25 | a stranger

3.4K 392 61
                                    

Kucengkeram segelas susu kocok yang warnanya ungu di tanganku. Aku cukup yakin bila aku memegang dengan jemariku secara lebih kuat lagi, sedetik kemudian pasti milkshake taro yang baru saja kubeli itu memuncrat ke arah wajah gugupku sendiri. Astaga, sudah berapa jam aku berdiri di depan pintu kamar pasien bernomor 23 seperti ini?

Ini hari Minggu, dan kurasa hari ini aku cukup merasa tolol karena: pertama, pagi tadi, Seth mengejekku karena aku mau-maunya mengunjungi keluarga Carpenter. Dia bilang juga, katanya, jangan sampai aku besar nanti jadi imigran gelap seperti mereka. Kedua, sudah sejak lima belas menit lalu, entah kenapa aku betah berdiri di sini, menunggu keberanianku penuh.

Kusadari seorang wanita tua tengah mengamatiku cekikikan di salah satu kursi tunggu di lorong yang tak jauh dari tempatku berdiri. Sialan, apa ada yang lucu dariku? Aku mengernyit ketika melihatnya, kuyakin sekali jika kalau bukan ada yang salah dengan cara berpakaianku, pasti wanita itu gila.

Cekleek, suara pintu dibuka. Pintu kamar Julia. Astaga, Nyonya Carpenter pasti menyadari wajah kagetku melihatnya tiba-tiba berada tepat di depanku karena akhirnya wanita itu berkata, "Jason?!" dengan wajah super keheranannya.

Senyum pahitku mengembang, dan rupanya lagi, Nyonya Carpenter mengetahuinya karena melihatku memuncratkan susu kocok dengan tanganku. Buru-buru aku menutup tutupnya yang agak goyah kembali. Sial, dia tahu kondisiku yang tertekan.

"Ada apa kau ke sini, MacMillan?"

Konyol. Bayangan tubuhku yang bersembunyi di kolong ranjang pasien milik Julia kemarin tiba-tiba beterbangan di kepala. "S-saya ... saya hanya ingin menjenguk Julia, Nyonya."

Kulihat melalui sudut mataku, Nyonya Carpenter menaikkan kedua alisnya sangat tinggi. Bola matanya yang kebiruan terlihat bulat sepenuhnya. Ia menatapku seolah aku ini seorang kurir yang membawa hadiah natal untuknya. Katanya, "I see, kau pasti membawakan milkshake ini untuk Julia, kan?" Kemudian, bibirnya membentuk senyuman. Namun kutahu, itu palsu. Aku yakin sekali dia tidak pernah tersenyum tulus seperti itu padaku sebelumnya kecuali jika ada maksud di baliknya.

Daguku mengangguk cepat. Sejurus kemudian, jemari Nyonya Carpenter tahu-tahu merebut paksa segelas milkshake dari tanganku. Oh God...

"A-apa yang—"

"Kau tidak perlu menunggunya bangun. Biar aku saja yang memberikan ini. Kupikir kau pulang saja, MacMillan," jelasnya, dan kulihat senyum merekah di bibirnya selama sepersekian detik. Kuyakin itu adalah kode supaya aku segera angkat kaki dari hadapannya. Sialan.

Ya, apa yang bisa kulakukan selanjutnya adalah pulang dengan sepeda. Nyonya sialan. Aku yakin seratus persen bahwa dia berbohong tentang Julia yang sedang tidur. Memangnya, tidur di pagi hari itu masuk akal? Tidak!

Aku melangkah melewati wanita tua (gila) yang duduk di kursi lorong. Astaga-naga, deret giginya kelihatan menyeramkan sekaligus membuatku ingin muntah sewaktu dia cengengesan menatapku.

---

Seth dan aku baru saja keluar dari toko roti yang berlokasi di persimpangan antara Jalan College Avenue bagian utara dan Seventeen Street bagian barat. Mom menyuruh kami karena katanya, teman SMA Mom akan berkunjung ke rumah malam nanti. Aku tidak tahu apakah teman Mom itu perempuan atau laki-laki, namun menurut asumsiku, Mom tidak akan berani menyelundupkan teman laki-laki ke rumah (apalagi Dad pasti akan langsug tahu karena entah mengapa kurasa ayahku itu punya semacam kamera pengintai di balik kepala).

Ban sepeda Seth bocor, jadi, kami terpaksa jalan kaki dari rumah, lalu balik lagi ke rumah. Penat rasanya sewaktu kami sampai di toko roti ini tadi. Dan sekarang, rasanya kakiku sudah mau putus saja meskipun ini baru separuh jalan menuju rumah.

Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang