15 - eXP

28 0 0
                                    

Teknologi ede terdiri dari dua perangkat utama, yakni komputer pengolah dan alat kendali. Komputer pengolah umumnya berupa server berkemampuan tinggi, sedangkan alat kendalinya biasa disebut hubus.

Alur kerjanya sederhana. Hubus membaca sinyal respons dari otak, menerjemahkannya jadi sinyal digital, lalu meneruskannya ke komputer pengolah. Komputer pengolah kemudian memproses input yang diterima, melakukan rendering, kemudian mengirim balik hasilnya. Hasil olahan yang berupa data digital itu diterjemahkan lagi dan dipancarkan oleh hubus menjadi sinyal rangsangan indrawi yang dimengerti oleh otak.

Secara garis besar, yang dibaca oleh ede adalah sinyal respons kemudian membalasnya dengan sinyal rangsangan. Dalam kondisi normal, sinyal respons diteruskan pada anggota tubuh yang bereaksi sedangkan sinyal rangsangan diteruskan dari alat pengindra. Teknologi ede memangkas keduanya. Sinyal respons dan sinyal rangsangan dibaca dan ditembakkan langsung pada otak.

Saat bermain gim berteknologi ede misalnya. Pemain memang seolah-olah masuk ke dunia gim. Seolah-olah tersedot masuk ke dalam server. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Justru gambaran dari gim tersebut yang dijejalkan langsung ke dalam otak, tanpa perantara alat pengindraan seperti mata, telinga, maupun kulit.

"Jadi, ede bukan teknologi horor yang dapat menyedot nyawa atau kesadaran pemakainya ke dalam mesin." Hamid lalu menyeruput teh kotak. Ia dan Dina menghabiskan waktu istirahat jam pertama di taman sekolah.

Dina manggut-manggut. Mulutnya sibuk mengunyah roti selai srikaya. Ia sebenarnya ingin makan mi goreng, tapi kehabisan. Kantin pun penuh. Melipirlah mereka ke taman.

Saat mengunyah, Dina tiba-tiba ingat sesuatu. Lekas ia telan dan bertanya, "Tapi, bisa bikin lumpuh, kan, ya? Bahaya, tuh, bisa dipakai sama penjahat."

"Apa pun bisa bahaya, Din, kalau di tangan orang jahat."

Bibir Dina membulat.

Hamid menjelaskan lagi bahwa perangkat hubus yang mampu memblokir sinyal otak sudah dirancang sedemikian rupa supaya tidak mencelakai pemakainya. Hubus yang dijual resmi sudah melewati serangkaian uji coba dan pengawasan serta diproteksi oleh limiter. Pemakainya takkan bisa dibuat lumpuh selagi tidak diizinkan oleh pemakainya sendiri.

"Ingat, kan, kamu mesti rileks dulu baru hubus bisa ambil alih?"

"Hm..., iya, ya?" Rotinya sudah habis. Dina beralih menyeruput susu kotak rasa stroberi.

Tapi tiba-tiba, ia seperti tercekat.

"Eh! Tapi gimana kalau suatu hari game yang aku mainin mendadak error, tombol logout-nya hilang, trus di rumah nggak ada orang yang bangunin? Aku bakal terjebak dalam game selamanya, dong? Sudah pernah kejadian belum, Mid?"

Hamid menjawab enteng, "Sudah."

Dina tegang. "Terus? Pada mati?"

Hamid tersedak. Lekas ia geleng-geleng.

Dulu, Monolith Alternate servernya pernah error. Tombol logout tidak berfungsi. Ribuan pemain terjebak. Akan tetapi, sebagian besar pemain bisa keluar karena dibangunkan oleh keluarga mereka dan sisanya dikeluarkan paksa oleh pihak pengembang. Lalu, ada sejumlah kecil pemain lain yang tinggal seorang diri gagal force logout karena gangguan koneksi. Jadi, mereka terputus dari server, tetapi hubusnya masih menyala dan masih memblokir sinyal otak.

"Orangnya mati?"

"Nggak."

"Bisa keluar?"

"Bisa."

"Gimana caranya?"

"Tidur. Mereka kecapekan, ngantuk, lalu tidur. Frekuensi otak mereka jadi berubah dan terputus dari hubus. Karena terputus, hubus pun mati. Hubusnya, lho, yang mati. Bukan orangnya."

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang