4.1 : hope

337 98 11
                                    

- ending fairy -

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- ending fairy -

Dua orang berlawan jenis itu kini berjalan berdampingan di tepi jalan. Jeje menggosok-gosokkan kedua tangannya untuk menghangatkan tubuh, suhu di luar cukup dingin dan dia lupa membawa hot pack. "Oh ya, kau tinggal sendiri di Seoul? Keluargamu sendiri bagaimana?"

"Ah itu, aku sendirian di sini. Keluargaku ... sudah tidak ada," jawab Jisung sambil menyunggingkan senyumnya. Seketika Jeje merasa bersalah telah menanyakan hal sensitif pada Jisung.

"Maaf ya, aku tidak tau kalau kau—"

"Tidak apa-apa. Ini rumahmu kan? Cepatlah masuk, rumahku tidak jauh dari sini." Jeje mengangguk.

Jisung masih berdiri di tempatnya sambil menatap punggung gadis itu yang kini menjauh. Namun, sesuatu yang diluar dugaannya terjadi. Tubuh Jeje ambruk begitu saja, dengan cepat ia segera membawa tubuh Jeje ke dalam pangkuannya.

"Je, Jeje?!" panggil Jisung sambil menepuk-nepuk pipi itu berkali-kali.

Jisung segera menggendong tubuh Jeje dan membawanya ke rumah sakit secepat mungkin. Namun, sialnya sulit sekali mendapatkan taksi di saat seperti ini. Ia pun menoleh ke arah garasi rumah Jeje, di sana ada sebuah mobil putih terpajang. Tak mau ambil pusing, Jisung segera masuk ke dalam rumah Jeje dan mencari kunci mobil.

Begini, dia mengambil sebuah kunci dari kantong mantel Jeje untuk masuk ke dalam rumah.

Setelahnya, dibawalah tubuh gadis itu ke dalam mobil. Jisung segera menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraan tersebut. "Jeje, bertahanlah. Ah ya, Jwi. Bagaimana kondisinya akhir-akhir ini?"

Oh ya satu hal lagi. Jisung tadi sempat mengambil boneka bebek kesayangannya yang ada di sofa ruang tamu. "Apa kau masih bisa mendengarkan suaraku?"

"Oh, masih kok. Jeje baik-baik saja, kan selama aku tidak ada di sini?"

"Iya, cuman dia sering sekali melamun. Kurasa efek dari hal itu tidak terlalu mujur, sebab aku sering mendengarnya mengigau namamu." Jisung menghela napasnya gusar. Ini semua salahnya, harusnya dia langsung pergi ke dunia ini setelah semua jabatan dan kekuatannya diambil oleh Ayahnya.

"Ini semua salahku," sesalnya.

Mobil itu berhenti tepat di sebuah rumah sakit. Jisung segera membawa tubuh Jeje ke dalam bangunan tersebut, beberapa perawat yang melihat hal tersebut langsung membawakan brankar.

"Maaf, Tuan. Anda harus menunggu di depan." Jisung mengangguk kecil, pintu UGD itu tertutup rapat. Kini dia mengusap kasar wajahnya sendiri dan duduk di bangku rumah sakit. Jisung memejamkan matanya sejenak sambil memijat pelipisnya pelan.

"Jeje benar-benar berubah setelah kembali dari bangsamu. Tatapannya sering kosong, dan menjadi lebih tertutup. Aku tidak tau kenapa efeknya bisa separah itu pada Jeje." Jisung menoleh pada boneka bebek yang ada di tangannya.

"Walaupun Jeje sudah punya Jeno. Dia tidak bisa sebahagia saat dia bersamamu. Kau tau satu hal? Jeje itu hanya kasihan pada Jeno yang sudah menyukainya dari dulu, jadinya mereka pacaran," lanjut Jwi.

Well, setidaknya Jisung bisa sedikit lega dengan hal ini. Ia pikir, Jeje benar-benar menyukai laki-laki itu. Ternyata tidak.

"Jeje yang dulu, dengan yang sekarang benar-benar berbeda. Kau seperti melihat dua orang yang berbeda dalam satu tubuh. Dia lebih sulit untuk tertawa lepas seperti dulu. Tapi, Jeje sendiri suka bingung kenapa dia selalu bersedih."

"Itu karena diriku lagi. Aku pikir, dia benar-benar melupakan diriku, lalu hidup berbahagia seperti yang aku bayangkan." Lagi dan lagi helaan napas keluar dari mulutnya. Jisung merasa semakin bersalah sebab secara tak sengaja, dialah yang mengubah sikap Jeje.

"Ah ya, aku harus menghubungi Kak Jaehyun, kan? At—"

"Hubungi Jeno saja. Kak Jaehyun cukup sibuk akhir-akhir ini."

"Ck, aku—"

"Jangan lupa, dia itu pacarnya Jeje saat ini. Hubungi saja dia, biar tidak curiga. Nomornya ada di kantong bajuku, Jeje selalu menyimpan nomor penting pada diriku," tukas Jwi.

Jisung menurut, dia mengambil secarik kertas yang berisikan sebuah nomor. Jemarinya langsung mengetik satu persatu angka yang tertera. "Halo?"

"Maaf, apa ini Jeno?"

"Ya, kau siapa?"

"Aku ... itu tidak penting. Jeje ada di rumah sakit sekarang, aku tidak berbohong. Lokasinya segera kukirim padamu."

"Hah? Tap—"

Pip!

Jisung berdecak sebal. Kini dia hanya perlu menunggu Jeno tanpa melakukan apapun. "Eh, apa kau masih bisa pakai kekuatanmu?"

"Bisa sih, kenapa emangnya?"

"Loh, kok bisa? Bukannya—"

"Duh, bodoh. Kekuatanku bukan dari dirimu saja. Chenle juga pernah memberi energinya sebagian. Jadi tentu saja aku bisa menggunakan itu lagi."

"Kalau begitu, bantu aku satu hal. Ini benar-benar sangat penting," pinta Jisung sambil menatap penuh harap pada bonekanya. Untung saja koridor rumah sakit ini cukup sepi, jika saja ramai maka dia bisa dibilang gila oleh orang lain.

"Apa? Jika itu sangat sulit, aku tidak bisa membantumu."

"Ini ramuan dari Chenle. Tolong berikan pada Jeje agar dia bisa mengingat kembali masa lalunya, aku mohon," kata Jisung sambil menaruh sebotol kecil berisikan beberapa pil hitam pda kantung baju Jwi.

"Ini tidak akan berefek besar, kan nantinya?"

"Kata Chenle sih itu aman. Intinya, tolong berikan saja padanya. Tidak mungkin bila aku yang memberikan obat itu pada Jeje! Yang ada nanti dia menjauh dariku." Jisung mendengus sebal.

"Oke, berapa kali sehari?" Jisung tampak berpikir sejenak sebelum menjentikkan jemarinya.

"Oh, itu. Cukup dua kali satu hari saja, efeknya memang tidak langsung sih. Cuman itu bisa mengembalikan ingatannya tentang diriku."

- ending fairy -

Huaaa maaf, aku lupa buat update hari ini T_T

Masih ada yang nungguin gak sih? Wkwkwk, intinya makasi yak udah mampir have a nice day kalian!!

Next gak?🌚🌝

Ending Fairy | Park Jisung✓Where stories live. Discover now