34

27.4K 2.7K 80
                                    

Mora termenung di dalam kelas, kenapa tadi saat dia melihat Guntur ada perasaan sesak didadanya.

Apa mungkin Mora yang asli sudah kembali? Tapi kenapa Mora merasa biasa saja, selain rasa sesak yang ada didadanya.

"Huh, moga aja kalau emang Mora yang asli udah kembali, gue juga bisa balik ke tubuh gue yang dulu."

"Gue kangen mereka, meski gue gak yakin mereka kangen sama gue."

Bukan maksud Mora untuk tidak bersyukur karena diberikan kehidupan yang lebih layak, hanya saja bagaimana pun dia hanya seorang anak yang rindu dengan kedua orangtuanya.

Meski tidak punya teman dan kenangan manis tentang keluarga, tapi entah kenapa Mora merasa ada seseorang yang sedang menunggunya disana. Bukan keluarga, tetapi entah siapa?

"Hayohh, ngelamunin apa lo pagi-pagi?" tanya Vio.

Mora kembali dari dunia lamunannya, suara cempreng sahabatnya ini sudah melebihi suara toa masjid.

"Kepo!"

Vio mendelik, "dih. Udah untung gue tanya."

Mora terkekeh, dia menatap Vio yang sedang memalingkan wajahnya. "Ulululu, cabat aku lagi ngambek ceritanya. Jajan yuk, biar ngambeknya ilang."

Vio berdecak menatap pada Mora, "lo kira gue anak kecil yang kalau ngambek bisa dibujuk sama jajan!"

"Tapi kalau lo maksa, ya udah. Mumpung gue juga lagi laper."

Mora menatap cengo pada Vio yang sudah jalan mendahuluinya, "lah, siapa yang paksa dia. Gue cuman basa basi doang padahal."

"Mora cepetan! Keburu bel masuk bunyi!" teriak Vio didepan pintu.

Mora dengan terpaksa beranjak dari kursinya, padahal lima menit lagi bel masuk berbunyi. Tapi tidak apalah, sesekali menyenangkan sahabatnya yang disini sebelum dia benar-benar kembali pada dunianya yang semula.

"Bawel! Gas lah."

Vio dan Mora berjalan beriringan di koridor, tenang saja. Mereka tidak jalan di koridor yang biasa dilewati oleh guru, karena mereka berdua tahu jika mereka akan berakhir membolos.

Ya, meski mereka harus berjalan memutar. Tapi tidak masalah, dari pada harus dihukum sampai jam istirahat nanti. Yang ada mereka berdua kering seperti ikan asin.

Sesampainya mereka di kantin, Vio langsung berlari menuju stand bakso. Maklum, bagi Vio bakso number one.

"Bu, baksonya dua sama teh manisnya juga dua ya."

"Siap neng, ditunggu aja ya."

Vio mengangguk, dia akhirnya menunggu di meja yang sudah terisi oleh Mora.

"Lo yakin mau makan disini?" tanya Mora.

Vio mendengus, "ya kali. Cari mati kalau kita makan disini. Udah tahu guru bk suka keliling, ditambah sama anak osis."

Mora hanya ber'oh' ria saja, dia pikir Vio akan makan di kantin. "Terus kita makannya dimana?"

Vio tersenyum misterius, kemudian mendekatkan dirinya pada tubuh Mora. "Lo bakal tahu nanti."

Mora merasakan perasaan yang tidak enak, dia curiga jika Vio akan menyusahkannya nanti.

"Kenapa lo natap gue kayak gitu? Naksir?"

"Dih, amit-amit. Alexo gue lebih kemana-mana dibandingkan lo. Yakali orang secantik, sehumble, sebaik, sedermawan, sesetia gue belok. Apa kata dunia?!"

Vio tertawa, mengangguk-anggukan kepalanya. "Bener sih, kalau lo belok. Apa kata dunia, seorang Alexo bertunangan dengan Mora yang ternyata tidak menyukai laki-laki. Ya ampun, mau di taruh dimana muka Alexo."

Extra Love Story Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα