13 | a middle-aged man asked us about the Carpenters' house

4.8K 550 53
                                    

"Kau siap?" tanyaku yakin pada Seth begitu aku selesai dengan sepatuku.

"Sangat siap." Seth berdiri, lalu meneriakkan kata let's go saking semangatnya sambil melayangkan tinju ke udara.

Aku dan Seth mengambil sepeda masing-masing di garasi, lalu bergegas menaikinya. Kami bersepeda melalui Jalan Fess hingga sampai di ujung jalan sebelum akhirnya Seth bilang padaku bahwa ia harus menjemput temannya dahulu sebelum berangkat ke tempat arena senapan laser. Ya, kali ini aku tidak akan kebosanan mendekam di dalam kamar bersama dengan ponselku. Lama-lama ponselku bisa kujadikan calon istri kalau terus begitu.

Seth bilang rumah Adam—temannya—berada di ujung jalan Henderson, tepat di pertigaan. Sebelumnya Seth tidak memberitahuku bahwa ia akan mengajak seorang teman—atau mungkin nanti akan lebih dari satu teman? Tahu begini, aku juga pasti akan mengajak salah satu teman sekelasku kalau begitu. Aku bisa mengajak Julian, Charlie, Spencer, atau yang lainnya.

Kami sampai di depan sebuah rumah bertingkat tipe kuno berdinding cokelat—yang menurutku itu lebih mirip seperti istana ketimbang sebuah rumah. Aku jadi mempunyai persepsi karena dengan melihat rumah yang cukup berlebihan dengan segala desain kuno luarnya yang jarang kulihat selama ini, menandakan bahwa Adam dan keluarganya bukan keluarga main-main. Yah, mungkin saja ada sejarah yang terkandung di dalamnya.

Begitu Seth memanggil nama Adam, langsung muncul seorang anak berambut pirang bertopi warna abu-abu dipakai terbalik—bagian depannya ditarik ke belakang. Yah, sial. Kedua anak itu ternyata memang sudah bersepakat keluar bersama sebelumnya.

Karena Adam bilang dia tidak punya sepeda, aku terpaksa memberikan tumpangan pada anak itu meskipun aku bilang aku tidak mau dan menyuruhnya untuk membonceng Seth saja. Aku tahu Seth hanya mengada-ada dengan beralasan bahwa ban sepedanya kempes dan itu akan memperlambat laju dan memperberat putaran pedal.

Sial. Aku begitu haus waktu sampai di tempat bermain senapan laser sehingga mendorongku harus membeli minuman terlebih dahulu. Kedua bocah itu meninggalkanku dengan mendaftar duluan di loket petugas. Sialnya ketika aku telah kembali dan menyusul mereka, seorang staf permainan mencegahku.

Staf itu bilang aku tidak boleh bergabung bersama Seth dan Adam dalam satu kelompok, karena rupanya tim mereka sudah penuh lima orang. Aku bisa melihat wajah Seth dan Adam dari tempatku berdiri, mereka cekikikan penuh kerahasiaan, dan itu membuatku mual, ingin meninju wajah-wajah kurang ajar mereka.

Kami semua diizinkan memasuki ruangan yang tampak seperti ruang ganti kecil yang dipenuhi peralatan perang. Semua orang mulai mempersenjatai diri dengan cepat. Aku memakai rompi-jenis pakaian besi yang biasanya kulihat di film-film perang antar kerajaan pasukan romawi, namun yang satu ini terbuat dari kain. Setelah kusadari, warna rompiku merah, dan mereka biru. Huh, kenapa aku jadi geram terhadap mereka berdua? Ini seperti kejadian konyol dimana seorang adik telah berkhianat dari kakaknya; membuangku dari hidupnya lalu lebih memilih temannya yang merepotkan orang saja—menumpang di sepedaku.

Seorang staf yang sama berteriak meminta perhatian, lalu menjelaskan aturan permainan. Staf itu bilang bahwa tidak boleh ada kontak fisik, tidak boleh duduk atau berbaring di arena. Kau mendapatkan sepuluh poin ketika menembak lawan di zona pembunuhan (yaitu di kepala dan dada) dan seratus poin dengan menembakkan suar di atas markas lawan. Ya ya, aku mengerti; sebelumnya aku sudah pernah bermain. Aku hanya mendengarkan staf itu menjelaskan sambil sesekali menatap sinis ke arah adikku dan Adam; melihat betapa akrabnya mereka—dan aku bahkan tidak tahu ini sebelumnya. Entah kenapa aku jadi merasa malas untuk melakukan semua ini.

Staf membiarkan tim biru masuk. Aku masih bisa mengamati Seth dan Adam saking gembiranya dengan meninjukan senapan laser mereka ke udara.

Baiklah kalau begitu. Kalian yang memulai ini, maka aku yang akan mengakhiri kalian.

Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang