6. Luka yang akan terus berbekas

2.3K 249 17
                                    

- JANGAN LUPA VOTE+KOMEN! -
-
-
- HAPPY READING -

---

Jam istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Hagan, Mandra, Jendra, dan Jinan kini berkumpul di sebuah taman belakang sekolah tepatnya di bawah pohon rindang. Angin sepoi-sepoi dan juga alunan gitar yang Jinan mainkan membuat keempatnya semakin betah.

"Tumben nilai lo turun?" tanya Mandra pada Hagan yang tengah fokus menatap ponselnya.

Hagan menghela nafas pelan, lalu menaruh handphonenya di saku celana. "Gue kepikiran Raja."

"Ada Bunda lo yang jagain, Gan." sahut Jendra.

"Bunda bakal terus utamain pekerjaannya." balas Hagan.

"Kalo gini gimana? Lo juga nanti kena amuk bokap lo. Dia kan paling nggak mau liat nilai lo turun." ucap Mandra.

"Masalahnya, turunnya itu jauh banget, Gan. Yakali dari nilai 90 ke atas jadi 60 kebawah." ucap Jinan yang tangannya masih sibuk membuat suara dari gitarnya.

Hagan mengangguk, "Nggak masalah, kena pukul dikit nggak ngaruh." ucap Hagan santai.

Mandra berdecak, "kebiasaan lo gini. Nggak pernah pikirin diri sendiri. Hal-hal yang seharusnya nggak lo sepelein, selalu lo sepelein."

"Raja juga penting, Ndra."

"I know. Tapi ada waktu dimana lo harus pikirin diri lo sendiri, Hagan. Hidup lo itu ya punya lo. Hidup lo bukan buat orang lain, tapi buat diri lo sendiri."

Jinan ikut berdecak, "Udah sih! Jangan malah saling ngoceh kaya gini."

"Gue cuma nasehatin dia sebagai temen." ucap Mandra yang sudah kesal.

Mereka semua diam, suasana menjadi hening. Bahkan Jinan juga menaruh gitarnya.

"Pulang sekolah gue mau ikut ke rumah lo dong, Gan." ucapan Jendra mampu memecahkan keheningan di antara mereka.

Hagan menoleh, hanya menaikkan satu alisnya seakan bertanya mengapa?

"Mau jenguk Raja." ucap Jendra lagi.

"Ikut ah, gue juga." sahut Jinan.

Jendra lalu menoleh pada Mandra, membuat pemuda itu mengangguk. "Gue juga."

"Ke rumah aja." ucap Hagan, lalu pergi meninggalkan teman-temannya.

Mandra menatap kepergian Hagan dengan perasaan kesal. Ia berdecak sebal, "gue sebel banget kalo dia lagi banyak pikiran kaya gini. Kaya bocil anjir." ucapnya.

"Udah, Ndra... Biarin dia sendiri dulu." ucap Jendra.

"Iya, Hagan kan emang gitu. Dia bakal balik kaya dia yang ngeselin lagi kalo udah selesai debat sama dirinya sendiri." sahut Jinan.

"Masalahnya ada kita. Kenapa dia nggak berbagi semuanya ke kita? Buat apa kita ada kalo semuanya dia pendam sendiri? Gue takut dia gila." ucap Mandra.

Jinan terkekeh, "Hagan pelit kalo lupa. Makannya dia nggak mau bagi-bagi ke kita."

Mendengar pembahasan semakin tak karuan, Jendra menggelengkan kepalanya heran, lalu pergi juga menyusul Hagan.

HOME ( SELESAI✓ )Where stories live. Discover now