[Special Part] It's D-Day!

25K 2.1K 20
                                    

Sebelum epilog, mari baca bagian spesial terlebih dahulu.

Enjoy~

Jangan lupa apresiasinya ya 😊
Terima kasih 😁

○●○●○●○●○

"If live is a movie, then you're the best part."

Kalau hidup ini diibaratkan sebuah layar lebar, maka Kara telah menemukan salah satu bagian terbaik dalam hidupnya.

Bertemu dengan Zafran adalah salah satu bagian terbaik dalam hidupnya saat ini...

"Saya terima nikahnya Ankara Putri Azalea binti Kersen Fajar Andalusia dengan mas kawin tersebut, tunai!"

"Bagaimana saksi? Sah?"

 "SAH!"

 "SAH!"

"Alhamdulillahi rabbil 'alamin," usai ijab kabul sah, doa dipanjatkan oleh penghulu, saksi, pengantin pria, Ayah, Bunda, Uwa Naya, Zafrian, dan segenap tamu undangan yang menyaksikan jalannya akad nikah.

Di waktu yang sama, tepatnya dibalik pintu ballroom tempat akad sekaligus resepsi yang ak  dilaksanakan, Kara melepas raut tegang yang sejak tadi menghantuinya. Ia ikut mengamini setiap untaian doa yang terucap. Berulang kali pula Kara mengucap syukur. Mendengar ijab kabul Zafran yang harus diulang sekali karena salah menyebutkan mas kawin, Kara sempat cemas.

Karen, yang sejak tadi mendampingi, mengusap lengan adiknya dengan sayang. "Tegang ya Ra, tadi?"

Kara mengangguk. Karen tersenyum. Dia juga ikut tegang ketika saksi memutuskan ijab kabul pertama Zafran tidak sah karena kurang lancar menyebut mas kawinnya.

Pasti grogi, batin Karen. Lucunya, dia langsung teringat akad nikahnya dengan suami. Cukup satu kali ijab kabul, menyebutkan nama lengkapnya dengan lancar dan mas kawin, dengan penuh percaya diri.

Karen mendadak rindu, rasanya ingin duduk di samping suaminya saat ini.

"Selamat ya Ra, kamu sekarang resmi jadi istri orang. Semoga ini yang terakhir. Jangan kayak kakak sama suami kakak. Kamu sama Zafran harus saling dukung. Saling sayang. Saling perhatian. Jangan berantem mulu. Oke?" Pesan Karen.

"Kak," Kara mendesah tidak percaya mendengar perkataan kakaknya. "Berantem juga diperlukan buat jadi bumbu perekat. Hubungan kalau lurus terus, nggak ada tantangannya."

"Iya deh, iya. Bijak banget deh sekarang."

"Pengantin wanita dipersilakan untuk hadir bersama kita, duduk di samping pengantin pria..."

"Itu tandanya, Ra. Kita masuk sekarang." Pihak Wedding Organizer telah menghampiri mereka, yang duduk tidak jauh dari pintu masuk. Selagi menunggu pintu masuk terbuka, Kara dan Karen menunggu pintu terbuka lebar.

"Kak!" Kara tiba-tiba memanggil Karen, sebelum mereka benar-benar melangkah masuk.

Karen menoleh. "Hmm?"

"Makasih ya, kak. For everything."

Karen malah tertawa. Dia pernah merasakan perasaan sentimental ini saat menikah dan Karen memaklumi tingkah absurd adiknya kali ini. Setiap wanita yang menikah pasti pernah merasakan momen sentimental yang tidak bisa mereka deskripsikan secara gamblang.

"So absurd, sis. Your welcome, darl. Harusnya kakak yang berterima kasih karena punya adik kayak kamu. Now you belong to someone else. Your man."

Kara merinding. Mengingat fakta bahwa ia tidak lagi milik keluarganya, milik orang tuanya, melainkan milik suaminya. Zafran. Tanggung jawab Kara kini dipegang sepenuhnya oleh lelaki yang tengah berdiri menanti kehadirannya di depan pelaminan, tepat di tengah-tengah ballroom.

Begitu masuk ke dalam, Arvia ikut mengantar Kara menuju ke tengah. Karen di kanan, Arvia di kiri. Langkah yang Kara ambil begitu dinikmati. Setiap satu langkah, Kara mengenang seluruh momen yang terjadi setahun terakhir bersama Zafran.

"Congrats ya, Ra." Bisik Arvia selagi mereka melangkah. Pelan saja, hanya Kara yang mendengar. Ingin rasanya, Kara memeluk sahabatnya dan membalas ucapan tersebut.

Dia benar-benar bahagia. Sangat.

Dan Kara tidak mampu mendeskripsikan kebahagiaan yang kini dia rasakan.

Akhirnya, Kara berada tepat di hadapan Zafran, yang tampak gagah dengan beskap ala Sunda, serasi dengan kebaya dan siger Sunda-nya. Lucunya, mereka baru saja berpisah, beberapa jam usai melaksanakan prosesi Malam Bainai. Tapi entah kenapa, rasanya seperti berpisah berminggu-minggu sampai Zafran tercengang melihat sosok Kara.

"Cantik banget," bisik Zafran lirih, yang membuat Karen dan Arvia nyaris ngakak melihat absurd-nya tingkah sepasang pengantin ini. Kara tidak kalah absurd karena dia terus menundukkan pandangan matanya setiap bertatapan dengan Zafran.

Usai menandatangani berkas, memasang cincin, serta menerima mas kawin yang disebutkan Zafran, waktunya mengabadikan momen akad mereka bersama keluarga dan kerabat yang hadir. Waktunya terbatas, sebelum mereka bersiap dan berganti kostum untuk sesi resepsi. Baru akad saja, Kara sudah mulai merasakan wajahnya kram karena kebanyakan senyum. Beruntung, pihak MUA dan kostum segera meminta pengantin dan orang tua pendamping untuk segera berganti baju.

"Hai Rara, istriku." Bisik Zafran, ketika mereka akan berganti kostum di tempat sebelumnya.

"Halo juga suami." Balas Kara pelan. Zafran tidak tahan untuk merangkul dan mengecup pipi Kara selagi mereka berjalan. Belum sempat Zafran mengecup bibir istri, punggungnya menjadi sasaran amuk Bu Naya, yang menyadari niat dari keponakannya.

"Aa Jep, astagfirullah! Meni teh sabar ih nungguan malem!" sahut Bu Naya, begitu memukul punggung Zafran selagi berjalan. Pukulannya lumayan keras hingga Zafran mengerang kesakitan.

"Atuh, Wa. Kan udah resmi ini, makanya boleh nyosor-nyosor juga. Lagipula, Jep teh sabar buat...AWWW!" Zafran kembali dihadiahi sebuah pukulan telak di punggung oleh Bu Naya. Kara yang memperhatikan mereka hanya bisa tersenyum simpul. Zafrian, yang bertindak sebagai wali bagi kakaknya, hanya bisa menggelengkan kepala.

"Atuh nya si Aa! Mulut eta mulut!"

"Maklumin lah, Wa. Si Abang nggak sabar menantikan hari ini, makanya begitu." Ujar Zafrian, berniat menggoda. Kara melirik orang tuanya, Ayah dan Bunda berulang kali menggelengkan kepala mereka melihat tingkah menantunya yang tidak sabaran.

"Sudahlah, Jeng Nay. Namanya juga anak muda, lagi bahagia." Sahut Bunda pada teman arisan yang kini jadi besannya. "Dia dikejar tenggat, mau bikin cucu buat kita."

Mendengar ucapan Bunda, Kara langsung melotot horor. Zafran mendadak batuk-batuk hebat, tersedak liur sendiri. Yang lain, tertawa puas melihat tingkah pasangan pengantin yang tampak kikuk.

Jadi, kejar tenggatnya masih belum selesai?

Apa perlu resepsi kedua ditiadakan?

"Ra, resepsi keduanya dibatalin aja yuk! Kita minta bulan madu full buat usaha mengejar tenggat Bunda." Bisik Zafran, seolah mendengar kata hati Kara.

Kara sendiri sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Mengejar tenggat demi mempertemukan Bunda dengan cucunya dari rahim Kara.

Entah kenapa, bukan bahagia yang dia rasakan. Kara justru sedih mengingat tenggat Bunda juga tidak lama lagi.   

Bandung, 12.05.2018

Kejar TenggatWhere stories live. Discover now