30 - cancel

7 0 0
                                    

Bayu tengah asyik menimbang-nimbang jenis roti yang hendak ia santap. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Julia menelepon.

"Kau di mana, Bay?" tanya Julia begitu panggilannya diangkat.

"Di bandara," jawab Bayu.

"Sudah check in?"

"Belum."

"Kalau begitu, tidak usah."

"Loh?" Bayu bingung. "Ini pesawatnya sejam lagi berangkat."

"Tiket kalian sudah aku cancel. Kalian tidak jadi ke Jakarta."

"Kok, begitu? Kami tidak jadi pindah?"

"Nanti aku jelaskan. Aku sudah pesan taksi untuk jemput kalian di bandara."

Telepon pun ditutup, Bayu segera putar balik tidak jadi sarapan. Ia sempat celingak-celinguk sebelum akhirnya menemukan Rozes dan Malika di pojok terminal.

"Jadi, kita pulang, nih, Pak?" Rozes berdiri.

"Tidak jadi ke Monas?" susul Malika.

"Tidak jadi ke Jakarta, ya, tidak jadi ke Monas." Bayu melirik ponsel. "Taksinya sudah datang. Kita akan langsung diantar ke kantor." Julia baru saja meneruskan pesan berisi nomor polisi serta foto tampak depan armada taksi yang menjemput. Supaya mereka tidak salah naik lalu dibawa entah ke mana.

Rozes mencuri pandang ke arah Malika. Gadis itu seperti memajukan bibir. Ingin manyun, tapi sepertinya tidak jadi.

"Nanti aku ajak ke Tugu Khatulistiwa," tegurnya pula. "Belum pernah ke sana, kan?" Rozes menarik koper Bayu dari tangan Malika. Ia serahkan kembali koper tersebut ke si pemilik aslinya. "Tapi, bawakan dulu punyaku." Ia sodorkan koper miliknya kepada Malika. Kini, kedua koper besar milik gadis itu dibawa seorang diri oleh Rozes.

Mereka pun bergegas beranjak. Melewati pintu terminal, sudah ada sopir taksi yang menyambut.

***

"Ke... kenapa lagi ke sini?" Sosok gadis mungil kembali menyambut Hamid ketika memasuki koridor di depan kelas 10-9. Si ketua kelas lagi-lagi didorong keluar oleh warga kelasnya sendiri begitu tahu Hamid datang bertandang.

Hamid setor muka seorang sendiri. Nyali teman sekelasnya tiba-tiba ciut. Ia sekarang sedang mengintip dari balik pintu kelas tetangga. Akibat ulahnya itu, sejumlah siswa dari kelas 10-8 jadi ikut-ikutan mengintip.

"Aku cari Ester," jawab Hamid. Ia larak-lirik ke dalam kelas 10-9. Semua kepala menoleh ke arahnya. Tetapi, tidak ada satu pun di antara mereka sosok yang bertubuh lebih tinggi.

"Kenapa cari Ester lagi? Hamid nggak boleh ketemu Ester!"

Hamid bingung. "Kenapa?"

"Hamid bikin Ester nangis!"

Dan kelas 10-9 mulai gaduh. Bisik-bisik tetangga pun terdengar sampai ke telinga. Selenting ada yang bilang bahwa Ester kemarin pergi mau minta maaf, tetapi pulang-pulang matanya sembab. Siapa lagi penyebabnya kalau bukan Hamid? Ester pasti dipalaki atau dikerjai.

"Waduh...." Hamid bergidik. Kabar burung yang beredar lebih ngeri dibanding kena bogem atau dipiting oleh Ester sampai masuk UKS.

"Hamid minggat! Jangan ke sini lagi!" jerit si ketua kelas.

"Eh, eh, jangan begitu! Ester bilang, kan, bukan salah Hamid." Seorang siswi keluar dari kelas. Teman ekskul Ester. Meski postur tubuhnya seperti siswi kebanyakan di kelas itu, ia tetap lebih tinggi dibandingkan si ketua kelas. Dengan mudah, ia merangkul tubuh mungil si ketua kelas dari belakang. "Nggak usah marah-marah lagi." Ia usap-usap kepala si ketua kelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang