampar orang itu tanpa pikir panjang."

"Trus? Kenapa aku nggak langsung dihajar waktu ngerangkul bahu kamu di resepsi Tiara sama Adi minggu lalu?" Tanya Zafran ingin tahu.

"Ya nggak mungkin lah aku ngehajar cowok yang jadi pacar aku di depan orang banyak. Bisa jadi pusat perhatian kalau aku ngehajar kakak di depan banyak orang."

Zafran mengulum senyum mendengar jawaban Kara. "Kamu khawatir aku jadi tontonan banyak orang?"

"Eng... enggak kok! Aku cuman, cuman takut kalau aku jadi pusat perhatian. Aku paling nggak suka diliatin banyak orang." Jawab Kara cepat. Diapun menyerahkan belanja bukunya pada petugas kasir. Kara memperhatikan buku-buku yang tengah dalam proses penghitungan.

Kejar TenggatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang