35 | everything's back to normal, like when the girl has not come yet

2.3K 301 49
                                    

Rabu pagi, pukul sepuluh. Hampir semua orang mendatangiku ke bilik rumah sakit sejak kemarin dan mereka kurang lebih hanya memberi kami buah-buahan segar dari toko yang dibungkus plastik. Lalu mereka menanyakan kabarku, lalu berbincang dengan Mom dan Dad lalu setelahnya pamit pulang. Tuan dan Nyonya Andrew (yang rumahnya berhadapan dengan rumah kami) berkunjung untuk waktu yang cukup lama dari yang lain. Aku dengar Nyonya Andrew sempat menyebut-nyebut 'Julia dan keluarganya' ketika Mom dan wanita itu membelakangi ranjangku, membicarakan sesuatu.

"Mereka imigran gelap dari Islandia," Mom berseru, seolah itu adalah sebuah kabar paling menakjubkan di Bloomington.

"Mom!" kupanggil Mom yang kemudian menoleh ke arahku, memberiku tatapan 'ada apa?' Aku memelotot pada Mom, dan ia tahu apa maksudnya sehingga berbalik lalu berjalan ke arahku, memutuskan mengakhiri 'pembicaraan di belakangku'. Aku berbisik, "Kau bilang, 'lupakan keluarga itu' padaku tapi kau menyebutkannya lagi barusan."

Mom tersenyum, melirik Nyonya Andrew dengan waspada, lalu berbisik, "Itu sebuah alasan sekaligus jawaban. Kau kecelakaan bukan tanpa sebab."

Ya, ya, ya. Aku tertabrak mobil karena beralasan. Julia-lah alasannya. Dan gadis itu pergi begitu saja. Mereka—keluarganya, berpulang ke negaranya.

"Apa mereka datang ke sini sebelum pergi?" tanyaku pada akhirnya.

"Ya, beberapa jam setelah kau masuk UGD. Mereka meminta maaf seolah itu cukup lalu selang beberapa jam berikutnya, pamit pulang." Mom menghela napas dan mengembuskannya tepat di depan wajahku. "Kau tahu? Setelahnya, mereka tidak kembali lagi. Aku tidak menyalahkan mereka, ini takdir, dan memang seperti seharusnya," kata Mom, dan kudengar Mom mengatakannya dengan pasrah, seolah ia benar-benar menerima segalanya—tentang kecelakaanku. Lagipula, jika Mom ingin marah, ia harus marah pada siapa? Pada keluarga Carpenter? Huh, keluarga itu bahkan sudah pergi dengan sendirinya. Oh astaga, bahkan tanpa pamit kepadaku. Julia—

"Mrs. MacMillan?" Nyonya Andrew berseru dari belakang Mom sehingga Mom menoleh padanya. "Saya rasa saya harus pergi."

Beberapa detik berikutnya, Tuan Andrew muncul dari balik pintu bilik, diikuti Dad di belakangnya. Tuan Andrew memberi isyarat kepada istrinya dengan anggukan lalu tersenyum ke arahku. "Tuan dan Nyonya MacMillan, kami senang melihat keadaan Jason yang membaik saat ini. Dan, ini saatnya kami pamit."

Orangtuaku bersalaman dengan pasangan Andrew sesudahnya sebelum tetangga depan rumah kami itu pergi. Aku memetik anggur di atas nakas dari tangkainya sebelum akhirnya kumakan sendiri. Mom duduk di kursi besi samping ranjangku, memberiku tatapan penuh harapan semoga-aku-segera-sembuh sementara Dad duduk di sofa yang terletak di sisi tembok dan membuka koran paginya. Seth sedang berada di sekolah dan dia bilang dia akan langsung mampir ke rumah sakit jika sudah pulang.

Mom menggumamkan sesuatu, seperti doa atau semacamnya namun kuyakin itu pasti tidak akan ada gunanya karena sejauh satu hari aku siuman, dokter belum menunjukkan tanda-tanda bahwa aku diperbolehkan pulang atau kalau memang ternyata sudah, aku mungkin belum tahu yang sebenarnya. Lalu Mom bilang, katanya, pemeriksaannya bagus. Tidak ada tulang yang patah juga tidak ada cidera otak. Nanti sore dokter akan memeriksa sekali lagi sebelum aku bisa dinyatakan bisa kembali pulang ke rumah besok pagi. Sial, oh, tidak. Sial, aku harus sekolah lagi.

---

Dokter datang ke bilikku pukul tujuh malam—bukan sore. Ya, seperti tipikal dokter-dokter sibuk di seluruh dunia yang dipenuhi jadwal praktek, kuyakin ia setengah lupa kalau ternyata harus memeriksaku. Pria itu menanyakan bagaimana perasaanku—bagaimana rasanya tubuhku—apakah mati rasa atau ada bagian yang sakit yang kujawab tidak. Aku benar-benar sudah dalam keadaan normal, tidak ada rasa sakit, tidak ada gejala-gejala pusing atau sejenisnya. Karena aku menjawab dengan yakin bahwa aku benar-benar tidak apa-apa lagi, dokter itu memberitahu kami bahwa besok pagi aku diperbolehkan pulang. Yay, atau, lebih tepatnya, hell, no! Kurasa lebih baik aku langsung tertabrak mati saja daripada harus kembali menjalani rutinitas—di samping itu, tanpa Julia. Ya, tidak ada Julia.

Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang