07 - rembesan

32 0 0
                                    

Dinding kaca kantor Bayu seperti ada yang mengetuk. Bayu menoleh. Seorang wanita berbalut jas putih terlihat melambai. Karena tubuhnya sangat proporsional dan tidak mungil, sudah pasti bukan Vika. Tanda pengenal yang menggantung di lehernya menyebutkan nama Elwa Masinton, Koordinator Kesehatan. Dari gerakan tangan yang ia buat, ia seperti bertanya, "Apakah bisa masuk?"

Bayu balas menggerakkan tangannya. Membuat tanda, "Silakan."

"Lagi sibuk, Pak Bay?" tanya wanita itu seusai duduk. Berbeda dengan Vika yang sama sekali tak mau menyentuh kursi di kantor Bayu, Elwa langsung duduk tanpa dipersilakan lebih dulu.

"Sibuk nggak sibuk sama saja." Bayu terkekeh. Ia mengalihkan pandangannya dari monitor berisi skema elektronik. "Apa ini soal Rozes?" Insiden tadi pagi langsung ditangani oleh Elwa dan rekan-rekan. Sejak kembali ke kantor hingga sore ini, Bayu belum sempat mengunjungi klinik. Meski demikian, ia selalu berkomunikasi dengan Elwa via chat. Hanya saja, beberapa jam terakhir Elwa tidak mengontaknya.

"Kondisi Rozes sudah stabil. Jadi, sudah aku bolehkan pulang. Aku mau mengabari Pak Bay, tapi kebetulan tadi ada meeting dengan staf kesehatan unit yang lain. Sekalian saja, pulang dari meeting aku mampir."

Dalam laporannya, Elwa menyebut bahwa Rozes mengalami gangguan hormonal temporer. Untungnya, gangguan itu bisa hilang dengan sendirinya. Namun, karena perilaku pasien yang terlalu aktif, Elwa memutuskan memberinya penenang supaya proses pemulihan berjalan lebih lancar. Pasien, dalam hal ini Rozes, bersikeras tidak apa-apa dan ingin kembali ke kantor. Padahal, jelas-jelas kepalanya masih pusing dan keseimbangannya terganggu.

Bayu menghela. Terdengar sangat lega. "Syukurlah...! Aku sempat khawatir."

"Apalagi, rembesannya sampai hilang begitu, ya?" ingat Elwa.

Bayu tersenyum getir. "Tak ada yang menyangka yang satu itu bakal kejadian."

Saat hubus berhasil mengambil alih fragma, tidak semua komunikasi antara otak dan tubuh terputus. Ada sejumlah kecil respons motorik yang lepas atau sengaja dibiarkan lolos oleh hubus. Respons motorik tersebut berupa gerakan-gerakan halus, seperti gerakan bola dan kelopak mata, gurat-gurat di bibir maupun wajah, atau gerakan halus di ujung jari. Respons motorik seperti itulah yang disebut rembesan.

Hubus tanpa rembesan dianggap berbahaya. Begitu pun rembesan yang terlalu banyak akan menyebabkan pemakainya cedera.

Bayu kemudian menyandar. Wajahnya menengadah dengan mata memejam. Tangannya memijit kepala.

"Vika benar. Cip itu berbahaya. Haduh, kepalaku jadi pusing."

"Mau aku periksa, Pak Bay?"

Bayu menurunkan wajahnya. Ia melirik jam di tangan. "Tak usah. Sebentar lagi jam pulang. Kejadian hari ini juga sudah membuatmu sibuk, kan? Sebaiknya, kau lekas pulang dan istirahat."

"Hm...?" Elwa membalas dengan senyuman yang agak-agak. "Tumben, Pak Bay perhatian?" Ia menopang dagunya dengan tangan kiri di atas meja. "Aku jadi curiga. Jangan-jangan, Pak Bay mau mengajakku kencan lagi?"

Bayu mengambil pulpen. Ujung tutupnya ia sundulkan ke puncak hidung Elwa. "Jangan diingatkan soal itu!"

Malam tahun baru yang lewat, Bayu pernah mengajak Elwa berkencan. Gara-gara itu, seisi kantor jadi heboh. Karyawan dari unit lain bahkan sampai tahu dan menjadikannya buah bibir. Pasalnya, sebelum menerima tawaran Bayu, Elwa sempat menolak ajakan dari sejumlah pria lain yang sama-sama karyawan MMI. Pada saat itulah, Bayu akhirnya sadar dan menyesali tindakannya. Elwa cukup populer di Menara Inspirasi 3, gedung yang mereka tempati. Berurusan dengannya, siap-siap jadi bahan gosip dari lantai dasar sampai lantai atas.

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang