05

69.4K 5.6K 117
                                    

Typo tandain.

Setelah perdebatan tadi di dapur, Zea tidak ada di rumah. Dia bilang ingin pergi ke supermarket dan Sean pun mengizinkannya. Karena sudah waktunya Zea mendapat keadilan di rumahnya sendiri.

Sean sudah menyiapkan rencana untuk membongkar kelakuan Anissa selama ini, supaya nanti saat Zea pulang ke rumah, dia disambut oleh seluruh keluarganya. Penuh dengan pelukan keluarganya, itu harapan Sean.

Sean sudah mengatur sedemikian rupa supaya seluruh keluarga besar Alexander berkumpul, karena takutnya nanti ada pro dan kontra hanya karena tidak melihat langsung.

"Jadi ada apa kamu nyuruh kita semua kumpul disini?" tanya kepala keluarga Alexander, kakeknya Sean dan Zea.

Sean menghela napasnya pelan, sekarang waktu yang tepat untuk memperjuangkan keadilan buat Zea, semangat Sean. Ucapnya dalam hati.

"Sebelumnya mohon maaf kalau Sean ngumpulin kalian mendadak, tapi ini memang sangat penting. Dan yang udah dateng, makasih banget. Dan Sean mohon supaya kalian percaya sama apa yang akan sean omongin."

"Sean cuman mau bilang, orang yang kalian sayang itu adalah orang yang salah. Sean bingung awalnya, apa yang menyebabkan kalian lebih menyayangi anak pungut kel--"

"Sean jaga bicara kamu, yang kamu bilang anak pungut itu sepupu kamu" sentak Bima.

"Ayah dengerin Sean dulu, Sean gak akan asal menyebut yah. Bukannya Anissa memang anak pungut, dia di pungut oleh bibi. Jadi dimana letak kesalahan Sean yah?"

"Dan lagi, apa ayah tahu kalau Anissa ini anak dari musuh bisnis ayah? Sean yakin kalau ayah gak tahu. Anissa Putri Alexander, ah atau lebih tepatnya Anissa Citra Daniarta. Anak dari Revan Zack Daniarta, musuh ayah"

Nisa menegang, Sean sudah mengetahui semuanya? Tapi bagaimana bisa? Keluarga Fernando sudah menutup rapat-rapat identitas dirinya, apa mereka lengah? Sial, kalau begini Nisa tidak akan bisa bertahan di keluarga ini.

"Jangan bohong kamu Sean, gak mungkin Nisa anak Revan. Jelas-jelas dia anak panti" sangkal Sandra.

Sean sudah menduga jika akan banyak yang membela Anissa, tapi Sean sudah memprediksi dari awal jika ini bakal terjadi. "Sean gak bohong mah, Anissa ini anak dari Revan, musuh bisnis ayah."

"Kalau gak percaya, Sean bakal buktiin" kata Sean sambil mengutak ngatik ponselnya, tidak lama setelah itu semua ponsel keluarga Alexander berbunyi, tak terkecuali Nisa.

Mereka mengambil ponsel masing-masing dan menonton video yang dikirim oleh Sean.

"Papah tenang aja, keluarga mereka itu bodoh. Jadi gak akan tahu kalau Nisa ini anak papah, karena mereka udah percaya kalau Zea yang anak papah."

Revan mengelus surai putrinya, "Kamu benar sayang, biarin mereka menyiksa anak perempuan itu. Supaya nanti orang yang menghancurkan keluarga Alexander adalah keluarga Alexander sendiri. Kita cukup nikmati pertunjukan itu."

Nisa mengangguk, "papah benar. Dan musuh papah bakal hilang selamanya."

"Gak sia-sia dulu papah membayar perawat yang mengatakan kalau putri kami tertukar, karena akhirnya papah akan segera melihat mereka hancur" Revan tertawa membayangkan keluarga Alexander hancur di tangan putrinya sendiri.

"Iya, dan aku bakal kuras harta mereka. Sayang dong kalau mereka di bikin bangkrut percuma."

"Kamu harus hati-hati mulai sekarang, papah merasa selalu diikuti belakangan ini. Dan jangan sampai mereka mengetahui siapa kamu sebenarnya sebelum rencana kita berjalan sebagaimana mestinya."

Terlihat Nisa mengangguk, kemudian dia beranjak dan meninggalkan papahnya.

"Kalian udah lihat kan? Anak yang kalian bangga-banggain itu gak lebih dari orang yang pengen lihat kalian hancur. Buka mata kalian, anak yang selama ini kalian acuh kan justru putri satu-satunya di keluarga Alexander. Sekarang Sean bahkan gak yakin kalau Zea mau menyandang marga Alexander."

"Itu semua pasti bohong, bang Sean udah gak sayang sama aku lagi. Hiks.. Aku gak mungkin ngelakuin itu ayah, udah jelas-jelas aku anak panti yang gak tahu siapa orangtua aku, hikss.." Nisa mencoba menyangkal, dia tidak mau rencana yang sudah dia susun dengan ayahnya hancur berantakan.

"Jadi selama ini kamu bohongin kita? Kamu pura-pura jadi orang yang polos padahal niat asli kamu mau hancurin keluarga Alexander! Apa mau kamu sebenarnya sialan!" Bima tidak terima dengan semua ini, putri kecilnya selalu dia hukum dan dia siksa. Ayah macam apa dia ini, anak sendiri pun dia tidak tahu yang mana.

Nisa menghapus air mata palsunya, toh juga sudah terbongkar. Jadi mau gimana pun juga semua bakal berakhir disini. "Yah, padahal rencananya mau sampai kalian bunuh putri kalian. Tapi gara-gara anak pertama kalian semuanya harus terbongkar hari ini. Tapi gak papa, karena gue yakin kalau Zea bahkan gak akan sudi buat lihat kalian lagi."

Sean tidak terima dengan ucapan Nisa, adiknya tidak seperti itu. Zea selalu memaafkan apapun kesalahan mereka, jadi gak menutup kemungkinan sekarang juga Zea akan memaafkan mereka kembali.

Meski terdengar egois, tapi Sean tidak peduli. Yang penting adiknya harus tetap ada dalam jangkauannya, cukup selama enam belas tahun Zea merasa asing dengan keluarganya sendiri.

"Zea gak akan pernah seperti itu, dia tidak sama seperti kayak lo. Adik gue itu tahu atitude."

Nisa menatap Sean dengan pandangan remeh, "yakin?! Dengan apa yang kalian semua lakuin selama ini sama dia?! Dia bakal maafin kalian gitu aja, ya ampun. Ingat loh, ini dunia nyata, bukan fiksi. Lo semua kira memaafkan itu segampang membalikan telapak tangan."

Sandra menatap Nisa dengan tatapan benci, "ini semua juga gara-gara kamu. Kalau aja kamu gak bicarin yang enggak-enggak tentang anak saya, kami semua gak akan membenci dia sampai seperti ini."

Nisa tertawa remeh, "salah gue? Bukannya lo semua yang terlalu bodoh sampai kemakan omongan gue. Kalau lo emang orangtua yang baik, gak mungkin langsung ngejudge anaknya gak baik hanya karena mendengar ucapan orang lain. Pastinya bakal cari tahu dulu kebenarannya. Kalau pun emang itu anak gak baik, bukannya biasanya orangtuanya itu selalu menutupi dengan uang yang mereka punya."

Mereka semua terdiam, memang benar jika selama ini mereka tidak pernah peduli dan mencari kebenarannya setelah suster yang menangani Sandra melahirkan dulu mengatakan jika anaknya tertukar dengan Revan. Bahkan Bima dulu hampir menitipkan Zea ke panti asuhan.

"Diem kan? Udah lah, sadar diri itu juga perlu. Jangan bisanya cuman nyalahin orang lain. Lagian orang lain gak akan bisa masuk kalau pintunya tertutup rapat, tapi kalian dengan bangganya membuka pintu itu lebar-lebar. Jadi jangan salahin gue sama papah gue kalau masuk melawati pintu dengan gampangnya."

Zea yang baru kembali dari supermarket mendengar ucapan Anissa, maksudnya apa? Apa semuanya sudah terbongkar? Zea buru-buru naik ke lantai dua.

Nisa yang melihat Zea datang langsung berlari menuju Zea, "hai Zea, gimana rasanya pas tahu kalau keluarga lo udah tahu yang sebenarnya. Seneng gak? Seneng dong bisa kumpul sama mereka lagi. Tapi jangan harap, karena gue gak biarin itu terjadi." Nisa mendorong Zea, di belakang Zea ada tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua. Karena letak ruangan keluarga itu ada dilantai dua.

Tubuh Zea terguling-guling, sampai akhirnya Zea merasa tubuhnya remuk dan pandangannya buram. Sebelum menutup matanya, Zea bergumam. "Aku ingin bahagia, tuhan"

"ZEA...."

_____

Extra Love Story Where stories live. Discover now