26 - aib

10 0 0
                                    

Malika meminta izin kepada Pak Samsuri untuk meninggalkan kantor lebih awal. Tentu saja, ia tidak sendiri. Ia akan menyeret Vika. Walau kontrak sebagai karyawan MMI baru berakhir pada jam pulang kantor, Malika mengaku dirinya perlu waktu ekstra untuk bersiap-siap. Jika tidak sekarang, serta tanpa bantuan, ia khawatir tidak bisa mengikuti agenda esok hari dengan semestinya.

Pak Samsuri pun memperkenankan.

Setelah keduanya meninggalkan kantor, Bayu mendapat pesan dari Julia. Memintanya untuk bertemu lagi di malam hari. Lagi-lagi, di dunia virtual Travellillo.

Julia tak memberi tahu lokasi persis mereka akan bertemu. Ia hanya meminta Bayu untuk menerima undangan yang ia kirim di dalam game. Begitu Bayu membuka dan menerima undangan tersebut, tiba-tiba avatarnya sudah berada di atas kapal yang mengapung di tengah-tengah hamparan perairan yang luas.

"Kapal pesiar? Ini laut?" Untuk sesaat, Bayu yakin ia berada di atas dek sebuah kapal yang biasanya dimiliki orang-orang kaya. Bentuknya seperti kapal pesiar, tetapi ukurannya kecil.

"Telat lima menit!" Suara wanita dari arah belakang membuat Bayu lekas-lekas berputar. Dijumpainya sosok gadis bergaun putih berdiri membelakanginya di ujung geladak. Usai berucap, gadis itu membalikkan tubuh dengan perlahan. Helai-helai rambutnya yang panjang dimainkan angin dengan gemulai.

Untuk sekejap, Bayu terkesima. Namun, ia lekas-lekas sadar bahwa avatar di hadapannya tak lain adalah orang yang seharian ini membuatnya sibuk.

"Aku harus mengemasi barang untuk besok," jawab Bayu. Lagi pula, ia sudah berusaha setepat waktu mungkin sesuai janji. Namun, apalah daya. Dunia virtual ini punya zona waktunya sendiri. Fitur akselerasi membuat perbedaan sedetik saja menjadi sangat jauh.

"Aku pikir kau tidak perlu siap-siap," sahut gadis itu. Sosok yang sama yang pernah Bayu jumpai di bawah rerimbunan pohon sakura.

Avatar Bayu tersenyum tipis. "Ini di mana?"

Gadis bergaun putih itu, Julia, menjawab, "Danau Toba." Ia kemudian mengayun jari tengah dan telunjuk dari bawah ke atas. Sebuah bingkai berwarna biru muncul di hadapannya. Usai menyentuh beberapa kotak di dalam bingkai itu, sebuah meja dengan dua kursi muncul di tengah-tengah dek. Dua cangkir dan satu teko turut muncul di atas meja tersebut.

Julia mengayun lagi dua jemari itu. Kali ini, menyamping dari kiri ke kanan. Bingkai biru itu menghilang. Ia lalu berjalan mendekati meja.

"Danau Toba?" Bayu mengitari sekeliling. Daratan nun tampak jauh di ujung. "Danau Toba bisa ada kapal seperti ini?"

"Dirimu ke mana saja?" Julia menuang isi teko ke dalam cangkir. "Di dunia nyata saja bisa, apalagi di sini."

Bayu akhirnya ingat. Ia sedang di dalam game. Ia manggut-manggut.

Julia lanjut menuang isi teko sembari bercerita, "Dulu, aku pernah punya yacht seperti ini di Danau Toba. Danau Toba yang asli. Tapi, karena kita tidak pernah ada waktu liburan bersama, kapalnya aku jual. Aku ganti dengan kapal ini."

"Dih, sombong." Bayu tahu inti dari cerita tersebut bukanlah dirinya yang dijadikan alasan untuk menjual aset, melainkan Julia hanya ingin pamer pernah punya kapal pesiar pribadi seharga miliaran.

Kalau diingat-ingat, sejak kuliah Julia memang seperti itu. Ia sangat suka pamer kepada Bayu. Katanya, kalau pamer di hadapan orang lain, dompetnya bakal boncos dan dirinya hampir pasti ketiban sial. Namun, beda cerita kalau pamer dan bersombong ria di depan Bayu. Gacornya tak habis-habis.

"Jangan cuma berdiri di situ," tegur Julia. Ia sudah melabuhkan tubuh di salah satu kursi. "Temani aku sebentar. Ada yang ingin aku bicarakan."

***

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang