07

68K 5.4K 15
                                    

Setelah seminggu Zea berada di rumah sakit, akhirnya hari ini dia sudah diizinkan untuk pulang. Berbicara tentang keluarganya, ternyata Zea memang berada di keluarga Federick. Entah bagaimana caranya sampai membuat jiwanya berada di dalam novel black white ini. Dan yang lebih mencengangkan lagi, Zea memasuki tubuh yang Zea harapkan. Karena biasanya, jika cerita transmigrasi yang selalu Zea baca tidak sesuai dengan harapan.

Zea juga sudah terbiasa dipanggil Mora, bahkan Zea senang bisa menjadi bagian dari diri Mora. Tapi sampai sekarang Zea masih bingung, bukannya Mora tidak memiliki tunangan? Kenapa sekarang jadi punya. Huh, membingungkan.

"Sayang"

Zea menoleh, ternyata Alexo. Alexo memang setiap hari menemani Zea, ah, maksudnya menemani Mora. Karena sekarang Zea berada di tubuh Mora. "Kenapa?"

Alexo mendekat, kemudian duduk di samping Mora. Kita panggil Zea dengan Mora mulai sekarang.

"Kamu yang kenapa? Kenapa pagi-pagi udah melamun? Mikirin apa?"

Mora menggeleng, kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu Alexo. "Cuman lagi mikir aja, andai kalau aku ingat tentang kita. Mungkin kita gak akan secanggung ini."

Tangan Alexo terulur mengusap rambut tunangannya, "gak usah dipikirin. Kalau pun nantinya kamu gak ingat lagi, kita masih bisa buat kenangan yang baru kan? Jangan kamu jadiin beban, ingat kesehatan kamu belum benar-benar pulih."

Zea merasa senang sekaligus kasihan, senang karena sekarang dia bisa merasakan yang namanya kasih sayang. Tapi Zea juga kasihan pada dirinya karena kasih sayang itu sebenarnya ditunjukan untuk Mora, bukan untuk Zea.

Sebenarnya Zea heran, bukannya Mora ini suka mengejar-ngejar pemeran utama yah? Tapi kenapa sekarang malah jadi tunangan sama sahabat pemeran utama? Malah udah dari SMP lagi. Jadi selama ini Mora mengejar laki-laki lain di depan tunangannya sendiri dong? Wah gak bener ini, emang seganteng apa pemeran utama sampai Mora harus mengejarnya. Tunangannya aja udah bukan kaleng-kaleng.

Zea jadi tidak sabar melihat semua tokoh black white, apa lagi Guntur. Kalau tuh anak ganteng tapi masih di bawah Alexo, Zea rasa Mora di guna-guna. Ya kali kan kalau udah ada yang sempurna di genggaman, tapi malah ngejar yang gak pasti.

"Kamu akhir-akhir ini suka melamun, kenapa?" tanya Alexo saat melihat lagi-lagi Mora melamun.

Mora cengengesan, "jadi pulangkan? Aku udah bosen disini" kata Mora mengalihkan pembicaraan.

"Jadi."

Mora turun dari brangkar, "yaudah ayo. Aku udah pengen cepet-cepet ketemu kasur."

Alexo mengangkat alisnya sebelah, "ini juga kasur." tunjuk Alexo pada brangkar.

Mora menatap malas Alexo, "tolong ya, bapak Alexo yang terhormat. Kasur rumah sakit itu gak senyaman kasur milik sendiri. Vibesnya beda."

Alexo justru tertawa geli, dari dulu tunangannya memang tidak suka dengan rumah sakit. Tapi sering banget menginap disana. "Ya deh, tapi kita nunggu abang kamu dulu. Tadi dia bilang mau ikut jemput kamu."

Mora mengangguk, "mommy sama daddy gak ikut jemput aku?"

"Gak, mereka nyambut kamu nanti di rumah."

Hanya itu obrolan mereka, setelah itu hening. Alexo fokus dengan usapan tangannya di rambut Mora, dan Mora yang memejamkan matanya saat merasakan perasaan nyaman saat Alexo mengusap rambutnya.

Ceklek..

"Elah, malah mesra-mesraan nih bocah dua. Jadi balik gak? Kalau enggak gue tinggal nih?" kata Marcel yang bersiap akan keluar lagi.

"Eh, jadi lah. Aku udah bosen disini terus." cegah Mora. Ya kali dia gak jadi pulang hari ini, udah tahu hari ini yang Mora tunggu-tunggu.

"Ya udah ayo, jangan mesra-mesraan terus."

Mora menatap sengit Marcel, "abang kayanya jomblo deh."

Marcel membelalakan matanya, "heh, mulutnya."

"Ya lagian, dari tadi ngomongnya jangan mesra-mesraan terus. Kelihatan banget gak bisa mesra-mesraan karena gak ada pasangannya." Mora menjulurkan lidahnya pada Marcel, setelah itu Mora langsung berlari keluar ruangannya. Takut di amuk.

Bukannya marah karena di ejek, Marcel malah senang. Adiknya sudah bisa mengekspresikan dirinya. "Heh, bocil. Jangan lari, lo kan baru keluar dari rumah sakit. Lo mau balik lagi ke kamar ini apa?" teriak Marcel saat ingat jika adiknya baru akan keluar dari rumah sakit.

"Tunangan lo gak pernah mau di atur, heran" ucap Marcel pada Alexo yang masih berada disana.

"Adik lo." Alexo menyusul Mora setelah mengucapkan kata barusan.

Marcel hanya mengusap dadanya, "sabar gue mah, punya dua bocil kaga ada akhlak dua-duanya. Kurang sabar apa lagi coba."

Marcel akhirnya keluar dari ruangan Mora dengan membawa tas keperluan Mora selama di rumah sakit. Saat sampai di parkiran, tuh dua bocil sudah stand by di kursi penumpang.

Setelah menyimpan tas keperluan Mora di bagasi, Marcel langsung menuju kursi kemudi. "Pindah satu ke depan, di kira gue supir apa? Cepetan!" dan di acuhkan olah keduanya.

Marcel menghela napasnya kasar, punya bocil gak ada akhlak ya kaya gini. Udah di jemput, gak tahu diri lagi. Untung aja Marcel sayang sama adiknya ini, kalau enggak udah Marcel buang di pinggir jalan.

_____

Extra Love Story Where stories live. Discover now