23 | a big confusion

3.2K 395 9
                                    

"Aku bisa jelaskan."

"Jelaskan apa?!" bentakku ke arah Penelope. Kulihat melalui sudut mataku, sepasang alis Penelope begitu penuh dengan harapan.

Aku hampir benar-benar pergi dari rumah sakit itu (karena hanya tinggal beberapa langkah lagi menuju pintu) kalau saja Penelope tidak bilang, "Julian tidak menabrak Julia. Mobil kami hanya hampir mengenainya." Aku menoleh, kemudian Penelope lanjut bicara, "Gadis itu tiba-tiba pingsan ketika kami keluar dari mobil. Ketika kupegang nadinya, rasanya seolah dia benar-benar sakit. Maksudku, tubuhnya begitu panas."

"Bagaimana aku bisa percaya itu?"

"Kau harus percaya. Kita harus tunggu sampai Julia siuman, atau, setidaknya kita tunggu penjelasan dokter."

---

Drtt drtt drtt...

Apa itu? Oh astaga.

Ponselku bergetar, menampilkan sebaris nama di layar, Mom. Kukucek kelopak mata yang menggantung ini dan sejenak kusadari bahwa aku tertidur di bangku rumah sakit. Sial, leherku nyeri (rasanya seolah aku terkena text-neck di mana terlalu lama bermain ponsel).

Punggungku kutegakkan, meskipun rasanya benar-benar mau retak.

Jempolku menekan tombol terima telepon dan segera setelahnya, suara Mom mengejutkanku karena begitu lantang.

"Jason, hei, boy! Yang benar saja, di mana kau sekarang?! Pulang!"

A-apa? Jam berapa sekarang? batinku, mengernyitkan alis ke arah di mana jam dinding terdekat berada. Sial. Pukul setengah delapan. Setengah jam lagi aku terlambat masuk sekolah!

"Jason! Jawab Mom!" Mom kembali dongkol di seberang sana karena bukannya menjawab pertanyaannya, aku malah melamun. Well, apakah Mom bisa melihatku melamun? Pastinya tidak.

Aku menutup telepon, kontan membalap pergi. Tentu saja dengan berlari (karena tadi malam aku tidak membawa sepeda).

Tidak sempat aku berpamitan dengan Penelope maupun Julian karena pada waktu di mana aku terbangun, mereka tidak ada di lorong. Masa bodoh apabila mereka mencariku, yang jelas, Mom bisa saja membunuhku ketika aku sampai rumah.

---

Mom tidak sewot waktu aku tiba di rumah. Dia justru menyuruhku langsung sarapan. Namun karena aku tahu aku sangat dikejar waktu, maka aku hanya sempat mandi dan berganti baju kemudian melesat pergi. Mom bilang Seth sudah berangkat setengah jam lalu setelah sempat menungguku di halaman (dengan sepedanya) selama lima belas menit.

Kukayuh pedal, kira-kira masih tiga kilo lagi aku sampai ke sekolah. Firasatku memburuk begitu kulihat jarum panjang di jam tanganku tepat pada angka 12 dan jarum pendek di angka 8.

Sejurus kemudian, sepintas pemikiran muncul di benakku. Sepertinya aku sungguh mulai gila apabila benar-benar mau membolos ketimbang kena hukuman dari Mr. Svenson-guru olahraga paling berpengaruh terhadap perkembangan mental remaja (karena setiap hari kerjaannya hanyalah sewot dengan ocehannya akibat murid-murid yang susah diatur)

Ah, kurasa aku memang benar-benar mulai gila karena bukannya terus lurus melewati Jalan Henderson, aku malah berbelok di persimpangan Smith Avenue, menuju arah rumah sakit kota.

Membolos pelajaran pertama bukanlah hal yang salah. Kau masih bisa mengikuti pelajaran kedua dan seterusnya. Serta, olahraga bukanlah prioritasku.

Hanya saja, ada sesuatu hal lain yang janggal begitu aku tiba di lorong resepsionis. Mengapa Penelope dan Julian tidak ada di rumah sakit?

Ketika kutanya penjaga resepsionis apakah ia melihat sepasang remaja laki-laki dan perempuan yang mana si anak lelaki bertubuh besar dan gempal sementara si perempuan berpostur tinggi yang sama denganku, wanita itu bilang mereka sudah pergi sejak pukul enam pagi tadi. Rasanya aku ingin mengumpat di rumah sakit namun kutahu ini bukanlah tempat yang tepat bagi seorang remaja sepertiku untuk berbuat konyol.

Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan selain menelepon Penelope (karena aku tentunya tidak punya nomor ponsel Julian si besar itu). Awas saja jika mereka sekarang malah santai-santai berada di sekolah dan sedang mencatat penjelasan-tidak-penting dari para guru.

"Jason?" ujar Penelope begitu telepon telah tersambung.

"Sialan kau, di mana kalian sekarang? Aku rela membolos pelajaran bodoh Mr. Svenson hanya untuk kembali ke rumah sakit, bodoh!" umpatku dengan sejurus.

"Aku ... Kami di rumah Nyonya Carpenter."

"Apa?! Bagaimana bisa?!"

Dari seberang telepon, nada bicara Penelope tergesa-gesa, setengah berbisik dengan latar suara ribut-ribut, "Ini rumit. Aku tidak bisa jelaskan sekarang, Nyonya Carpenter terlihat begitu marah dan terburu-buru. Mereka akan segera ke rumah sakit. Kau tunggu di sana saja sebaiknya."

Lalu, sambungan terputus, menyisakan bunyi tuut yang perlahan menghilang dan aku bisa langsung menyimpulkan bahwa mungkin Nyonya Carpenter sangat tidak terima atas apa yang terjadi pada putrinya. Bisa saja Penelope dan Julian disalahkan atas perbuatan mereka yang hampir menabrak Julia di jalan raya.

Seusai berbicara dengan Penelope di telepon, rasanya seolah aku berada di ambang kegilaan. Ada kemungkinan Nyonya Carpenter mencaciku dan kalau perlu, menampar pipiku begitu dia sampai di sini. Oh astaga, betapa konyolnya, kenapa diriku jadi paranoid begini? []

 Oh astaga, betapa konyolnya, kenapa diriku jadi paranoid begini? []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang