27 | Herbert Carpenter

3.4K 393 28
                                    

Selasa pagi, aku absen. Mom bilang memarku cukup-sangat-parah hingga ia bergidik ngeri saat melihat muka anaknya sendiri terlalu banyak bonyok di sana-sini. Mom melarangku berangkat sekolah ketika aku baru saja selesai mandi sebelum akhirnya berujung di meja makan, dengan mulut penuh sayuran. Seth juga tidak perlu repot-repot membawakan surat izin ke kelasku sebab Mom dengan percaya dirinya telah menelepon Mr. Frost setengah jam yang lalu dan bicara pada Mr. Frost—lelaki di seberang telepon—bahwa aku sedang demam tinggi.

Seth dan Dad sudah berangkat sekitar satu jam lalu sementara sekarang sudah pukul delapan, sehingga hanya ada Mom dan aku di ruang makan saat ini. Kusadari Mom yang begitu berambisi mengambilkan sesendok penuh salad ke piringku padahal aku yakin benar ia tadi juga sudah melihatku mengambil lima sendok yang mana telah kuhabiskan sepenuhnya.

Kubilang, "aku sudah kenyang," tapi Mom justru menyendok dua sendok lagi lalu menaruhnya di piringku.

Mom berkata, "Kau harus makan, setidaknya cukup sampai nanti siang karena kau harus diinterogasi—"

"A-Apa?!" Interogasi apa?

Bukannya langsung menjawab, Mom bergumam seolah kebingungan melihatku ternganga karena ia memberiku tatapan hei, bukan itu maksudku. Mom bilang, katanya, hari ini aku akan dimintai sedikit keterangan mengenai kejadian kemarin. Ah, sial. Apakah yang dimaksud adalah lelaki misterius di Jalan Kirkwood Avenue yang menonjokku secara tiba-tiba kemarin?

Aku pikir, kemarin bukanlah masalah besar karena justru aku—dimana posisiku adalah sebagai korban—malah sudah mau berniat melupakan kejadian itu. Jadi, siapa peduli? Mom hanyalah sangat naif karena mau repot-repot mengurusi masalah itu.

"Aku pikir aku harus istirahat saja di rumah Mom," pintaku, dan ini terdengar seperti anak kecil yang merengek minta pulang pada ibunya. "dan juga, aku sudah memaafkan lelaki itu meskipun maaf secara tidak langsung dan hanya lewat diriku sendiri terhadap diriku. Mungkin pria itu mengidap—sesuatu semacam—penyakit kejiwaan atau sejenisnya."

Mom yang sedari tadi duduk berseberangan denganku kini mendekat. Seraya mengucir rambut cokelat bergelombangnya, dia bilang, "Tidak. Julian bilang, pria itu cukup waras dan tidak mabuk."

Astaga, Julian lagi-lagi sok-sokan mengurusi hidupku padahal aku saja masa bodoh dengan pria misterius di Jalan Kirkwood Avenue kemarin. Dan aku mendengar Mom mengatakan cukup waras yang terdengar menjijikkan, seakan-akan pria yang menonjokku kemarin adalah benar-benar sinting.

Karena aku sudah bosan bicara dengan Mom—dimana pasti tidak akan pernah berhasil membujuknya karena, apa yang Mom mau adalah apa yang terjadi kemudianaku pun beranjak dari kursi. Kubilang, "Terserah kau saja, Mom. Yang penting aku mau tidur sekarang," lalu naik ke kamarku di lantai atas.

---

Pria bertubuh jangkung itu memasuki ruangan. Kudapati rupanya ia benar-benar tinggi hingga kepalanya nyaris menyentuh kerangka pintu bagian atas. Perlahan tapi pasti, ia berjalan ke arahku, ke arah meja yang diposisikan tepat di tengah ruangan berukuran kira-kira 3 kali 3 meter.

Lima menit lalu, staf kepolisian yang duduk di meja resepsionis di lobi depan menyarankanku agar menunggu di ruangan yang tidak-terlalu-gelap namun cukup-sempit ini. Staf itu juga bilang, aku akan ditanyai sedikit mengenai penjahat misterius kemarin. Sementara aku diinterogasi, Mom menunggu di lobi luar.

Oh, persetan dengan semua ini. Orang-orang hanya akan terus-menerus membesar-besarkan setiap masalah kecil sementara sesuatu lain yang bahkan lebih serius malah terabaikan.

Pria yang kukenali sebagai Sheriff Marley itu duduk di hadapanku. Sialnya, dia sempat mendapati diriku setengah ketakutan di kursiku. Ah, ya. Ini baru pertama kalinya aku masuk kantor polisi sepanjang hidupku. Sebenarnya aku ingin mengumpati Mom—terlepas dari kenyataan bahwa ia adalah ibuku—karena telah membawaku ke sini.

Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang