35

26K 2.5K 71
                                    

Part ini khusus dunia Zea🤗

••••

Sean sedang menunggu adiknya yang belum juga bangun dari tidur panjangnya.

Tatapan Sean sangat sendu, dia rindu dengan adiknya ini. Kapan Zea akan bangun dari tidur panjangnya? Apa belum cukup dengan semuanya?

Sean yang sedang menggenggam tangan adiknya merasa ada pergerakan dari tangan yang dia genggam.

"Z, kamu bangun?"

"DOKTER... Adik saya tangannya gerak" teriak Sean sambil keluar dari ruangan Zea.

Bima yang baru saja datang, terkejut mendengar ucapan Sean. Dia buru-buru memanggil dokter yang terdekat dengan dirinya, tidak peduli dokter spesialis apapun itu.

Setelah selesai memeriksa, dokter itu menatap keluarga pasien.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Bima.

Dokter spesialis jantung itu menghela napasnya, padahal ini bukan tugas dia tapi dengan seenak jidatnya keluarga Alexander menarik dirinya, ralat, menyeret dirinya.

"Pasien sudah melewati masa komanya, hanya tinggal menunggu dia sadar."

Sean menghela napasnya pelan, dia kira adiknya sudah mau membuka mata. "Kira-kira berapa lama lagi adik saya bisa membuka matanya?"

Dokter itu mengangkat bahunya acuh, "saya bukan tuhan. Jadi saya tidak tahu kapan pasien akan bangun, berdoa saja semoga pasien bisa sadar dalam waktu dekat."

"Kalau begitu saya keluar dulu. Jika nanti pasien menunjukan tanda-tanda bangun, segera panggil dokter yang menangani pasien selama ini. Jangan asal menyeret dokter." kata dokter itu menepuk pundak Sean dua kali.

Setelah itu dokter spesialis jantung itu keluar dari ruangan Zea. "Kalau aja mereka bukan keluarga Alexander, pasti saya congkel jantung satu-satunya milik mereka."

Sean mendekati brangkar Zea, tangannya mengambil tangan Zea yang terbebas dari infus. "Cepet bangun adeknya abang. Nanti kita main bareng ya."

Bima menatap sendu anak pertamanya, Sean. Bima tahu Sean sangat menanti adiknya untuk segera sadar, agar dia bisa memanjakan adik satu-satunya itu.

Bima juga sama, dia ingin Zea segera sadar. Tidak peduli dengan ada atau tidaknya sosok yang akan di panggil 'bunda' nantinya.

°°°°

Nisa uring-uringan di kamar, entah kenapa Sinta seperti orang lain. Sinta yang awalnya selalu memanjakan dirinya, sekarang tiba-tiba malah keras terhadapnya.

"Ihhh, sebenarnya mamah kenapa sih? Kenapa dia gak pernah izinin gue buat keluar rumah akhir-akhir ini? Biasanya juga gak masalah asal ingat pulang."

Tok... tok.... tok...

"Sayang, kamu didalam?"

Nisa dengan malas beranjak dari kasurnya, pasalnya Sinta sangat tegas. Jika sekalinya ditanya tidak menjawab, dia bisa dimarahi.

"Kenapa mah?" tanya Nisa setelah membuka pintu.

Sinta langsung masuk ke kamar anaknya. Matanya mengedar menatap satu persatu barang yang ada di kamar Anissa.

Nisa berdecak, "mamah sebenarnya ada apa kesini? Gak mungkin cuman lihat-lihat kamar Nisa. Karena mamah jelas tahu apa aja yang ada di kamar Nisa."

Sinta berdehem, menatap anak perempuannya. "Hari ini papah gak akan pulang, dan mamah juga akan keluar. Kamu baik-baik di rumah."

Nisa mengerutkan keningnya, "mamah mau kemana? Tumben keluar, biasanya paling males. Mau shopping ya?"

Sinta menggeleng, "gak usah kepo. Mamah cuman sebentar aja kok."

Extra Love Story Where stories live. Discover now