04

70.1K 5.5K 23
                                    

Setelah sarapan, Zea langsung pergi ke taman belakang tempatnya menyendiri. Zea masih memikirkan sikap Sean yang tiba-tiba berubah baik padanya, bahkan Sean berbicara sangat lembut padanya.

Dari lubuk hati Zea, dia merasa senang dengan perubahan abang pertamanya itu. Tapi Zea sudah tidak mau berharap lagi, takutnya saat dia sudah terbuai dengan sikap Sean padanya, Sean hanya mempermainkan dirinya.

Zea tidak bisa menerima itu semua, bagi Zea perhatian mereka semua palsu. Zea juga bingung apa kesalahannya sampai keluarganya membenci dirinya. Kalau hanya karena Anissa, itu tidak mungkin. Karena sebelum ada Anissa pun, sikap mereka sudah seperti itu pada Zea.

"Setan emang nih keluarga, masa anaknya sendiri aja di terlantarin. Kalau gue udah gak ada, hati-hati aja lo semuanya nyesel se nyesel-nyeselnya" kata Zea mengepalkan tangannya.

Meski bibir Zea mengatakan hal itu, tapi hatinya tetap mengatakan jika dia berharap untuk di perhatikan sebelum semuanya terlambat. Sebelum Zea benar-benar menyerah dengan hidupnya yang hanya di penuhi dengan bentakan dan siksaan.

°°°°

Nisa mondar mandir di kamarnya sambil menggigit kuku jarinya, dia sedang memikirkan cara untuk membuat Sean kembali memihak dirinya. Meskipun ada atau tidak adanya Sean di pihaknya itu tidak terlalu berpengaruh, tapi Nisa tidak ingin ada seseorang yang berada di pihak Zea. Dia hanya ingin Zea selalu sendirian.

"Apa yang harus gue lakuin? Gimana caranya supaya Sean balik lagi memihak gue? Apalagi tadi waktu sarapan, Sean kelihatan mulai menyayangi Zea"

"Gak-gak, Sean harus tetap memihak gue gimana pun caranya! Bahkan kalau gue harus bunuh Zea sekalipun!" kata Nisa sambil melihat dinding di depannya dengan tajam.

°°°°

Setelah Sean mengetahui sifat asli Nisa, dia langsung mencari tahu tentang kehidupan Nisa. Dan yang membuat Sean tercengang, Nisa sebenarnya masih mempunyai keluarga. Bukan itu yang membuat Sean terkejut, Nisa ternyata anak dari musuh keluarga Alexander.

Sean yakin, jika keluarganya tahu siapa sebenarnya Nisa. Mereka akan sangat marah besar, belum lagi mereka selalu menuruti apapun yang Nisa katakan.

Sean tersenyum, dia sudah memiliki bukti yang kuat untuk membuat Nisa di usir dari keluarga Alexander. Dan Sean berharap, Zea bisa menggantikan Nisa.

"Tunggu kehancuran lo bitch!!"

°°°

Selama satu minggu Sean selalu gencar mendekati Zea, bahkan dia rela tidak datang ke kantor hanya untuk menemani Zea yang ditinggal sendiri di rumah oleh yang lain.

"Abang ngapain sih ngikutin Zea terus dari tadi? Zea juga gak akan kemana-mana, paling ke dapur doang" kata Zea yang sudah jengah melihat kelakuan abang pertamanya.

Sean hanya cengengesan, "kan kalau kamu kenapa-napa, abang bisa langsung nolongin"

Zea memutar bola matanya malas, bukannya tak sopan, tapi jika kalian menjadi dirinya, kalian juga pasti bakal ngelakuin ini. Sean itu sudah kaya bodyguard aja, tidak sekali pun mengalihkan tatapannya pada nona mereka. Persis seperti Sean. "Jadi abang ngedoain aku kenapa-napa?"

Sean menggeleng, "bukan gitu maksud abang Ze. Maksudnya kan biar langsung di tolongin, gimana kalau amit-amitnya nyawa kamu taruhannya"

"Ya alhamdulillah lah" jawab Zea santai, bahkan dia sekarang sedang mengambil air putih.

Sean mengeraskan rahangnya, alhamdulillah!! Kalau pun itu memang terjadi, Sean akan selalu mencari cara agar adiknya tetap bernapas. "Omongan kamu dijaga Zea!! Kalau barusan malaikat lewat gimana! Mau kamu mati beneran?!"

Zea mengangkat bahunya acuh, "kenapa harus takut, lagian kematian itu pasti semua orang juga mengalami. Hanya nunggu waktunya aja, jadi gak usah berlebihan bicara tentang kematian. Abang juga pasti bakal mati"

___

Extra Love Story Where stories live. Discover now