4: Siapa Dia?

35.5K 3.8K 92
                                    

Ini hanyalah sebuah cerita fiksi. Nama tempat dan wilayah aku rujuk nanti, walaupun ada di dunia nyata, semua ini hanya kisah yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata kita.
Thank you 🙏

Selamat membaca 😊

=============

Kara dan Zafran keluar dari gedung resepsi Tiara dan Adi yang masih saja ramai dikunjungi tamu undangan. Waktu masih belum genap jam sembilan, tapi mereka berdua memutuskan untuk meninggalkan tempat sesegera mungkin.

Sulit untuk keluar dari kepungan teman-teman Zafran begitu saja. Ketika berusaha menghindar dari teman-teman SMP Kara, Kara bisa saja berkelit mau naik ke atas pelaminan karena belum salam dengan pengantin. Begitu berhadapan dengan teman-teman Zafran, mereka semua langsung menggoda Zafran saat Zafran minta izin pamit duluan bersama Kara.

"Deuuh buru-buru amat sih pak. Santai aja kali, Zaf. Kita kan belum foto bareng anak-anak." Komentar salah satu teman Zafran yang Kara tangkap.

Belum lagi, Arvi menahan Kara untuk tetap berada di dalam gedung resepsi. Padahal, pacarnya, Bagas, sudah datang setelah acara pernikahan saudaranya selesai. Arvi juga nantinya akan pulang bersama Bagas, bukan bersama Kara. Arvi menggunakan alasan yang hampir sama dengan alasan teman Zafran untuk menahan Zafran tetap tinggal, yaitu foto bersama teman-teman alumni SMP Glorious, teman-teman dari Tiara.

Namun Kara tetap teguh ingin pergi dari sini.

"Duh engga deh. Gue duluan ya Ar? Nanti kita ngobrol lg deh via chat." Bisik Kara pada Arvi.

"Yaaah, ya sudah deh," Arvi lantas menyunggingkan senyum nakal. "Pengen manja-manjaan sama abangnya ya?"

Kara melempar tawa hambar, membalas godaan Arvi.

"Sorry, sorry. Duluan ya semuanya!" Zafran sibuk menyalami teman-temannya. Kara juga mohon pamit dengan menganggukkan kepalanya pada beberapa orang. Untuk mempercepat langkah, Zafran lagi-lagi meraih tangan Kara dan menggenggamnya dengan jemari saling bertaut.

Sambil melewati para tamu undangan yang menyesaki area resepsi, Zafran menuntun Kara hingga mereka menapaki pelataran parkir. Zafran menuntun Kara sampai ke tempat Kara memarkirkan mobilnya. Mereka berhenti persis di depan mobil Kara.

"Boleh lepasin tangan saya?"

Zafran langsung melepas genggaman tangannya. "Eh, maaf maaf. Kamu nggak nyaman ya?"

"Sangat. Sejujurnya, saya nggak nyaman sejak awal kamu datang, lalu merangkul bahu saya. Kita kan tidak saling mengenal." Ujar Kara mengeluarkan unek-uneknya.

Zafran hanya tersenyum. Penuh misteri. Dia bukannya membalas unek-unek Kara.

"Kenapa kamu bisa tahu nama lengkap aku? Kenapa kamu mendadak rangkul bahu aku? Memangnya kita saling kenal? Kamu siapa sih sebenarnya?"

Zafran tidak menjawab pertanyaan Kara karena pertanyaan Kara hanya ditanyakan di dalam kepala Kara. Dia masih memendam pertanyaan-pertanyaan tadi karena Zafran tidak membalas unek-uneknya.

"Gimana kalo kita makan dulu? Nggak apa-apa kan kalau aku ngajak kamu makan?"

"Makan?" Gumam Kara mengulang. "Terus mobil saya gimana?"

Zafran menaikkan alisnya. "Kamu bawa mobil?"

Kara mengangguk. "Memangnya ke sini nggak bawa mobil?" Lalu kenapa menyeretku sampai ke sini, ke parkiran? Kara sama sekali tidak mengerti.

"Aku tadi nebeng sih sama temen. Aku malah berniat mau manggil taksi online nih, makanya aku ngajak kamu sampai sini. Kamu bawa kendaraan?"

Kara menunjuk mobilnya. "Ini mobilnya."

Kejar TenggatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang