0.8 : Schutz

719 185 55
                                    

- ending fairy -

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- ending fairy -

Jeje tertidur.

Operasi masih berjalan, tapi belum ada tanda-tanda kalau operasi itu sudah selesai. Ini sudah sore, Jiji sendiri tak mengerti apakah separah itu kondisi Jaehyun sampai operasinya sangat lama?

Detik selanjutnya, pintu operasi terbuka lebar. Tampak beberapa perawat mondar-mandir dengan mimik wajah panik. Entahlah, Jiji tidak mengerti. "Sus, operasinya bagaimana?"

"Pasien sangat kritis, Tuan. Kemungkinan kecil dia akan selamat," ujar perawat itu. Jiji tercengang, ia membekap mulutnya tak percaya. Separah itukah?

Atensi Jiji kini beralih pada sosok gadis yang tengah tertidur di pundak kanannya. Selama ini, Jeje sudah sangat baik hati mau menampung dirinya di rumah gadis itu, dan mengajarkan banyak hal. Bukankah, ini saatnya dia membalas perbuatan baik itu?

Jiji ingat bagaimana Jeje mengungkapkan kalau ia begitu menyayangi sang kakak.

"Kau tenang saja, aku tidak akan membiarkan dirimu merasakan kesedihan," bisiknya sambil menggenggam erat tangan mungil gadis tersebut. Jiji melirik ke kanan dan kiri, senyum tipis pun terukir ketika ia menangkap sosok perawat pria yang tak jauh dari sana.

Dengan sangat hati-hati, Jiji memindahkan kepala Jeje dari pundaknya. Ia beranjak dan mendekati perawat pria itu.

"Aku tidak bisa menukar bajuku di sini. Aku harus ke toilet." Jiji segera pergi ke toilet rumah sakit, ia pun langsung masuk ke salah satu bilik di sana. Pemuda itu menarik napasnya dalam-dalam, kemudian menjentikkan jarinya.

Dalam sekejap, pakaiannya berubah. Bukan lagi seragam sekolah yang ia pakai, melainkan sebuah pakaian perawat. Tak mau membuang waktu, Jiji segera masuk ke dalam ruangan operasi.

Bau anyir dari darah kini menyerang indera penciumannya. Menyengat sekali, belum lagi dengan cairan merah kental yang ada di sana. Jiji bergidik ngeri, dengan ragu ia mendekat.

"Dok, jantungnya berhenti berdetak!" seru salah satu perawat di sana.

Sejenak, Jiji sedikit takjub dengan alat-alat medis yang ada di sini. Pemuda itu kini mendekat ke samping brankar Jaehyun. Pria itu masih sangat tampan walaupun sedang dioperasi sekarang. Seketika waktu berhenti.

Semua perawat dan juga dokter yang ada di sana terdiam di tempat mereka—berdiri kaku. Waktu benar-benar berhenti ketika Jiji menjentikkan jemarinya sekali lagi. "Kak Jaehyun tidak boleh pergi."

Jiji menatap pergelangan tangannya—melihat tiga buah tanda Schutz yang ada di sana. Kata penasehat Doyoung, ia bisa menggunakan tanda itu jika terdapat sebuah masalah yang sangat serius. Bukankah, ini waktu yang sangat tepat?

Walau kekuatannya menipis nantinya.

Jari Jiji kini dengan telaten membuka tanda yang melekat di pergelangan tangannya. Perih, sakit, dan nyeri kini bersatu kala dia berusaha melepasnya. Rasa sesak di dada pun bisa ia rasakan saat ini juga.

"Astaga, kenapa sakit sekali?" gumamnya yang masih berusaha keras melepas tanda tersebut. Keringat kini membasahi dirinya, napas Jiji juga tampak terengah-engah.

Akhirnya tanda itu terlepas. Jiji terjatuh di atas tanah ketika kakinya tiba-tiba lemas. Tak lupa kini ia memuntahkan darah dari mulutnya sendiri. Sebesar itukah efek samping dari tanda ini?

Jiji segera mengusap darah yang ada di sudut bibirnya dan segera berdiri dari sana. Tanda Schutz yang ada di tangannya kini dia tempelkan tepat pada lengan milik Jaehyun.

"Kakak harus tetap hidup," gumam Jiji sambil tersenyum. Seketika waktu kembali berjalan. Detak jantung yang tadinya sempat terhenti, kini kembali berdetak lagi. Jiji yang ada di sana segera keluar dan masuk ke toilet lagi.

Ia terjatuh, berkali-kali Jiji menarik napasnya dalam-dalam kala rasa sesak kini menyerang dadanya. Nyatanya, sebesar itu efek samping yang harus dia terima ketika menggunakan satu tanda Schutz di tangan.

Baju Jiji kembali terganti oleh seragam yang tadi.

Di sisi lain, Jeje terbangun ketika seseorang menepuk pundaknya pelan. Itu seorang perawat yang membantu operasi sang kakak.

"E-eh, bagaimana kondisi kakakku di sana? Apakah ada yang serius?"

"Pasien berhasil diselamatkan. Sekarang dia dipindahkan ke ICU untuk perawatan lebih intens, anda bisa menjenguknya jika mau," balas perawat tersebut. Rasa khawatir, cemas, dan juga takut kini hilang begitu saja dari dirinya. Jeje sangat bersyukur ketika mendengar kabar kalau Jaehyun baik-baik saja.

"Terima kasih." Jeje benar-benar sangat senang sekarang.

"Terima kasih Tuhan, terima kasih masih memberi kesempatan pada kakakku," gumamnya.

"Jeje." Yang dipanggil pun menoleh.

"Jisung? Kau dari mana? Kau tau?! Kakakku sudah baik-baik saja! Akhirnya dia bisa melewati masa kritis, aku khawatir sekali padanya tadi," cecar Jeje dengan mata yang berbinar. Jiji tersenyum hangat, tangannya kini terulur mengusap rambut gadis itu.

"Ayo kita jenguk kak Jaehyun." Jeje mengangguk senang. Keduanya kini masuk ke dalam ruang ICU, tempat Jaehyun dirawat.

Jeje menatap sendu sang Kakak yang kini terbaring lemah di atas bangsal dengan infus di tangan kanannya. "Kak? Kau bisa mendengarkan diriku?"

"Kau senang sekali membuatku khawatir. Aku tidak mengerti kenapa kau bisa kecelakaan, huh? Untung saja mereka mau bertanggung jawab, jika tidak? Bisa saja kau telat ditolong," gerutu Jeje.

Tidak ada jawaban, Jaehyun masih menutup matanya rapat-rapat. Jeje mengembuskan napasnya panjang, ia pun mengusap punggung tangan sang Kakak dengan penuh kasih sayang. "Kakak harus bangun. Jika tidak, lightstick milikmu benar-benar aku hancurkan."

"Ji, sepertinya aku tidak pulang hari ini. Kau bisa pulang sendiri?" Jiji yang ada di sana pun menggeleng.

"Jiji mau di sini menemanimu."

"Tapi—"

"Jeje gak boleh sendirian di sini, itu tidak baik. Kita menginap saja di sini," tukas Jiji.

"Baiklah, terima kasih, Jisung."

- TBC -


Mon maap yak kalau aku slow update, tapi makasi buat yang udah baca ceritaku ini. Semoga kalian suka💚💚 bubayyyy

Ending Fairy | Park Jisung✓Where stories live. Discover now