02

74K 5.9K 82
                                    

Saat ini Zea sedang membaca novel black white yang dia temukan saat pulang tadi, Zea bertindak seakan sebelumnya tidak ada masalah apapun, karena saking seringnya dia di perlakuan seperti itu.

Setelah menamatkan bacaan novelnya, Zea termenung.

"Andai jika kehidupanku sama dengan Amora, mungkin kehidupanku akan enak. Meski hanya sebatas figuran" kata Zea tanpa sadar.

"Aiss, ngomong apa aku barusan. Mana mungkin aku bisa jadi Amora, Amora hanya tokoh fiksi yang diciptakan penulis" kata Zea memukul kepalanya pelan.

Zea menyimpan novel itu pada laci nakasnya, kemudian dia berbaring di kasurnya. Zea menatap kosong langit-langit kamarnya. Sampai tak sadar jika matanya memberat dan tak lama setelah itu, dia tertidur.

Setelah beberapa saat Zea tertidur, ada seseorang yang memasuki kamarnya. Orang itu menatap Zea sendu, dada dia sesak saat mengingat kelakuan dirinya pada adiknya.

Orang itu duduk disamping tubuh adiknya, tangannya terangkat mengelus rambut Zea.

Tanpa sadar, orang itu menitikan air matanya. Kenapa dulu dirinya begitu bodoh, dia lebih percaya pada orang lain dari pada adiknya sendiri. Sekarang mungkin semuanya sudah terlambat untuk meminta maaf pada adiknya.

Adik yang dia sia-sia kan, sekarang tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Gadis yang sopan tanpa ajaran dari siapapun. Adiknya, belajar sendiri untuk tetap bertahan hidup di dunia yang keras ini.

Andai dirinya sadar dari awal. Atau, andai dirinya mempercayai adiknya, mungkin hubungan dia dan adiknya akan lebih baik dari sekarang.

Dirinya hanya bisa berandai-andai. Semoga adiknya bisa memaafkan dirinya.

"Maafin abang ya dek. Andai dulu abang lebih percaya sama kamu, mungkin abang gak akan canggung kalau mau bicara sama kamu. Sekarang abang terlalu malu untuk meminta maaf sama kamu, abang takut kalau hati kamu sudah membuat benteng untuk keluarga kita. Bahagia selalu ya dek, sekarang abang akan selalu percaya sama kamu" kata Sean, abang pertama Zea.

Setelah Sean mendengar pembicaraan Zea dan Anissa, dia langsung mencari bukti. Bukan karena tidak percaya dengan apa yang mereka bicarakan, hanya saja, Sean mencari bukti untuk menyingkirkan Anissa dari keluarga Alexander.

Dirinya tidak sudi di keluarga Alexander ada orang playing victim, dan hebatnya lagi, semua keluarga Alexander mempercayai ucapan wanita ular itu. Atau mungkin, karena keluarga Alexander bodoh?.

'Lo tunggu aja bitch, gak lama lagi, lo bakal di usir dari keluarga Alexander!!! Dan kamu tenang aja dek, abang yang akan menjamin kalau kamu akan di perlakuan seperti ratu di rumah ini' batin Sean menatap Zea sendu.

Sean tidak memaksa Zea untuk memaafkan mereka semua, tetapi Sean hanya menginginkan adiknya tetap berada di rumah ini. Sean tidak peduli meski nanti adiknya akan menatap keluarga Alexander dengan tatapan benci.

°°°

Pagi harinya, Zea merasa dirinya semalam mimpi jika abang pertamanya datang ke kamarnya. Di mimpi itu juga, Zea merasa abangnya mengelus rambutnya.

Zea cukup senang merasa elusan tangan abangnya pada rambutnya. Meski itu hanya mimpi, namun tak urung membuat Zea senang. Senang bisa merasakan apa yang sering dirasakan oleh Anissa bisa dia rasakan lewat mimpinya.

Sampai Zea tak sadar jika dia sampai menitikan air matanya hanya karena merasa senang bisa merasakan elusan tangan abangnya, meskipun tidak Zea rasakan langsung.

"Jadi seperti itu yang dirasakan Anissa, ternyata memang menyenangkan. Pantas saja selama ini Anissa merebut itu semua" kata Zea.

"Huhh, sudah Zea. Jangan menangis, ini memang sudah jalan takdir kamu. Jadi semangat!!! Ayo kita buktikan pada mereka semua, jika kamu bisa tanpa mereka" kata Zea menyemangati dirinya sendiri.

_____

Extra Love Story Where stories live. Discover now