19 - berat

26 0 0
                                    

Meski selalu berangkat dan pulang sekolah bersama, Hamid dan Dina akan berpisah tempat duduk di kelas. Hamid duduk di banjar ketiga dari pintu, barisan kedua dari depan. Sementara itu, Dina menempati kursi di barisan paling belakang, banjar kedua dari pintu.

Kelas mereka menganut sistem tempat duduk berpasangan. Itu artinya, dua siswa akan duduk bersebelahan. Hamid punya teman duduk bernama Wayan. Sedangkan Dina, punya teman duduk bernama... agak kompleks.

Seperti pagi ini, perasaan Dina campur aduk. Didapatinya seorang gadis berambut oranye menelungkup di atas meja, tepat di sebelah kanan mejanya. Setelah diperhatikan baik-baik, punggung gadis itu turun-naik. Masih bernapas.

Dina tolah-toleh, kemudian berkata, "Yang piket pagi ini siapa, ya? Ini jeruk satu belum disiram. Keburu layu, tuh."

Seorang siswa yang sedang menyusun spidol di papan tulis segera menyahut, "Dia yang piket, kok. Biarin aja Britis nyiram diri sendiri."

"Britis nggak pernah bener kalau piket. Udah maklum!" sahut seorang siswa lain di pojok kelas. Asyik bermain mobile game di ponsel.

"Ouh...!" Bibir Dina membulat. Ia kemudian duduk. Melepas tas dan memasukkannya ke laci meja.

"Din...!" Si jeruk tiba-tiba bersuara. Pelan. "Aku sedih...!"

Dina mengernyit. "Sedih? Sedih kenapa?"

"Aku ketinggalan buku paket...!" Lalu, terdengar suara cegukan. Ah, bukan. Isakan.

"Mapel apa?" tanya Dina.

"Semua."

"Buset...!"

"Hiks!"

"Nggak terasa apa waktu berangkat tasmu jadi ringan?"

"Aku pikir tiba-tiba jadi kuat." Lalu, "Hiks!" sekali lagi.

"Kamu bawa tablet, kan?" Dina tahu temannya itu punya tablet mahal 10 inci. "Kalau bawa, no problem. Buku paketnya tinggal download."

Temannya mengeluarkan benda persegi ke atas meja. Tablet.

"Bawa, tapi lupa aku cas. Tabletnya mati." Layar tablet diketuk-ketuk. Tidak terjadi apa-apa.

Dina mendengkus. "Ya, sudah. Pakai buku paketku saja. Kita pakai sama-sama."

"Aku juga belum ngerjain PR...!"

Lutut Dina seketika kelu.

"Mapel... apa?" Kali ini, Dina bertanya dengan nada curiga.

"Semua."

"Mampus...!"

Dina lalu melirik layar ponsel. "Masih lima belas menit lagi masuk. Cepet, kerjain!"

Punggung gadis itu akhirnya menegak. Menunjukkan wajah kusut serta papan nama yang tersemat di dada sebelah kiri. Papan itu bertuliskan Putri Britania.

"Buku PR-nya juga ketinggalan...!"

Dina sontak berdiri. Ia berseru ke arah Hamid dan teman duduknya, "Wayan! Tukeran tempat duduk! Kamu duduk bareng Jingga!"

Wayan yang duduk di sebelah kiri Hamid menggeleng kencang. "Nggaaak!" Ia lalu kabur dari kelas.

"Hamid!"

Wajah Hamid seketika hilang ekspresi. "Ogah kalau sama Inggit."

"Jangan Hamid!" Teman duduk Dina tiba-tiba menjerit. "Aku nggak mau duduk sama Hamid!"

"Loh, kenapa?" Dina pasang tampang bingung. "Hamid baik, kok. Suka traktir."

Hamid batuk-batuk.

"Dia baiknya cuma sama kamu, Din."

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang