44. Pretty Farewell

272K 40.8K 23.4K
                                    


Terselenggaranya Irregular Music Festival dengan baik bukan berarti mereka lepas dari segala masalah. Saat ini, di bangku taman kampus, lima orang petinggi himpunan sedang duduk berhadapan, memikirkan masalah paling pelik dari acara kemarin.

Doyoung, Naya, Hendery serta pengurus Departemen Keuangan Renjun dan Chenle sibuk membuka lembaran kertas dan mencorat-coretnya.


"Kita defisit kak." ujar Renjun sambil memperlihatkan laporan keuangan ke Doyoung dan Naya.

Kedua ujung tombak himpunan tersebut membaca total kekurangan dari acara kemarin, masih berjumlah belasan juta.

"Ini kita utangnya ke siapa?" tanya Naya. "Ke vendor atau ke siapa?"

"Ngga kak, kalo ke vendor semuanya udah lunas kok. Ini utangnya ke anak-anak yang kemarin patungan buat nutupin biaya." jelas Hendery.


"Kok lo ngga cerita dari awal kalo acara ini kekurangan dana? Kan kalo lo ngomong dari awal kita bisa lebih gencar nyari sponsornya, atau kita bisa batalin salah satu artis buat nekan biaya. Ini kesannya jadi maksain Dry, ngga punya duit tapi ngundang artis-artis mahal." Doyoung berusaha berkomentar seobjektif mungkin.

"Iya sorry kak." jawab Hendery. "Tadinya juga kita kira bakal ketutup di akhir acara, ternyata sampe penjualan tiketpun masih tetep kurang. Anak-anak cuma mau acaranya berhasil dengan maksimal."

"Gue mau bilang makasihhh banyak, lo sama anak-anak lo udah mengupayakan segala hal yang terbaik buat acara ini. Tapi gue rasa kalo akhirnya kita defisit dan banyak utang kemana-mana ya jadi jelek juga Dry, kan kasian anak-anak lo juga duitnya jadi kepake." ujar Naya.

Hendery hanya diam menunduk, kepalanya dipenuhi dengan rasa bersalah sekaligus bingung bagaimana menyelesaikan permasalahan ini.


"Pake duit gue aja deh." Chenle yang sedaritadi diam melihat rekan-rekannya sakit kepala, angkat suara.

"Pake duit lo aja gimana?" tanya Naya.

"Iya pake duit gue aja kak, yang penting kita ngga defisit kan? Maksudnya ya yang penting uang-uang ini balik ke anak-anak yang nutupin keperluan acara pake duit pribadi mereka kan?" tanya Chenle.

"Ya iya Le, tapi masa pake duit lo?" respon Renjun. "Ini nominalnya ngga kecil."

"Gapapa, gue ada kok segitu di tabungan. Daripada pusing mikirinnya." sahut Chenle lagi.


"Jadi maksudnya lo mau nalangin dulu buat bayar ke anak-anak, kemudian acara jadi punya utangnya cuma ke satu orang doang ke elo gitu?" tanya Naya, masih belum terlalu paham dengan maksud omongan Chenle.

"Ngga kak, gue bukan minjemin. Gue mau ngasih." jawabnya membuat Naya menganga tidak percaya.

"Lagian lo kenapa ngga bilang dari awal sih kalo kekurangan dana? Kalo tau dari kemarin-kemarin kan gue bisa bantu." omel Chenle ke Hendery.

"Ngga ngga ngga." jeda Naya. "Le jangan deh, bener kata Renjun, ini nominalnya gede."

"Gapapa kak." jawab Chenle lagi. "Anggap aja ini sumbangan."

"Le sumbangan sih sumbangan, tapi ngga sampe belasan juta juga." ujar Renjun, ikut menolak.


"Chenle." panggil Doyoung. "Gue tau maksud lo baik mau bantu acara ini, dan gue juga tau lo orangnya dermawan banget. Tapi gue rasa ngga perlu Le, gue takut anak-anak jadi keenakan ngga mau usaha buat cari dana kalo lo selalu mengajukan diri buat ngasih sumbangan, apalagi dengan nominal yang besar."

Chenle mengerucutkan bibirnya, sedikit sebal niat baiknya ditolak. "Yaudah tapi gue pengen tetep nyumbang kak, tapi ngga sampe belasan juta deh."

"Berapa?" tanya Renjun.

HIMPUNANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang