spin off: hati dan februari

278K 36.5K 7.8K
                                    

Doyoung point of view, berkaitan dengan chapter 42 & 43

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Doyoung point of view, berkaitan dengan chapter 42 & 43

-


Melihat sekeliling dengan tangan terlipat di depan dada, gue mengerjapkan mata berkali-kali, menahan rasa kantuk yang menyerang karena malam sudah larut.

Pukul 1 pagi, dan kami masih sibuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk acara besok. Panitia mondar-mandir, sebagian menyelesaikan apa yang mereka tahu sebagai pekerjaannya, sebagian lagi berusaha membantu sebisa mungkin.


"Lo ngga balik?" gue bertanya pada Naya yang masih terlihat sibuk membantu Mark menyiapkan materi untuk disampaikan ke media partner di hari esok.

"Lo ngga balik?" bukan menjawab, Naya malah mempertanyakan hal yang sama.

"Nanti aja." jawab gue, padahal gue memang sudah berniat untuk menginap, memastikan venue aman dan semua pekerjaan rampung sebelum pagi menjelang.

"Yaudah gue juga nanti." jawabnya ringan, membuat gue memperlihatkan jam tangan yang melingkar di lengan. Berpura-pura tidak paham dengan maksud yang ingin disampaikan, dia malah bertanya.

"Apa?"

Gue mengetuk jam tangan tiga kali, "udah pagi. Pulang."

"Lo juga belum pulang." jawabnya melawan.


Gue menghela nafas, mengedarkan pandangan mencari panitia perempuan yang masih tinggal di dalam venue. "Cewek-cewek pulang, udah pagi! Yang stay disini biar cowok-cowok aja!"

Bukan hanya panitia perempuan, tapi semua yang berada di dalam venue langsung melihat ke arah gue yang berteriak cukup lantang; mungkin sisa pelatihan vocal saat masa kejayaan di Komisi Disiplin masih gue miliki.

Beberapa wajah terlihat sangat lelah, mungkin mereka sudah bekerja dari lama, atau mungkin mereka juga tengah memikirkan kesibukan lain selain ini. Hidup tidak melulu tentang organisasi mahasiswa.

"Yang mau pulang, pulang." ujar gue mengganti perintah. "Yang cowok juga kalo capek pulang. Yang mau stay, stay."


"Ada yang bisa nganterin cewek-cewek pulang ngga?" teriak gue lagi.

Yuta berjalan menghampiri kemudian menyampirkan tas di pundak, "gue yang nganter deh, cukup empat orang. Sekalian gue izin cabut dulu ya, nanti gue balik lagi."

"Mau kemana lo?"

"Biasa." jawabnya sambil menunjukan wallpaper handphone-nya; foto dia dan pacar.

Gue hanya menggeleng sambil tertawa tipis,"udah pagi mau ngapain sih?"

Yuta hanya tertawa memperlihatkan barisan giginya. "Rahasia," jawabnya berbisik.

Paham akan kewajiban Yuta di ranah tersebut, gue mempersilahkan dengan satu syarat. "Yaudah, yang penting atur dulu biar anak-anak cewe bisa dapet tebengan semua."

HIMPUNANWhere stories live. Discover now