20 | a girl who was slapped

3.6K 473 28
                                    

"Jadi, kau masih juga menyalahkanku setelah semua yang terjadi? Oh man."

Aku menunjukkan layar ponselku—yang menampilkan sebuah foto—kepada Penelope. Seakan ponselku ini tidak ada harganya, Penelope mengambil paksa benda itu dari tanganku dengan gerakan cepat, terkesan angkuh. Tangan kirinya memegangi ponselku, sedangkan tangan kanannya bermain dengan rambut panjang cokelatnya. Aku hampir-hampir mengumpatinya karena ketika dia telah selesai membaca tulisan dalam foto dari ponselku, diletakkannya benda pipih itu begitu saja di atas mejaku, menimbulkan bunyi buk lirih (kupikir itu lumayan keras dan bisa dikategorikan ke dalam kriteria peletakan ponsel ter-asal selama aku memilikinya).

Penelope tidak pernah peduli dengan orang lain, apalagi barang-barang mereka. Orang-orang seperti dia memang sudah seharusnya kuhindari(dalam keadaan apa pun itu). Kalau tidak, cepat atau lambat, aku akan terkena dampaknya. Namun detik ini, aku seperti mendorong diriku sendiri untuk terkena masalah setelah sekian lama.

Aku, Jason untuk pertama kalinya menyelinap ke kelas yang bukan kelasku. Untung saja Mrs. Larson belum menyadari kedatanganku sejak dia masuk kelas ini.

Demi Tuhan, aku pasti tidak akan pernah berani menelusup ke kelas yang berisi manusia setengah monster layaknya Penelope kalau bukan untuk melabraknya. Perlu diketahui, aku dan Penelope jarang berada di kelas yang sama. Seingatku, kalau tidak salah, aku hanya melihatnya di kelas Bahasa Latin—dan pelajaran itu hanya ada di hari Kamis depan, sedangkan sekarang adalah hari Jumat. Aku hanya perlu bicara seperlunya pada Penelope lalu keluar.

"Cepat atau lambat, kau harus meminta maaf kepada Julia. Karena perbuatanmu padanya sudah terbukti. Ini tulisanmu, 'kan?" aku berusaha mengancamnya.

"Kalau aku tidak mau?"

Omong-omong, kemarin malam aku telah mengirim pesan singkat pada Penelope yang berisi ajakan agar kami berdua bertemu. Aku ingin membahas perihal Julia. Jelas saja Penelope menolak bertemu karena aku tahu, tipikal cewek setengah monster seperti dia, tidak akan mau disuruh-suruh kecuali jika mendesak. Dan harus ada bayarannya untuk itu.

Aku terdiam, memikirkan kata-kata yang pas untuk mendesak Penelope. Namun mulutku membisu, dan itu disebabkan karena aku memang tidak punya alasan yang masuk akal untuk terus memojokkannya. Sial, kenapa aku jadi seperti orang bingung?

"Jason?!" Penelope membentakku dengan nyaring. Aku pikir mungkin dia sengaja melakukannya agar semua orang menoleh pada kami lalu menyadari kehadiranku sebagai orang asing di kelas mereka. Termasuk Mrs. Larson—yang tadi tengah menuliskan materi di papan tulis—kini wanita itu memicingkan mata ke arahku dengan raut bertanya-tanya apakah dia pernah melihat wajahku atau belum sebelumnya. Aku hampir-hampir tidak bernapas selama empat detik ketika Mrs. Larson menatapku sebelum akhirnya ia kembali menulis. Anak-anak lain juga melakukan hal yang sama—mencatat pada buku tulis mereka, kembali mengacuhkanku.

Aku kembali pada Penelope yang duduk di bangku sampingku, "Kau akan menyesal jika tidak meminta maaf."

Masih dengan aksen angkuhnya, Penelope berseru "Kenapa?!" seolah ia memang sengaja melakukannya agar orang-orang menoleh lagi pada kami.

Kali ini benar-benar Mrs. Larson menyorotiku tajam dengan kedua bola matanya. Aku bisa saja memelototinya balik (mengeluarkan jurus andalanku, tatapan elang) namun mengingat karena Mrs. Larson adalah seorang guru, serta kehadiranku di sini yang secara ilegal, maka aku tidak jadi melakukannya.

"Mrs. Miller, bisakah kau diam?" tanya Mrs. Larson. Aku sedikit lega karena wanita itu tidak menyebutku di hadapan seisi kelas.

"Tentu saja," Penelope menjawab," aku akan diam jika orang ini mau diam tidak menggangguku." Aku begitu kaget ketika tiba-tiba Penelope menunjukku dan itu lebih ke menyalahkanku karena telah mengganggunya.

Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang