Bab 25, Tak Ada Bukti

685 125 12
                                    

Pagi datang seperti biasa. Hanya aku merasa begitu penuh tapi terasa kosong.

Kasar, kusambar ponsel di ranjang yang tertindih tubuhku sepanjang malam. Tak ada telepon atau pesan darinya.

Brengsek!

Kubuka semua notifikasi yang masuk. Mataku tiba-tiba seperti disiram air dingjn ketika melihat nama Shaq Rajendra dengan logo f. Langsung kuketuk saja dan tersambung ke aplikasi facebook messenger.

Damn!

Dia menghubungiku.

Shaq Rajendra : Mo, kapan kamu ada waktu?

Shaq Rajendra : Kebun Raya?

Kubiarkan chat terbaca tapi tak kubalas. Terlihat bahwa chat itu masuk tak lama dari kami berpisah.

Untuk apa dia menghubungiku?

Wanita memang makhluk rumit yang menyebalkan. Semalam aku kesal karena dia tidak menghubungiku. Sekarang aku memaki karena dia mengajakku pergi.

Aku tak peduli!

Saat ini aku hanya ingin mengikuti mauku saja. Aku ingin memaki dan mengamuk. Apa pun yang dia kerjakan pasti akan kumaki dan kuamuk!

Dengan kaki menandak lantai, aku memulai hari. Hari yang dimulai dengan mood yang berantakan. Entah akan berakhir seperti apa hari seperti itu.

Sejak Mimosa Cakery memiliki coffee shop, aku lebih banyak mengawasi saja. Tapi meracik tetap tanggung jawabku. Dan icing rumit yang lebih pas disebut menggambar tetap menjadi tugasku.

Biasanya terasa biasa saja. Hanya rutinitas yang bisa dikerjakan oleh robot. Tapi hari ini tidak. Aku setengah mati berupaya terlihat biasa. Menekan semua yang kurasa. Aku berhasil. Sampai jam kerjaku selesai semua aman terkendali.

Tak ada lagi tiga jamku. Gantinya aku mengeram di kamar tanpa jadwal. Sejak Shaq pergi, Ibu mengawasiku seperti pittbull. Memang semakin ke sini semakin longgar. Itu dibuktikan dengan lancarnya hobi baruku berjalan. Ibu tak lagi menjaga toko. Walau kecil, kami memiliki-anggap saja-manajemen toko. Sekarang Ibu lebih banyak bersosialisasi. Tapi Ibu tentu masih sering menjaga toko, hanya saja sekarang lebih mudah bagi kami untuk meninggalkan toko.

Dan malam ini, setelah makan malam, kunikmati waktuku di kamar. Kubuka pesannya. Dia beberapa kali memanggilku.

Perlukah kublokir? Bahkan kami belum berteman.

Aku benci perempuan sepetti aku sekarang.

Nggak jelas!

Lama kupandangi chat itu. Mungkin aplikasi ter-update bisa membaca aura wajah sehingga tak lama kupandangi chat itu mendenting.

Shaq Rajendra : Mo

Shaq Rajendra : Kamu masih blokir nope aku.

Shaq Rajendra : Chat di sini aja.

Shaq Rajendra : Jangan dilihatin aja.

Shaq Rajendra : Reply dong.

Shaq Rajendra : Seharian di-read doang.

Shaq Rajendra : Sekarang dipantengin aja.

Aku menarik napas panjang.

Mimosa Cakery : Besok

Aku ingin semua segera selesai. Kalau perlu dengan jelas.

***

Tak perlu kuceritakan bagaimana caraku bebas dari pertanyaan Ibu. Yang penting sekarang aku sudah dalam perjalanan menuju apartemennya [titik]

Ruang Rindu [16+ End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang