Bab 9, Order di Tengah Malam

672 141 19
                                    

Ting

Denting lembut notifikasi dari ponsel tidak mengganggu santaiku. Aku mengabaikan bunyi itu. Setelah melirik sekilas jam di dinding, aku melanjutkan menikmati bacaanku. Hampir tengah malam. Tapi novel yang kubaca semakin terasa menantang untuk diteruskan. Maka aku terus membaca.

Ting

Kulirik lagi jam di dinding. Lewat tengah malam. Dan aku terus membaca. Sampai kantuk serius mengganggu bacaanku. Kuletakkan novel di nakas. Bersebelahan dengan ponsel. Dan kebiasaanku adalah mengecek ponsel sebelum mematikan datanya. Mengurangi radiasi di dekatku.

Ketika mengecek itulah baru kuingat denting lembut yang dua kali berbunyi. Nomor belum terdata. Bukan hal yang aneh. Mungkin pelanggan baru yang akan order kue. Sudah kukatakan sebelumnya kan, bahwa sosial mediaku adalah Mimosa Cakery.

+6281xxxx xxxx : Hi

+6281xxxx xxxx : Hai

Hanya dua kata itu saja.

Mimosa Cakery : Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?

Bukan jam kerja normal. Bisa saja aku tak membalasnya sekarang. Tapi kadung chat-nya terbuka, tanda checklist di layarnya kemungkinan sudah berubah warna. Sangat wajar jika aku tidak membalas chat di tengah malam. Tapi lebih baik langsung kujawab saja. Takut besok aku lupa.

+6281xxxx xxxx : Mo...

Siapa?

Dia kenal aku?

+6281xxxx xxxx : Aku telepon ya? Vcall?

Mimosa Cakery : Maaf, siapa ya?

+6281xxxx xxxx : Capek Mo. Capek banget. :(

Siapa?

Mimosa Cakery : Maaf, salah sambung ya?

Tak lama ponselku bergetar. Nomor itu. Spontan kusentuh ikon hijau sebelum deringnya mengganggu malam. Dering ponsel membuatku terburu-buru ingin mematikan ponsel, bukan ikon merah, malah hijau yang kusentuh. Lalu aku menyesal. Sangat menyesal. Telepon iseng di tengah malam. Aku layani. Seperti tidak ada kerja lain saja.

"Mo..."

Aku tidak menjawb. Berusaha mengenali. Suara kelelahan.

"Mo..."

"Ya?"

"Mimosa..."

"Ya?" Aku mulai mengenali. Ketika dia mendesah berat, kusebut namanya. "Shaq?"

"Capek, Mo."

"Shaq? Dapat nomor gue dari mana?"

"Penting gitu?"

"Dari mana?" Memaksa.

Dia menarik napas malas. "Dari plang toko lah."

"Ohh..." Oh, iya, aku lupa. Di plang itu semua data sosmed Mimosa Cakery tertulis lengkap.

Diam.

"Lapar, Mo. Kue lu masih ada nggak?"

"Lu di mana?"

"Di kantor."

"Mau ke sini?"

"Mau. Tapi kerjaan gue belum kelar. Kalau gue pulang bakalan nggak balik ke kantor lagi."

"Sudah jam segini masih kerja aja."

"Terpaksa. Teman yang satu sakit yang satu bokapnya meninggal."

"Ohh..."

"Vcall ya, Mo?"

"Apa bedanya sih?"

Tak lama wajahnya terlihat di layar.

Ruang Rindu [16+ End]Where stories live. Discover now