1.0 : little attention (2)

662 177 74
                                    

- ending fairy -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- ending fairy -

Sesampainya di rumah, Jeje langsung pergi ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Seketika semua rasa pegal yang menempel di tubuh menghilang begitu saja. Rasa kantuk juga kini menyerang Jeje, sehingga dia memejamkan matanya sejenak.

Namun, gadis itu kembali membuka kedua matanya ketika merasakan ada seseorang yang baru saja naik ke atas kasurnya. Itu Jiji.

"Kenapa kau di sini? Pergilah ke tempatmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa kau di sini? Pergilah ke tempatmu." Jiji mendengus sebal.

"Jiji tidur sendiri nih?" Jeje memijat pelipisnya pelan, sungguh dia benar-benar jengah dengan tingkah laku Jiji yang seperti ini.

"Sung, cepat pergi dari sini. Aku mau tidur!" seru gadis itu sambil mendorong tubuh Jiji dari kasurnya.

"Jiji gak mau tidur sendiri!" elak Jiji sambil menekuk kedua alisnya seraya mengerucutkan bibirnya.

"Ya sudah, kau tidur di sini. Tapi, aku yang tidur di kamar kak Jaehyun." Jeje segera mengambil bantal miliknya dan berangsur dari tempat tidur. Namun, Jiji langsung menahan dirinya untuk pergi dari kamar ini.

"Jiji mau ikut."

"Ih! Jangan manja!! Kau sudah besar, Sung. Lagipula kenapa kalau tidur sendiri? Bukannya kemarin kau juga tidur sendiri, huh?" sarkas Jeje.

"Tidak! Aku kan tidur sama kak Jaehyun!"

"Hari ini aja ya? Sekali aja, aku bisa tidur di lantai kalau Jeje mau," pinta Jiji dengan tatapan memelas miliknya. Jeje menyerah, daripada dia naik darah lebih baik ia mengiyakan permintaan Jiji. Lagipula, dia sendiri juga sudah mengantuk.

"Jangan macam-macam! Akan aku lapor ke polisi kalau kau macam-macam, mengerti?!" Jiji mengangguk patuh. Jeje segera membelakangi pemuda itu dan memejamkan matanya sendiri.

Jiji menatap punggung gadis yang ada di depannya sekarang. Kedua sudut bibirnya kini terangkat ke atas, membentuk sebuah senyuman tipis di sana. Jiji sebenarnya tidak takut tidur sendiri, itu hanyalah alibinya agar dia bisa bersama dengan Jeje lebih lama.

Entahlah, dia sendiri tidak tahu kenapa sampai seperti ini. Belum lagi kalau mengingat tentang kejadian yang ada di bus, melihat Jeje begitu risih dengan sekitarnya, membuat Jiji berinisiatif sendiri untuk melindungi gadis itu.

Jiji kini melirik ke pergelangan tangannya, tanda Schutz tersisa dua. Itu berarti dia harus memakai tanda ini dengan bijak, belum lagi dengan kekuatannya yang menipis. Jiji menghela napas, ia menarik selimut tebal itu dan meringkuk di dalam sana.

Suhu tubuh Jiji meningkat, ini sudah terjadi sejak dia berada di taman rumah sakit tadi, karena teman-teman Jeje datang.

Jeje mengerutkan dahinya saat tarikan selimut itu semakin menjadi. Perlahan, dia menoleh pada sosok laki-laki yang ada di sampingnya. Jeje semakin heran dengan tingkah laku Jiji yang sedikit aneh.

Ia pun mendekat, mencoba mencari tahu apa yang diperbuat oleh Jiji di balik selimut itu. Tangan Jeje kini terulur menyibak selimut yang dipakai oleh Jiji. "Kau kenapa?"

"T-tidak, cuma kedinginan," jawab Jiji.

Ada yang aneh. Wajah pemuda itu agak pucat. "Kau sakit?"

"Jiji tidak sakit kok." Pemuda itu malah tersenyum. Jeje mengembuskan napasnya panjang, punggung tangannya kini menempel ke jidat pemuda itu, dan benar saja kalau badan Jiji terasa begitu panas.

"Kau demam, Sung." Jiji mengedipkan matanya beberapa kali.

"Kenapa tidak bilang? Suhumu sangat tinggi tau, tunggu sebentar aku akan kembali lagi ya?" Jiji mengangguk. Jeje pun berangsur pergi dari kamar menuju ke kamar mandi. Dia mengambil baskom berwarna biru dan diisi dengan air, beserta handuk kecil.

Pintu kamar kembali terbuka menampilkan sosok Jeje yang membawa baskom dan handuk kecil di pundaknya. Perempuan berambut pendek tersebut segera mengompres Jiji. Handuk yang sudah dia basahi diletakan di jidat pemuda itu.

"Kalau kau sakit, bilang padaku. Jangan diam seperti itu, aku mana tau kau baik-baik saja atau tidak," cecar Jeje dengan nada yang sedikit ketus.

"Jiji gak mau Jeje khawatir," ucap pemuda itu.

"Ya pada akhirnya kau membuatku khawatir juga, kan? Lebih baik kau mengatakan hal ini duluan, bagaimana kalau suatu saat nanti kondisimu sekarat dan kau telat mengatakannya? Itu bisa fatal," tutur Jeje.

"Jeje khawatir sama aku?" Gadis itu tidak menjawab, ia mendengus pelan sambil bersidekap dada.

"Cepat tidur, ini sudah mal—"

"Jeje," panggil Jiji. Yang dipanggil pun menoleh, Jeje terdiam ketika kedua matanya saling bertukar pandang dengan pemuda itu. Ini aneh, tidak mungkin kan kalau dia menyukai Jiji?

"A-apa?"

"Boleh peluk?" Jeje membulatkan kedua matanya dan segera menjauh dari sana.

"Kau sedang demam, aku tidak mau sampai tertular! Sudahlah, jangan aneh-aneh. Ini sudah malam, aku mengantuk," ucap Jeje yang kembali naik ke atas kasur. Sekali lagi, dia membelakangi Jiji yang terkekeh kecil.

"Tidur, Sung!" tegur Jeje.

Sekarang, keduanya tidak ada yang membuka suara lagi. Jeje sudah memejamkan matanya, sedangkan Jiji masih setia memandangi punggung gadis itu. Ia mendekat ke arah Jeje, dengan sedikit ragu Jiji memeluk tubuh Jeje dari belakang. Jeje yang tadinya sudah memejamkan matanya, kini kembali mengangkat kelopak matanya sendiri—terkejut.

"Kau s-sedang apa?" Jeje berusaha menyingkirkan tangan Jiji yang melingkar di perutnya, tapi yang ada pelukan itu semakin erat.

"Sebentar saja, seperti ini," bisik Jiji sebelum ia menenggelamkan kepalanya di perpotongan leher gadis itu.

"Sung, geli tau!" Jiji terkekeh kecil.

"Jeje."

"Huh?"

"Jiji sayang kamu. Jangan sampai sakit ya?" Jiji mengecup singkat pipi tembam milik Jeje dan kembali mendekap erat tubuh gadis itu.

- TBC -

Hehehe, astaga kenapa aku ngakak😭🙏

Yo wasap, balik lagi sama akoh. Duh icung hari ini teh ultah, mau ucapin tapi keknya gak bakalan anu juga ಥ‿ಥ

Dahlah yak, bubay gaisss💚💚💚

Ending Fairy | Park Jisung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang