10 | Seth, the stalker

6.4K 596 42
                                    

Bulan Juni datang dan ini hanya berarti satu hal: ujian sekolah. Kau tahulah, ujian kenaikan kelas. Tiba-tiba saja jam sepulang sekolah dan akhir pekan terasa begitu singkat dibanding banyaknya banyak bahan pelajaran yang harus kukejar demi menghadapi dua minggu yang akan menentukan masa depan hidupku kelak apakah aku akan naik ke kelas 12 ataukah tidak. Tentu saja itu akan berpengaruh pada keberuntungan nasibku ketika akan memasuki universitas di Amerika.

Entahlah, aku tidak begitu paham akan urusan kuliah dan segala hal-hal di dalamnya. Sejujurnya aku belum terlalu mempunyai bayangan, di universitas mana aku akan kuliah. Hei, apa mungkin cowok seperti aku bisa masuk ke universitas semacam Harvard? Oxford? Ah, aku tidaklah begitu yakin.

Dan, tentu saja liburan akhir tahun pelajaran akan segera menyerbuku. Aku dan Seth jarang sekali menghabiskan liburan sekolah di luar Bloomington. Antara Mom dan Dad, tidak ada kata sepakat mengenai kapan ke mana sebaiknya kami berlibur. Paling-paling jika keadaan sedang mendukung, kami pergi ke water park; menghabiskan seharian penuh di sana, berenang sepuasnya sampai kulit-kulit jariku dan Seth mengerut kedinginan. Yah, setidaknya aku bisa merasakan arti liburan sekolah yang sebenar-benarnya liburan sekolah meskipun Mom hanya terus-terusan berjemur di pinggir kolam, menikmati terik matahari yang panasnya minta ampun!

Omong-omong soal Seth,—yang beberapa waktu lalu mengaku bahwa dia menyukai seorang gadis yang tinggal di Jalan Fess juga—aku telah mengamati tingkahnya beberapa hari ini. Menurutku tingkahnya aneh sekali jika dibandingkan dengan hari-hari sebelum pesta di rumah Julia yang lalu. Beberapa hari terakhir ini, anak itu sering pulang lebih lambat dari biasanya. Sialnya dia menyuruhku berbohong pada Mom dengan alasan akan mengerjakan proyek Sains yang deadline-nya sudah mendesak di rumah temannya. Padahal, yang sebenarnya dilakukan bocah sialan itu adalah membuntuti Penelope yang berjalan pulang bersama dua gadis lainnya dari sekolah ke rumahnya. Begitu Penelope berbelok di persimpangan Jalan Henderson menuju Jalan Fess, Seth akan memperlambat langkahnya agar pujaan-hati-cinta-monyetnya tidak menyadari bahwa ada seorang bocah dua tahun lebih muda darinya yang menjadi penguntit kelas rendahan.

Aku tahu semua yang terjadi adalah karena pada suatu sore di hari Senin, aku sengaja singgah sejenak di kedai milkshake yang terletak satu arah di jalan pulang kami. Aku duduk di salah satu bangku yang letaknya hanya berjarak beberapa meter dari jendela kaca berukuran besar.

Ya, menunggu Penelope Miller dan dua teman gadisnya lewat diikuti seorang penguntit bernama Seth yang sesekali berhenti di tempat; rupanya langkah kakinya bergerak terlampau cepat sehingga ada kemungkinan Penelope menyadari bahwa seseorang sedang mengekor di belakang. Kemudian setelahnya, aku—yang terus-menerus menutupi wajahku dengan buku menu ketika mereka lewat—keluar dari kedai lalu dengan tampang seolah-olah tidak tahu apa-apa, mengikuti mereka di belakang secara diam-diam.

Jadi, bayangkan saja. Aku membuntuti seseorang yang juga sedang membuntuti seseorang. Konyol sekali. Apakah ini sudah seperti layaknya film-film detektif Hollywood? Ah, tentu saja tidak. Aku juga bukan detektif seperti Sherlock Holmes yang sudah memecahkan misteri hingga menghabiskan berlembar-lembar buku untuk menuliskan kisahnya. Aku, hanyalah cowok culun sok kegantengan yang belum sepenuhnya yakin akan masa depannya sendiri nantinya bakal seperti apa.

Hm, aku jadi bertanya-tanya, seperti apa ya, wajah Seth jika anak itu kepergok oleh Penelope? Aku yakin sekali pasti gadis yang satu itu akan bilang pada teman-temannya, "hei, siapa sih yang rela membayar penguntit kelas rendahan untuk membuntuti para gadis cantik ini?" atau "guys, kurasa kita sudah seperti artis Hollywood saja, ya. Lihatlah di belakang kita ada mata-mata kecil!" dan yang lainnya.

Jika aku jadi adikku, aku akan membalas, "siapa yang membuntutimu, cewek pembuat onar! Hanya sebagai informasimu saja, kau tahu, aku tinggal di Jalan Fess juga, jadi jangan sok kepedean."

Hei, apakah sudah terdengar seperti memberikan kode kepada seorang pujaan hati bahwa lihatlah, Seth tinggal di Jalan Fess dan berjarak dua rumah dari milik Penelope Miller. Hanya ada satu rumah di antara rumah mereka dan rumah itu adalah kepunyaan keluarga Carpenter!

Well, apa peduliku? Sederhana saja, motifku membuntuti Seth—yang membuntuti Penelope—adalah aku ingin memastikan agar adikku satu-satunya itu tidak kenapa-kenapa gara-gara di-bully gadis-gadis pembuat onar dimana keesokan harinya tersebar gosip bahwa Seth MacMillan adalah penguntit!

Pokoknya, jangan sampai ada gosip lagi tentang keluargaku. Kota ini sudah penuh sesak akan rumor-rumor yang beredar—terutama di Jalan Fess sendiri.

---

Hari terakhir ujian kenaikan kelas, ada sesuatu terjadi. Bukan sesuatu, lebih tepatnya seperti sangat sesuatu. Hei, siapa yang tidak kegirangan jika mendapatkan surat kecil yang telah diselipkan ke lokernya oleh seseorang? Seseorang, mungkin, penggemar? Atau... malah pembunuh? Psikopat atau semacamnya...

Ah! Aku tidak peduli! Hal terpenting adalah aku mendapatkan secarik surat dari penggemarku, hahaha. Rasanya aku harus terkekeh sekeras-kerasnya agar dunia tahu bahwa cowok-paling-monoton-hidupnya yang selama ini tidak punya pacar akhirnya mempunyai secercah harapan meskipun itu hanyalah dua potong kata di selembar kertas!

Namun, yang kubingungkan adalah, mengapa hanya kata 'terima kasih' pada kertas itu? Mengapa bukan sesuatu yang lain semacam... aku menyukaimu atau, aku gila karenamu atau, aku ingin bunuh diri karenamu atau, aku ingin membunuhmu!?

Oke, terlalu banyak kata atau dan tanda tanya besar. Mungkin aku perlu bertanya pada Seth—yang-sudah-agak-berpengalaman perihal seperti ini—soal apa maksud dari kata terima kasih yang tertera di surat kecil itu? Maksudku, aku merasa, selama ini aku 'kan tidak pernah membantu seseorang dalam hal apa pun. Lantas, mengapa dia berterima kasih? []

 Lantas, mengapa dia berterima kasih? []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang