23 - maaf

15 0 0
                                    

Ester tak mengenal Hamid dan Dina. Akan tetapi, teman-temannya di ekskul mengaku tahu betul siapa kedua muda-mudi itu. Menurut teman-temannya, Hamid pernah punya masalah dengan sejumlah murid perempuan. Begitu pula Dina, pernah menjadi seteru dan terlibat perang dingin dengan murid-murid perempuan yang lain karena berpacaran dengan Jake serta membiarkan Hamid "lepas kendali".

Sementara untuk Karin, semuanya kompak mengaku tidak kenal. Bahkan, sekadar nama pun tidak ada yang tahu. Mungkin saja, gadis itu salah satu korban baru Hamid. Jadi, informasinya belum begitu menyebar.

"Ester belum pernah ditembak Hamid, kan?" begitu tanya teman-temannya kemarin.

Ester jelas menggeleng. Meski sama-sama kelas sepuluh, ia tak kenal siapa orang yang mereka maksud. Melihat sosoknya saja baru kali ini untuk pertama kalinya. Kalaupun mereka pernah berpapasan, ia juga takkan ingat.

Akan tetapi, kalau tidak salah ingat, Ester memang pernah mendengar desas-desus ada anak cowok sok ganteng yang kelakuannya random. Bikin resah anak-anak perempuan. Karena Ester tidak peduli dengan hal-hal yang berbau cowok, informasi yang ia terima masuk dari telinga kiri, keluar lagi dari telinga kiri.

Ester pun menjalani kehidupan di sekolahnya dengan aman, nyaman, dan damai. Tiada gangguan apa pun. Sampai sekarang.

"Tapi, Mak Uwe kite kenak," seloroh yang lain. Ia berasal dari kelas yang sama dengan Ester.

"Mak Uwe yang mana, nih?" Ester bingung. Dalam circle mereka, ada dua orang yang digelari "Mak Uwe", si ketua kelas 10-9 dan ketua tim basket putri.

"Dua-duanya," jawab yang lain lagi.

"Tapi yang kena mental kayaknya ketua kelas kalian. Kasihan, badannya sampai kecil begitu. Nggak besar-besar."

"Ketuk terus!"

"Dari dulu memang begitu!" protes teman sekelas Ester.

Pada akhirnya, mereka bersepakat meminta Ester untuk tidak lagi mempedulikan Karin. Gadis itu sepertinya dekat dengan kedua orang yang mereka anggap punya riwayat problematik. Jadi, lebih baik jangan terlibat lebih jauh lagi. Nanti, bisa-bisa ketularan problematik.

Toh, mereka sudah meminta maaf dan Karin tidak mempersoalkan. Berita baiknya, Hamid dan Dina juga tidak terkenal sebagai orang yang suka memperpanjang masalah. Mereka memang digosipkan punya masalah, tapi tak pernah sekalipun sengaja cari masalah dengan orang-orang.

Meski begitu, sebagai bentuk pencegahan, mereka ingin Ester menghafal betul wajah Hamid. Supaya ia tak jatuh dalam lubang buaya pemuda itu.

Namun, siapa sangka? Wajah yang baru saja ia hafal, kurang dari dua puluh empat jam kemudian, tiba-tiba sudah muncul di depan muka. Ditambah lagi, teman sekelasnya bilang bahwa si empunya wajah ingin mengutarakan cinta.

Ester kaget.

Hamid kaget.

Teman-temannya juga kaget karena bel tanda masuk mendadak berbunyi.

***

Gara-gara pertemuan singkat itu, sepanjang pelajaran Ester merasa gusar. Ia sudah tanya-tanya teman sekelasnya. Juga sudah tanya-tanya dengan sang ketua kelas. Soal Hamid yang hendak menyatakan cinta, tak lain memang sebuah karangan. Sedangkan soal niat asli tetangga mereka yang berasal dari kelas seberang tersebut sampai mencari-cari dirinya, sama sekali tidak ada yang tahu.

"Dia datang, tanya-tanya, terus mau pergi," begitu cerita seorang temannya. Ester dan beberapa teman dekatnya langsung berkumpul begitu guru meninggalkan kelas. Sudah jam istirahat.

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang