01

127K 7.1K 257
                                    

Zea Andara Alexander anak bungsu keluarga Alexander. Hidup sebagai anak perempuan satu-satunya tidak membuat dia merasa paling spesial. Kehadirannya di anggap pembawa sial oleh keluarga besar Alexander. Entah kesalahan apa yang Zea lakukan di masa lalu.

Hidupnya hanya dijadikan pembantu di rumahnya sendiri, kadang Zea di hukum atas apa yang bukan kesalahannya.

"Kapan semua ini akan berakhir? Tuhan, hanya satu yang aku minta, cukup jadikan hidupku lebih layak. Hanya itu, tetapi kenapa sangat sulit untuk-Mu mengabulkannya" kata Zea sambil mendongak menatap langit malam.

Malam yang dingin tidak membuat Zea kembali masuk ke dalam rumah, dia masih menikmati rasa dingin yang membuat ngilu tulang-tulangnya.

Ini sudah biasa untuk Zea Andara Alexander, setiap malam dia akan datang ke taman yang berada di perumahannya setelah semua orang yang berada didalamnya sudah tidur.

Zea tidak cukup berani untuk keluar rumah saat semua orang masih berlalu lalang, karena Zea tahu jika dia melakukan itu, Zea bisa mendapatkan hukuman dari orang yang paling dia cintai, ayahnya.

Setelah mulai merasakan dingin yang tidak berkesudahan, Zea meninggalkan taman itu untuk kembali ke rumahnya.

Saat di pertengahan jalan, Zea melihat ada sebuah buku yang tergelatak begitu saja. Kemudian Zea berjongkok dan mengambil buku itu, ternyata itu sebuah novel. Zea yang memang suka membaca langsung saja membawanya pulang.

Saat Zea sudah sampai di rumahnya, dia langsung berjalan kearah tangga, karena kamar Zea berada di lantai dua. Saat Zea sudah berada di anak tangga kesepuluh, tiba-tiba lampu yang tadinya mati langsung menyala.

"Dari mana saja kamu anak sialan!!" teriakan itu semakin mengagetkan Zea. Zea tidak berani membalikkan badannya, Zea sudah hapal dengan suara itu, suara yang paling dia nantikan untuk memanggil namanya, ayahnya.

"Jawab kalau ditanya!!! Mau bisu kamu!"

Zea memberanikan diri untuk membalikan badannya, ternyata yang berada disana bukan hanya ayahnya, tetapi hampir semua anggota keluarga Alexander berada disana, yang memang seperti tengah menunggu kedatangannya.

"Maaf ayah, tadi Zea hanya mencari angin sebentar" jawab Zea sambil menunduk, Zea memang tidak akan berani untuk menatap langsung pada ayahnya.

"Bohong yah, paling tuh anak ngelont" kata Anissa, Anissa adalah anak angkat bibi Zea, yang otomatis adalah sepupu Zea juga, meskipun bukan sepupu kandung.

Anissa memang terlihat sangat tidak menyukai Zea, alasannya, Zea terlalu sempurna. Untung saja keluarga Alexander tidak terlalu menyukainya, jadi Anissa tidak terlalu takut untuk dibuang kembali.

Anissa juga salah satu orang yang sering menyebabkan Zea di hukum, semua kesalahan yang di lakukan Anissa selalu di limpahkan pada Zea, dan Zea juga tidak pernah membuka mulut jika bukan dirinya yang melakukannya, sehingga menyebabkan keluarganya menganggap jika Zea yang benar-benar melakukan kesalahan itu.

Sebenarnya bukan tidak pernah, dulu saat pertama kali Zea dihukum atas kesalahan Anissa, Zea selalu mencoba menyakinkan keluarganya jika bukan dirinya yang melakukan itu, tapi mata dan telinga keluarga Alexander seolah tertutup rapat untuk mencari kebenarannya. Semenjak itu, Zea tidak lagi membela dirinya jika dia dihukum bukan atas kesalahannya.

"Benar yang diucapkan Nisa, Zea?" tanya perempuan yang sudah berjuang melahirkan Zea ke dunia ini.

Zea menggeleng ribut, "enggak bun, Zea daritadi memang di taman. Zea gak kemana-mana lagi"

"Terus ini apa? Kamu kecil-kecil sudah berani menjual diri ya!! Hukuman apa yang pantas untuk anak seperti kamu?!" kata ayah Zea sambil melemparkan sebuah poto yang memperlihatkan Zea yang berada di pangkuan laki-laki yang cukup matang.

Zea menggeleng, air matanya sudah mengalir deras. Tidak, untuk kali ini, Zea tidak akan mengalah. Dia akan mencoba untuk membela dirinya.

"Enggak yah, bun. Zea mana mungkin melakukan hal seperti itu, bukannya kalian juga melarang Zea untuk keluar rumah. Terus gimana ceritanya kalau Zea pergi ke tempat seperti itu?" kata Zea sesegukan.

"Bukannya kamu sering kabur setiap semua orang sudah masuk kamar masing-masing?" tanya Anissa sok polos. "Buktinya, hari ini kamu melakukannya juga" lanjut Anissa.

"Tapi aku gak pergi ke tempat kaya gitu Nisa, aku cuma pergi---"

Plakk..

"Berhenti bicara omong kosong!! Apa uang yang saya kasih tidak cukup untuk menghidupi kamu, sampai kamu harus menjual diri kamu seperti itu. Harusnya kamu bilang sama saya jika membutuhkan uang, meskipun saya tidak suka dengan kamu, tapi saya tidak bisa menyangkal jika di dalam diri kamu, mengalir darah saya" kata Bima, ayah Zea.

"Kamu tidak boleh keluar kamar selama seminggu, dan jangan pernah meminta makanan jika kamu tidak diberi. Anggap saja itu hukuman untuk kamu karena berani menjual diri" kata Bima sambil meninggalkan ruang keluarga.

Semua orang juga kembali ke kamarnya, kecuali Anissa. Dia masih berdiam diri di tempatnya, setelah semua orang benar-benar masuk ke kamar, Anissa mendekati Zea.

"Gimana Zea, suka dengan pertunjukan dari gue?" kata Anissa menyeringai pada Zea.

"Maksud kamu apa Nisa?" tanya Zea.

"Haha, gak usah pura-pura bodoh Zea. Gue tahu lo ngerti sama apa yang gue ucapkan, tapi karena gue lagi baik, gue bakal kasih tahu sama lo. Gue yang kasih poto itu sama ayah Bima setelah gue edit sedemikin rupa" kata Anissa.

"Udah aku duga, sebenarnya kenapa kamu selalu melakukan itu Nisa? Padahal aku gak pernah cari masalah sama kamu, kenapa kamu begitu membenciku?" tanya Zea, dia sudah lelah dituduh yang tidak-tidak, padahal bukan dia yang melakukannya.

"Karena gue iri sama lo! Kenapa lo harus terlahir jadi perempuan satu-satunya di keluarga Alexander? Harusnya, itu gue! Tapi untung aja bibi lo yang bodoh itu ngangkat gue jadi anaknya, jadi ya gini hasilnya, lo di benci sama seluruh keluarga Alexander" setelah mengatakan itu, Anissa langsung pergi ke kamarnya. Dia tidak akan takut jika Zea mengadu, karena Nisa bisa membalikan keadaan.

Satu hal yang tidak Nisa sadari, jika pembicaraannya dengan Zea telah di dengar oleh seseorang, dia abang pertama Zea, Sean.

"Maafin abang dek, abang lebih percaya sama Nisa yang bukan siapa-siapa abang dari pada kamu adik abang sendiri. Maaf juga kalau abang gak bantu kamu tadi, padahal abang tahu kalau kamu benar-benar pergi ke taman, abang lihat semuanya. Tapi dengan bodohnya abang gak bela kamu, abang malah diam kaya patung" gumam Sean sambil melihat Zea yang sedang menaiki tangga sambil terisak. Tanpa sadar, Sean juga menitikan air matanya.

____

Extra Love Story Donde viven las historias. Descúbrelo ahora