12 - G4

23 0 0
                                    

Layar tablet menampilkan tabel. Berisi lima produsen hubus yang masuk pasar Indonesia. Diurutkan dari yang paling banyak penjualannya hingga yang paling kecil.

Menempati posisi paling atas dengan penetrasi pasar mencapai 33% adalah Actus Link. Hubus tersebut diproduksi oleh Actus, perusahaan asal Jepang. Mereka mengusung slogan simplicity and friendly. Actus Link diklaim sangat mudah dioperasikan, sehingga sangat cocok untuk pengguna umum maupun awam teknologi.

Menyusul di bawahnya adalah dDrive, produksi Digital Waves dari Amerika Serikat. Tingkat penjualannya mencapai 24%. Digital Waves berfokus pada konsumen menengah dan profesional. Perangkat-perangkatnya amat dicari oleh konsumen yang ingin menapaki game kompetitif, gaming nerd, maupun pemain ber-budget sultan. Dengan maraknya kompetisi game berteknologi ede, tak ayal penjualan mereka ikut terdongkrak. Digital Waves bahkan kerap menjadi sponsor untuk kompetisi-kompetisi tersebut.

Di peringkat ketiga, juga berasal dari Amerika Serikat. Monolith Gear adalah saingan ketat dDrive. Diproduksi oleh Vertical Line Computer Entertainment atau lebih dikenal sebagai Velican. Penjualannya beda tipis di angka 21%. Monolith Gear sebenarnya punya range pasar selebar Actus Link, tetapi harga jualnya 11-12 serupa dDrive. Beberapa tahun terakhir, fokus pasar Monolith Gear bergeser ke konsumen kompetitif dan eksklusif. Monolith Gear adalah satu-satunya hubus yang dioptimasi untuk game berteknologi ede pertama di dunia, Monolith Alternate.

Sementara itu, Ronit, produksi PT Mahsed Multi Inspirasi Tbk, menempati posisi ngeri-ngeri sedap, dengan tingkat penjualan sebesar 15%. Ronit sudah berusaha merangkul pasar tanah air selebar mungkin. Dari hubus untuk pemula dengan harga yang sangat terjangkau, hingga bagi penggemar video game berkantong tebal. Akan tetapi, selama kiprahnya delapan tahun terakhir di pasar domestik, Ronit tak pernah bisa naik dari posisinya yang sekarang. Mereka tetap kalah tenar dibanding produk-produk dari negara lain yang lebih dulu membanjiri pasar.

Posisi itu kian riskan ketika Tenor baru-baru ini ikut masuk pasar Indonesia. Hanya dalam setahun, hubus produksi Tenor Electronics asal Tiongkok itu sangat cepat naik pamor dan mampu menggaet hati 7% pembeli tanah air. Lini modelnya beragam, kualitasnya tak main-main setara tiga pemain atas, tetapi harganya bisa dibilang terjangkau. Di negara asalnya, Tenor adalah merek hubus nomor satu. Mungkin, hanya soal waktu ia akan menyalip posisi Ronit.

***

"Oleh karena itu, tidak ada cara lain. Ronit perlu inovasi," begitulah kata Pak Samsuri sekitar dua tahun yang lalu. Beliau adalah product manager sekaligus supervisor bagi Unit Pengembangan Hubus. Ia langsung memanggil Bayu selepas menghadiri rapat dengan para petinggi perusahaan.

Dari rapat itu, Pak Samsuri bawa oleh-oleh berupa materi presentasi dari Tim Litbang Departemen Pemasaran MMI. Tiada lain, yakni slideshow yang sekarang tampil di layar tablet keduanya.

"Inovasi, ya?" Bayu tampak mengingat-ingat. "Bagaimana dengan proposal MAYA?"

"MAYA?" Kening Pak Samsuri berkerut.

"Yang AI itu. Dua bulan lalu proposalnya saya serahkan ke Bapak."

Posisi Ronit yang terhimpit merek-merek besar juga disadari oleh Bayu. Ia dan timnya pun sudah jauh-jauh hari mencari cara untuk menambah daya tarik Ronit bagi konsumen. Salah satunya dengan mengadopsi artifficial intelligence sebagai asisten virtual pada perangkat hubus produksi MMI. Akan tetapi, belum ada follow up dari pihak yang diharapkan.

"Ah, itu!" Pak Samsuri tersentak ingat.

"Bagaimana? Ada kabarnya?" Bayu menyusul penasaran.

"Ng...." Lelaki kurus berambut tipis di depannya tampak ragu menjawab. "Soal itu, direksi sepertinya kurang sreg dengan ide asisten virtual pada hubus. Katanya, mereka tak mau jualan gimmick."

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang