3.1 : faded

420 114 24
                                    

- ending fairy -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- ending fairy -

Tepat tiga hari setelah keduanya mengakhiri hubungan mereka, kini suasana rumah itu tidak seramai sebelumnya. Jiji dan juga Jeje sama-sama sibuk dengan dunia mereka masing-masing, ah ralat. Keduanya sama-sama menyibukkan diri sendiri. Jaehyun sendiri sampai dibuat bingung dengan kelakuan dua bocah itu.

"Je, Kakak pergi sebentar. Kau dan Jiji baik-baik ya di rumah." Jeje mengangguk singkat sebagai jawaban.

Setelah Jaehyun keluar dari rumah itu, kini Jeje memindahkan laptopnya ke atas meja. Ia beranjak pergi ke dapur untuk mengambil air. Langkahnya terhenti ketika mendapati sosok Jiji juga ada di dapur. Hening seketika, keduanya hanya saling bertukar pandang tanpa mengeluarkan satu patah katapun.

Ini aneh. Dulu, Jiji selalu saja berceloteh ria tentang hal baru yang dia pelajari. Namun, sekarang semuanya berubah. Jiji tidak sama lagi seperti yang dulu.

Jeje mendekat, ia mengambil sebuah gelas dan mengisi benda itu dengan air.

Bruk!

Tubuh Jiji jatuh ke atas lantai. Jeje membulatkan kedua matanya, dengan susah payah ia pun memapah tubuh Jiji ke dalam kamarnya. Perlahan, dia membaringkan tubuh Jiji di atas kasur. "Kau berat sekali."

Tangan Jeje kini menyentuh dahi pemuda tersebut. Suhu tubuhnya panas sekali, itu berarti Jiji demam. Jeje menghela napasnya pelan, ditataplah wajah tenang pemuda itu saat terlelap seperti ini.

"Apa karena itu kau jadi sakit?" tebak Jeje.

Dia pun beranjak ke dapur. Ia mengambil sebuah baskom beserta handuk kering ke dalam kamarnya. Setelahnya, Jeje segera membasahi kain tersebut dan mengompres Jiji. Helaan napas pun kembali terdengar dari mulut Jeje. "Kenapa masih membuatku khawatir seperti ini?"

"Kau tau tidak, aku sebenarnya tidak mau hubungan kita berakhir begitu saja. Tapi, kau keterlaluan. Bisa-bisanya memberikan anting bagus pada gadis lain," decak Jeje.

"Harusnya kau tau, Wonyoung itu hanya pura-pura baik di hadapanmu. Padahal, dia yang mendorongku ke kolam renang waktu itu," lanjut Jeje seraya mengusap rambut milik Jiji.

"Aku hanya kesal, kenapa kau termakan omongan palsunya? Ulang tahunku saja kau tidak tau kapan. Tapi, Wonyoung? Kau bahkan memberinya hadiah yang cukup mewah." Jeje berdecak sebal.

"Untung saja kau pingsan seperti ini, jika tidak beban di hatiku mungkin masih ada dan belum berkurang." Jeje tersenyum tipis. Dia pun membaluti tubuh Jiji dengan selimut sampai sebatas dada.

"Cepat sembuh."

Cukup lama Jeje menemani pemuda itu agar sadar, ia pun melirik sebentar ke arah jam tangannya. Helaan napas pun terdengar, Jeje mengambil kembali kain itu untuk dibasahi lagi dengan air.

"Loh, sisa satu?" gumam Jeje ketika tak sengaja melihat tanda Schutz di tangan Jiji. 

"Apa lagi yang dia lakukan? Untuk Wonyoung, kah? Tapi tidak mungkin." Jeje kini tampak sedikit gelisah, dia pun segera beranjak dari rumahnya sendiri. Masalah ini mungkin Chenle dapat membantunya.

Kedua kaki Jeje membawanya ke depan pintu rumah Chenle. Tangannya terangkat mengetuk pintu itu berkali-kali. "Chenle!"

Decitan pintu terdengar kala pemiliknya membuka pintu. Chenle mengerutkan dahinya saat mendapati Jeje ada di depan rumahnya. Belum lagi raut wajah gadis itu tampak sangat cemas. "Jeje? Ada apa?"

Gadis tersebut menarik Chenle masuk ke dalam rumah. Kini keduanya pun duduk di sofa. Jeje menunduk sembari memainkan jemarinya. "Begini, tanda itu ... apa yang kau katakan saat itu benar-benar akan terjadi, kah?"

"Maksudnya?"

"Tentang kekuatan Jiji akan menipis lalu dia—"

"Iya. Tidak mungkin aku berbohong. Memangnya kenapa?" Saat itu juga, Jeje semakin khawatir.

"Tanda di tangan Jiji sisa satu."

"Hah?!" pekik Chenle sambil membulatkan kedua matanya—terkejut.

"Kurasa dia menggunakannya untuk membantuku? Atau yang lain? Kau yakin tidak ada cara untuk mengembalikan tanda itu ke tangannya?" Chenle menggaruk tengkuknya yang terasa tak gatal itu. Pertanyaan Jeje membuatnya kebingungan.

"Tanda itu tidak bisa dikembalikan."

"Lalu, Jiji akan baik-baik saja kan?" tanya Jeje.

"Dua kemungkinan. Pertama, dia akan pulang sampai batas waktu yang diberikan oleh raja sudah habis. Atau yang kedua, dia pulang dengan cara yang kukatakan padamu. Setelah lima jam dia menggunakan tanda terakhirnya, Jiji langsung meninggalkan dunia ini dan kembali ke bangsa Vion," jelas Chenle.

"Itu berarti, dia tidak boleh menggunakan tanda itu," gumam Jeje.

"Chenle, kau bisa jaga dia, kan? Aku tau hubunganku dan Jiji memang sudah berakhir, tapi setidaknya dia bisa kembali dengan kondisi yang sehat. Aku tidak mau dia terluka lagi karena diriku." Chenle terdiam, jujur saja dia baru mengetahui kalau hubungan Jiji dan Jeje sudah berakhir.

"Maksudmu?"

"Aku tidak mau merepotkan dirinya lagi. Aku tau, dia melakukan itu semua untukku dan juga Kak Jaehyun. Dua kali dia sudah menolongku, dan kali ini aku tidak mau merepotkan Jiji lagi." Chenle mengangguk mengerti. Sangat disayangkan kalau hubungan temannya itu berakhir sampai di sini. Padahal, Chenle tahu kalau mereka berdua masih saling menyayangi satu sama lain.

"Kau tenang saja. Aku tidak akan mengecewakan dirimu."

"Aku pamit." Jeje berangsur pergi dari kediaman Chenle. Ia menarik napasnya dalam sebelum menyeka air matanya.

Dia tidak mau egois. Ia bisa saja membiarkan Jiji tetap ada di dalam kehidupannya, tapi jika pemuda itu terus menderita karenanya, bukankah melepaskan adalah jawaban yang tepat? Jiji tidak lagi merasakan kepahitan dalam hidupnya. Lagi pula, waktu Jiji di dunia juga tidak terlalu banyak.

Akan sangat sia-sia jika dia masih meneruskan hubungan mereka.

- TBC -

Kayaknya bentar lagi end ya, tapi gak tau sih. Kita liat aja nanti🌚🌝

Dan ya, makasi udah mampir jangan lupa buat komen dan votenya juseyo🤡

Jaga kesehatan ya kalian semua, bubay-!💚💚💚

Ending Fairy | Park Jisung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang