39

25.1K 2.6K 34
                                    

Alexo geleng-geleng kepala mendengar Mora dan Vio yang tertawa sambil mendengarkan rekaman tadi. Ternyata tunangan dan sahabatnya jahil juga.

Alexo kira keduanya memang bersimpati dengan Airin, ternyata pemikiran Alexo terlalu tinggi.

"Anjir, curhat dia ceritanya sama kita? Kita tadi juga ladenin, padahal dalam hati mengaminkan." kata Vio sambil terus-terusan memutar rekaman tadi.

Mora mengangguk, "dia gak mikir apa gimana? Ngapain curhat sama musuh, ntar kalau di apa-apain nangis lagi."

"Benar banget. Lo ngomong kayak gitu membuat ilham dalam diri gue terbuka." kata Vio sambil menaik turunkan alisnya.

"Apaan tuh?"

Vio tersenyum penuh misterius, kemudian berbisik pada telinga Mora.

Mora ikut tersenyum, "pintar juga lo. Ntar kalau si Airin ngamuk, kita salahin aja yang dibelakang. Pasti tuh anak gak akan berani, yang ada di keluarin dari sekolah lagi."

Alexo tersenyum, tidak mengapa jika mereka menumbalkan dirinya. Asal tidak ada yang berani dengan mereka berdua. Selagi Mora happy, Alexo akan melakukan yang terbaik.

Alexo mendekati keduanya, kemudian mengacak rambut Mora. "Anything for you, lakukan apapun yang mau kamu lakukan. Tapi ingat, jangan sampai ada lecet sedikitpun. Atau kamu bakal tahu akibatnya."

Mora mengangguk dengan semangat, "pasti. Dan makasih udah bebasin aku."

Alexo tersenyum, "selagi kamu bahagia, lakukan. Aku akan selalu dibelakang kamu."

Vio berdehem dengan keras, "plis deh. Kalau lo berdua mau mesra-mesraan, tunda dulu bisa?! Gak menghargai kaum single aja."

Alexo terkekeh, tangannya terulur mengacak rambut Vio. "Makanya cari pacar sana."

Vio menghempaskan tangan Alexo, sambil cemberut dia menatap kakak kelasnya itu. "Gak usah diacak-acak! Emangnya lo kira cari pacar kayak jajan gorengan? Lagian gue maunya yang kayak lo tahu gak, yang bisa melakukan apapun untuk pasangannya."

"Gue kenalin ketemen gue mau? Tapi emang gak sama kayak gue, tapi dia baik. Gue jamin lo pasti gak akan nyesel."

Mora menatap datar keduanya, jujur saja Mora kesal dan CEMBURU! Kenapa sekarang malah mereka yang pamer kemesraan didepan Mora. Mana di depan tunangannya sendiri lagi.

Vio menyenggol tangan Alexo, "cemburu kayaknya tuh bang. Bibirnya maju gitu."

Alexo menoleh, melihat Mora yang memang mengerucutkan bibirnya. Kemudian Alexo terkekeh, "gak usah cemburu gitu kali. Aku sama Vio gak ada apa-apa."

"Emangnya kamu pikir dulu kamu sama aku langsung ada apa-apa gitu? Kita juga dulunya gak ada apa-apa, tapi sekarang buktinya kita sampai tahap tunangan. Mungkin kalian berdua juga mau nyusul?" sinis Mora.

Vio tertawa terbahak-bahak, "lo cemburu lihat kedekatan gue sama bang Alexo? Menurut gue gak usah, buang-buang waktu sama tenaga tahu gak?"

Mora mengerutkan keningnya, "bukannya lo panggil Alexo kakak ya? Kenapa jadi abang?"

Alexo tersenyum simpul, menarik Mora untuk masuk kedalam pelukannya. "Kamu mau tahu satu rahasia gak? Vio itu sepupu aku dari pihak ibu." kata Alexo setelah mengecup rambut Mora.

Mora mendongak, menatap wajah tampan tunangannya. "Kok aku gak tahu?"

"Karena Vio emang minta buat dirahasiain, dia gak mau dihormati sama orang lain. Makanya semua orang yang ada di sekolah ini gak ada yang tahu jika kami berdua saudara."

Mora mengangguk, "oh. Bagus deh, tadinya mau aku laporin sama bang Marcel. Biar kamu di marahin."

Alexo terkekeh, "kalau sama bang Marcel. Aku bukan di marahin lagi, tapi di pukulin."

Extra Love Story Where stories live. Discover now