20 - kabar

28 0 0
                                    

Bel tanda istirahat jam pertama berbunyi. Hamid memeriksa ponsel ketika guru yang mengajar sudah meninggalkan kelas. Ada pesan yang baru saja masuk. Dari Jeand.

"Karin tidak masuk hari ini. Katanya sakit."

Hamid membalas, "Sakit apa?"

Bukannya memberi jawaban, Jeand malah mengirim pesan, "Ketemuan, yuk!" Lengkap dengan emotikon hati.

Hamid bergidik.

Pasalnya, Jeand itu laki-laki. Mereka sudah saling kenal sejak SMP. Di antara semua kenalannya, hanya Jeand yang ia anggap anak laki-laki paling stylist. Penampilannya rapi dan wangi. Rambutnya yang coklat senantiasa mengkilap dilumuri pomade. Dan yang terpenting, Jeand itu agak-agak playboy.

"Ini pasti gara-gara kebanyakan chat sama cewek," gumam Hamid. Ia lalu meninggalkan kelas. Tujuannya adalah gedung serbaguna.

***

SMA Swasta Duta Pontianak terdiri dari lima gedung. Gedung utamanya berbentuk U dan memiliki empat lantai. Tepat di tengahnya, ada lapangan upacara, yang kadang berubah jadi lapangan olahraga bahkan tempat pagelaran di kala pentas seni. Kegiatan belajar-mengajar serta administrasi ada di gedung utama.

Di bagian belakang, ada gedung olahraga indoor. Di antara kedua gedung ini, terdapat taman sekolah beserta greenhouse. Gedung olahraga dan gedung utama dihubungkan oleh ruang sirkulasi berbentuk sebuah koridor panjang.

Bagi peserta didik maupun guru dan staf yang membawa kendaraan, gedung parkir ada di sebelah kanan gedung utama-jika dilihat dari pintu gerbang sekolah yang langsung menuju lapangan upacara.

Sementara di sebelah kiri, terdapat dua gedung lain. Berurutan adalah kantin sekaligus koperasi dan gedung serbaguna.

***

Tidak ada acara. Seluruh pintu gedung serbaguna dikunci. Dalam kondisi sepi seperti ini, lorong di belakang gedung serbaguna, yang menghadap langsung tembok sekolah, kadang-kadang dijadikan tempat nongkrong oleh beberapa siswa. Namun semenjak dipasangi CCTV, tidak ada yang mau lagi menghabiskan waktu istirahat di lorong tersebut, kecuali Hamid dan teman-temannya.

Pagi menjelang siang itu, ia temukan dua orang yang sudah dikenalnya sejak SMP duduk-duduk di anak tangga teras belakang gedung serbaguna. Seorangnya bertubuh ramping dengan potongan rambut pendek agak spike tak lain adalah Jeand. Bersamanya ada seorang siswa lain berpostur lebih tinggi dan padat. Mereka tampak menekuri sesuatu yang digelar di lantai teras.

"Oh, Hamid. Kirain nggak datang," sapa siswa bertubuh agak besar. Rino namanya. "Jeand katanya tadi khilaf. Kebiasaan chat sama pacarnya."

"Sudah kuduga," gumam Hamid.

"Heh, risiko orang ganteng." Jeand tersenyum menampakkan deretan giginya yang berkilau. Tak ketinggalan jemarinya menyisir rambut.

"Kalian ngapain, sih?" Hamid mendekat.

"Main ular tangga. Mau ikut?" jawab Rino. Ia lalu menjatuhkan sebentuk kubus. "Uhui, dapet enam lagi!"

"Tumben? Biasanya mabar game online."

Giliran Jeand yang menjawab, "Capek main game melulu, Mid. Sesekali main yang lain."

Bibir Hamid membulat. Ia lalu naik ke teras dan ikut memandangi papan permainan ular tangga. "Aku nonton aja, deh."

"Eh, iya. Kamu sendirian? Dina mana?" Rino kembali melempar dadu.

"Bantuin Inggit ngerjain PR."

"Si Jingga? Masih suka lupa ngerjain PR?" Rino geleng-geleng.

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang