12 (#2): First Date!

20.6K 2.3K 29
                                    

(Lanjutan dari 12 (#1). Happy reading 😊)

=========

Kara merasa langkah kakinya lebih ringan setelah menggunakan sepatu. Selain ukurannya yang pas, sepatu yang dikenakan juga ringan. Mungkin karena baru dipakai pertama kali.

"Kamu suka sama sepatunya?" Tanya Zafran begitu melihat langkah Kara yang tidak lagi aneh seperti sebelumnya.

Kara mengangguk penuh semangat, "Banget! Sepatunya enak banget! Warnanya juga serasi lagi sama pakaian aku."

"Pakaian aku juga," tambah Zafran kemudian merangkul bahu Kara. Sontak, tubuh Kara menegang karena sentuhan Zafran di bahunya.

"Ah sorry! Kamu kan paling nggak suka dipegang bahunya." Zafran lupa kalau bahu Kara sedikit sensitif jika disentuh. Kara hanya meringis.

"Maaf ya Kak, bahu aku memang nggak bersahabat sama sentuhan siapapun."

"Nggak apa," Zafran lantas meraih tangan Kara dan menggenggamnya dengan jemari saling bertaut satu sama lain.

"Kamu lebih suka kan digenggam kayak gini?"

Kara akui, dia sangat menyukai Zafran ketika menggenggam tangannya. Walau baru beberapa kali mereka saling menggenggam tangan, Kara seperti menemukan tameng kuat yang mampu melindunginya.

"Seperti yang Bunda kamu bilang, Ra. Mungkin nggak ada salahnya kita mencoba."

"Mencoba untuk?"

"Mencoba untuk melangkah ke tahap serius."

Kara membelalakkan matanya. Dia menatap Maksud kakak, tu..."

"Tunangan?" Zafran melanjutkan. Dia hanya tertawa kecil seraya berkata, "Kalau kamu nggak keberatan sih, kakak mau aja."

Kara melotot horor. Jelas bukan jawaban itu yang ingin dia dengar.

"Tapi kak, tunangan tuh nggak main-main loh kak. Masa kakak gitu aja bilang iya sama permintaan Bunda?" Dan Kara merasakan pipinya mulai merona merah. Pipinya menghangat di tengah dinginnya AC Mal kala mengingat lagi satu jam lalu.

Kembali ke satu jam lalu, kejadian yang membuat Kara mendadak blushing kala mengingat lagi. Di mobil Zafran, Kara duduk di samping kemudi sedangkan Bunda di bagian belakang. Zafran yang menawarkan diri untuk mengantarkan Bunda sampai ke depan rumah Bu Naya yang hanya beda lima rumah dari rumah Kara.

Di dalam mobil, Bunda sempat menyinggung hubungan Kara dengan Zafran. Kara tahu persis kalau Bunda begitu mengharapkan kabar baik dari hubungan mereka.

"Nak Zafran serius sama Kara nggak?" Tanya Bunda setelah Zafran masuk ke dalam kemudi mobilnya.

"Memangnya kenapa Tante?" Zafran balik bertanya sambil memasukkan persneling untuk menjalankan mobil.

"Panggil Bunda aja, jangan Tante. Kan tadi udah bilang." Tegur Bunda. Persis seperti cara Zafran menegur Kara setiap Kara memanggil Zafran dengan sebutan kakak, bukan Abang.

"Eh iya, memangnya kenapa... Bunda?" Zafran segera meralat panggilannya. Terdengar canggung.

"Jawab dulu. Kamu suka sama Kara? Serius deketin dia untuk menjalin hubungan?"

Pertanyaan Bunda membuat Kara tidak tinggal diam untuk bersuara.

"Bunda," Kara merajuk manja pada Bunda, meminta Bunda berhenti menanyakan hal itu pada Zafran. Namun jawaban Zafran membuat Kara tidak mampu berkata-kata.

"Saya suka sama Kara. Saya harap Tante, eh maksudnya, Bunda tidak keberatan saya deketin Kara untuk jadi calon istri saya."

Kara tidak bisa menutup rasa kagetnya mendengar jawaban Zafran pada Bunda. Zafram serius? Ini bukan lagi sandiwara. Ini sungguhan!

Kejar TenggatWhere stories live. Discover now